Perhelatan 26th UN Climate Change Conference of the Parties (COP26) telah berlangsung di Glasgow, Skotlandia sejak tanggal 31 Oktober, dan akan berakhir pada tanggal 12 November 2021 mendatang. COP26 di Glasgow akan bertujuan untuk memenuhi Paris Agreement. Para pemimpin dunia dan delegasi nasional, perwakilan dari bisnis, masyarakat sipil dan pemuda berkumpul selama dua minggu untuk mempercepat kemajuan capaian yang dicita citakan dalam Paris Agreement. Ada 4 agenda, yang akan dibahas oleh 120 negara peserta COP 26 yakni pertama, menyetujui langkah perubahan komitmen pengurangan emisi. Kedua, memperkuat adaptasi terhadap dampak perubahan iklim. Ketiga, mengalirkan pendanaan untuk aksi iklim. Keempat adalah meningkatkan kerja sama internasional dalam transisi energi dan transportasi ramah lingkungan. Namun Rusia, Arab Saudi dan China memutuskan untuk tidak hadir dalam pertemuan COP 26.
Kehadiran Indonesia dalam COP 26 memang sangat diharapkan sebagaimana pernyataan Frans Timmermans selaku Komisi Eropa untuk Kebijakan Hijau dan Iklim, dalam The Associated Press di Jakarta pada tanggal 18 Oktober 2021 lalu (Kompas), mengakui bahwa Indonesia adalah negara yang sangat penting untuk COP26. Bukan hanya karena Indonesia akan memegang jabatan presidensi G-20 ke depan, tapi juga karena Indonesia ia nilai jadi salah satu negara yang telah membuat langkah-langkah besar dalam mengatasi masalah iklim.
BACA JUGA: Pasca COP26 Perlu Kerja Konkret untuk Selamatkan Bumi
Kehadiran delegasi rombongan pemerintah Indonesia sebagai negara peserta tergabung di dalam forum negara kepulauan dan pulau-pulau kecil, Archipelagic Island State(AIS), Presiden RI Joko Widodo selaku pemimpin delegasi turut hadir langsung. Kedatangannya disambut oleh Perdana Menteri Inggris Boris Johnson dan Sekretaris Jenderal Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres, kemarin, 1 November 2021. Dalam Pidato Lengkap Presiden Jokowi di COP26 (link berita https://komitmeniklim.id/pidato-lengkap-presiden-jokowi-di-cop26/), ada beberapa poin diantaranya yakni pertama, kebakaran hutan juga turun 82 persen di tahun 2020.
Kedua, pemerintah Indonesia telah mulai merehabilitasi hutan mangrove seluas 600 ribu hektare di 2024, terluas di dunia. Ketiga, Indonesia juga telah merehabilitasi 3 juta lahan kritis antara tahun 2010 sampai 2019. Keempat, ekosistem mobil listrik. Kelima,pemanfaatan energi baru terbarukan termasuk biofuel. Keenam, laju deforestasi turun, terendah 20 tahun terakhir. Ketujuh, industri berbasis energi bersih termasuk Kawasan industri hijau terbesar di dunia di Kalimantan Utara. Kedelapan, pembangkit listrik tenaga surya terbesar di Asia Tenggara.
Bersamaan dengan hal tersebut, Presiden Amerika Serikat Joe Biden dalam pernyataannya di forum COP 26 (Kompas, 2 November 2021) menyatakan tidak perlu adanya hukuman adanya penggunaan bahan bakar fosil untuk memenuhi target emisi nol persen pada tahun 2050. Joe Biden menyatakan tujuan pengurangan bahan bakar fosil untuk mewujudkan setengah populasi kendaraan di AS bertenaga listrik dan menilai ide kendaraan tidak memerlukan bensin sebagai suatu yang tidak realistis. Namun Joe Biden mengatakan bahwa tidak akan mensubsidi bahan bakar fosil dan bergerak cepat kepada energi terbarukan.
Misi delegasi pemerintah Indonesia lainnya yang diwakili oleh Masyita Crystallin selaku Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Perumusan Kebijakan Fiskal dan Makroekonomi mengatakan COP 26 dapat menjadi momentum Indonesia sebagai negara destinasi 'Green Investment', dalam harian kontan (1 November 2021). Menurut Masyita, Indonesia memiliki potensi besar untuk menurunkan emisi dari sektor kehutanan dan sektor energi dan transportasi sebesar 650 Mton CO2e dan 398 Mton CO2e, jika dibantu oleh pendanaan internasional.
Oleh sebab itu, Masyita mengajak seluruh pihak untuk berinvestasi untuk ketahanan dalam perubahan iklim. Investasi yang harus dilakukan dalam ketahanan perubahan iklim di antaranya self-protection dengan masyarakat mengambil langkah proaktif untuk meminimalkan dampak perubahan iklim. Investasi swasta juga sangat dibutuhkan karena dana publik saja tidak akan cukup untuk dapat mencapai tujuan net zero seperti yang diharapkan.
BACA JUGA: Pak Jokowi, Mari Bersama Cegah Darurat Emisi
Terlihat dari paparan Masyita tersebut, pemerintah Indonesia sengaja melakukan promosi upaya penurunan deforestasi dan pemaksimalan penggunaan energi terbarukan dalam pertemuan COP 26 termasuk panel yang dihadiri oleh Ridwan Kamil bersama Luhut B Pandjaitan, yang menjadi anggota delegasi pemerintah yang hadir menjadi pembicara dalam "Panel Dialogue: Scaling Up Governance and Collaborative Actions In Combinating Marine Plastic Litter Towards Climate Actions In Indonesia."
Ridwan Kamil menyatakan bahwa pada tahun 2018, pengukuran kualitas air menunjukkan Citarum dalam kondisi cemar berat setara Indeks Kualitas Air (IKA) 33,43 poin. Namun angkanya terus membaik sejak 2020-2021 dan masuk kategori cemar ringan dengan IKA 55 poin. Selain itu, terdapat 26.231,24 hektare lahan kritis di sepanjang aliran DAS (Daerah Aliran Sungai) Citarum yang telah dihijaukan.
Maka respons kalangan masyarakat sipil menganggap bahwa klaim delegasi pemerintah Indonesia harus sesuai dengan kenyataan di lapangan, serta realisasi kebijakan pembangunan yang konsisten, termasuk di antaranya kebijakan pembangunan ekonomi serta restorasi gambut.