Berbicara Indonesia, maka terlintas dalam diri kita yaitu negara kepulauan besar yang memiliki beragam suku dan budaya. Merujuk laporan Badan Pusat Statistik (BPS) 2010, Indonesia memiliki lebih dari 300 kelompok suku/etnik dan memiliki lebih dari 1.001 bahasa daerah yang berbeda. Sedangkan jumlah pulau kurang lebih 17.504 pulau dengan panjang garis pantai adalah 108.000 km2. Kondisi geografi dan keragaman budaya tersebut membuat Indonesia sangatlah strategis dan potensial dalam mengembangkan sektor pariwisata. Pada tahun 2019 berdasarkan data Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, jumlah devisa yang dihasilkan sebesar Rp 280 triliun dan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 5,5%, serta menyerap tenaga kerja sebanyak 13 juta orang.
Peran sektor pariwisata dalam meningkatkan ekonomi menjadi bukti bahwa sektor pariwisata dapat dikatakan sektor unggulan Indonesia. Pariwisata di Indonesia saat ini tidak hanya berorientasi kepada infrastruktur dan banyaknya kunjungan wisatawan, tapi juga membuat konsep diversifikasi ramah Muslim. Konsep inilah yang dikenal dengan pariwisata halal.
BACA JUGA: Menginisiasi Ruang Terbuka Hijau Berkelanjutan
Pariwisata halal bukan berarti non Muslim dilarang berkunjung ke Indonesia, tapi perlu dipahami bahwa definisi pariwisata halal menurut Global Muslim Travel Index (GMTI) yaitu memiliki ekosistem layanan berbasis agama misalnya makanan halal, fasilitas ibadah, kamar kecil yang memiliki air untuk berwudhu, dan bukan lingkungan yang Islamofobia. Perihal utama dalam wisata halal ialah bagaimana tempat wisata dapat meningkatkan kenyamanan dengan tidak melupakan kewajiban keimanan serta memahaminya melalui perjalanan warisan sejarah, dan budaya.
Implementasi aturan pariwisata halal di Indonesia sendiri dalam bentuk Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia 2019 – 2024, penerbitan UU No. 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, dan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 108/DSN-MUI/X/2016 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pariwisata Berdasarkan Prinsip Syariah. Bukti penerapan aturan wisata halal telah banyak mendorong perkembangan sektor pariwisata halal, bahkan beberapa tempat wisata di Indonesia menjadi yang terbaik di dunia, seperti pada laporan GMTI tahun 2019 yang bertajuk World Halal Tourism Award 2018, yang mana Lembah Sembalun, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat memperoleh penghargaan destinasi bulan madu halal terbaik di dunia. Ada pula Kota Padang yang mendapat predikat destinasi halal terbaik, serta Provinsi Aceh sebagai destinasi budaya halal terbaik.
Penerapan pariwisata halal di Indonesia tidak terlepas dari sisi agama dan sudut pandang sumber daya berkelanjutan, baik sumber daya manusia maupun sumber daya alam. Dalam sudut pandang agama, orientasi pariwisata halal bukan hanya memperoleh pendapatan dalam bentuk devisa dan pendapatan langsung di masyarakat, namun juga mengutamakan prinsip, nilai serta etika Islami/akhlak.
Nilai dan etika Islami sebagaimana tercantum dalam Fatwa MUI bahwa penyelenggaraan pariwisata syariah/pariwisata halal harus terhindar dari kemusyrikan (percaya kepada selain Allah), maksiat, keburukan dan menciptakan kebermanfaatan secara material maupun spiritual.
Keseluruhan aspek pariwisata halal meliputi destinasi wisata, alat transportasi, hotel dan akomodasi, restoran dan kafe serta biro jasa perjalanan harus menjadi ekosistem halal. Ekosistem halal dapat menjadikan pariwisata halal menjadi pariwisata berkelanjutan, artinya bahwa dari segi sumber daya alam, pelaku bisnis, masyarakat sekitar objek wisata akan menerima manfaat dari perkembangan pariwisata yang tentunya halal.
BACA JUGA: Wisata Bahari Kerakyatan Berkelanjutan
Menurut hemat penulis, ekosistem pariwisata halal yang dikembangkan secara berkelanjutan adalah solusi untuk membangun ekonomi tanpa merusak lingkungan. Kita wisatawan yang melancong untuk menikmati keindahan alam mampu memahami aspek halal dari konsep pariwisata yang ditawarkan, maka dengan itu pula pengembangan ekonomi yang tidak merusak lingkungan terwujud.
Percayalah bahwa penerapan nilai – nilai Islami yang komprehensif dalam pariwisata akan mendorong banyaknya wisatawan berkunjung ke Indonesia dan mereka akan semakin percaya bahwa Indonesia ramah terhadap semua wisatawan, maka timbullah kepedulian halal (halal awareness). Ingat Indonesia adalah negara dengan mayoritas penduduk muslim terbesar di dunia, maka dengan meningkatkan kepedulian halal maka potensi besar untuk perekonomian dapat dielaborasi.
Namun dalam pengembangan pariwisata halal memerlukan tenaga kerja yang profesional yang berwawasan Islami. Peran pemerintah, swasta, masyarakat sipil serta banyak pihak menjadi penting demi kemajuan pariwisata halal berkelanjutan tersebut. Pariwisata halal sangatlah baik untuk mendukung dan menciptakan lapangan pekerjaan dan devisa yang cukup tinggi, apalagi dikembangkan dengan konsep berkelanjutan yang ramah lingkungan. Berkembangnya kepariwisataan yang ada akan sangat membantu memajukan daerah-daerah, maka pemerintah daerah dan pusat senantiasa melakukan monitoring terhadap daerah yang telah menerapkan konsep pariwisata halal agar senantiasa terjaga nilai – nilai Islaminya dan ramah terhadap lingkungan.
Oleh: Sunarmo
Dosen Prodi Manajemen Universitas Al Azhar Indonesia