Di 2023, Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Norwegia menandatangani kesepakatan pembayaran berbasis hasil (results-based payment – RBP) dalam rangka kerja sama kedua negara dalam upaya mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan (FOLU).
Kesepakatan ini memberikan harapan baru bagi upaya Indonesia dalam mencapai target FOLU Net Sink pada 2030. Dalam kesepakatan pembayaran pertama, Norwegia telah membayar sebesar US$56 juta atau sekitar Rp840 miliar (dengan asumsi kurs 1 USD = 15.000 IDR) juta.
Pendanaan ini dapat dikatakan sebagai langkah positif dalam upaya Indonesia mengurangi emisi GRK. Meskipun terbilang kecil, dana yang mengalir dari Norwegia ini ibarat pintu masuk bagi pendanaan lainnya untuk berdatangan ke negeri ini.
BACA JUGA: Policy Brief: Memperkuat Inpres Moratorium Hutan Untuk Mendukung Indonesia FOLU Net Sink 2030
Tidak dapat dimungkiri, untuk mencapai target Indonesia ini, pemerintah butuh dana yang tidak sedikit. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebut aksi mitigasi Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 Indonesia butuh setidaknya Rp204 triliun dengan alokasi melalui berbagai sumber pendanaan (Antara, 2023).
Timpangnya Proporsi Pendanaan
Dalam rencana operasional FOLU Net Sink 2030 yang ditetapkan melalui SK MenLHK No. 168/2022, pemerintah menargetkan sektor FOLU mencapai kondisi net sink pada tahun 2030 dengan tingkat emisi minus 140 juta ton CO2e.
Akan tetapi, Yayasan MADANI Berkelanjutan melihat bahwa arah kebijakan Rencana Operasional Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 (Renops) masih sangat menekankan industri Hutan Tanaman. Dalam dokumen ini, proyeksi kebutuhan pendanaan terbesar adalah untuk pembangunan hutan tanaman industri (HTI) sebesar Rp76,56 triliun atau 37% dari total kegiatan (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 2022).
Kemudian, dana untuk mengurangi deforestasi dan degradasi hutan di lahan mineral masing-masing mendapat porsi 33% dan 14%. Terkait dengan hal ini, MADANI menilai bahwa Renops lebih mengutamakan pengembangan HTI dibanding untuk pengurangan deforestasi dan degradasi hutan (Renops FOLU Net Sink, 2022). Belum lagi, alokasi dana untuk konservasi keanekaragaman hayati dan restorasi gambut hanya 4% dan 1%.
Sangat jelas, keputusan untuk mengalokasikan sebagian besar dana untuk HTI menimbulkan kekhawatiran bagi banyak pihak. Sejatinya, HTI dapat berkontribusi pada penyerapan karbon, akan tetapi model ini seringkali tidak sejalan dengan upaya konservasi hutan alam. Alhasil, menjadi wajar jika banyak pihak yang mempertanyakan manfaat jangka panjang yang setara dengan upaya konservasi hutan alami yang lebih fokus pada keberlanjutan dan keanekaragaman hayati dari HTI.
Selain itu, rencana alokasi dana Norwegia tahap saja juga harus dibuat lebih berpihak pada masyarakat adat dan lokal. Hal ini mengingat alokasi dana untuk rehabilitasi hutan dan lahan, yang diharapkan menjadi motor penggerak peningkatan cadangan karbon, belum memprioritaskan agroforestri yang porsi pendanaannya sangat kecil.
Dari rencana tersebut, sebagian besar dana dialokasikan untuk rehabilitasi dengan rotasi (7,1 juta ha) dibandingkan tanpa rotasi (2,9 juta ha). Artinya pohon yang ditanam akan ditebang kembali di masa depan. Model ini berpotensi memberikan manfaat ekonomi jangka pendek, tetapi tidak mendukung keberlanjutan jangka panjang.
Penerima Manfaat Utama: Masyarakat atau Perusahaan?
Dalam konteks ini, masyarakat adat dan lokal tampak belum menjadi prioritas. Rencana investasi Norwegia hanya mengalokasikan 13% untuk Pengelolaan Hutan Berkelanjutan, salah satunya untuk perhutanan sosial. Tanpa dukungan yang memadai, masyarakat yang tinggal di sekitar hutan tidak akan mampu berperan maksimal dalam menjaga dan mengelola hutan secara berkelanjutan.
BACA JUGA: Lembar Fakta FOLU Net Sink 2030
Sejatinya, rencana investasi harus secara eksplisit menyebutkan masyarakat adat dan lokal yang diakui maupun belum diakui sebagai penerima manfaat. Temuan di lapangan terlihat bahwa hingga saat ini, capaian perhutanan sosial masih rendah. Padahal, penetapan masyarakat adat membutuhkan biaya dan proses panjang, sekitar Rp500-700 juta dengan waktu paling singkat dalam tiga tahun (Arman, 2023).
Oleh karena itu, alokasi dana Norwegia seharusnya digunakan untuk mengakselerasi perhutanan sosial dan pengakuan masyarakat adat serta memperkuat pelaksanaannya di lapangan.
Lagi-Lagi Timpang di Wilayah Timur
Renops FOLU Net Sink 2030 mengidentifikasi wilayah intervensi berdasarkan Indeks Prioritas Lokasi (IPL), dengan fokus utama pada wilayah Sumatera dan Kalimantan. Sedangkan, Papua, Maluku, dan Sulawesi masuk kategori IPL sedang, padahal wilayah ini memiliki hutan alam yang masih rentan terdeforestasi, terutama karena aktivitas pertambangan yang masif.
Oleh karena itu, diperlukan intervensi khusus dan penyaluran dana yang lebih besar bagi wilayah-wilayah tersebut untuk mencapai target net sink. Sejatinya, untuk mencapai target FOLU Net Sink, penting untuk menetapkan dan mengimplementasikan kebijakan pencegahan deforestasi di area ini dengan jelas dengan kerja sama dan koordinasi yang kuat lintas pemangku kepentingan.
Untuk mencapai target FOLU Net Sink 2030, Yayasan MADANI Berkelanjutan mengusulkan beberapa langkah strategis yang perlu dipertimbangkan yakni; 1) Memprioritaskan perlindungan hutan alam tersisa dalam rencana investasi, 2) Tidak memprioritaskan penanaman HTI, 3) Tidak lagi memberikan izin hutan tanaman dan pembalakan hutan di hutan alam, 4) Melakukan PADIATAPA ulang izin berusaha kehutanan yang beralih ke multi usaha kehutanan, 5) Mempertahankan skema pemberian manfaat tidak langsung untuk sektor swasta, 6) Mengalokasikan pendanaan khusus untuk masyarakat adat, 7) Memastikan inklusi masyarakat adat, termasuk yang belum diakui secara formal, 8) Intervensi khusus dan pendistribusian dana ke wilayah Papua, Maluku, dan Sulawesi, 9) Mempertegas bentuk instrumen kebijakan pencegahan deforestasi di luar kawasan hutan, 10) Mempertegas pelibatan K/L terkait untuk mencegah deforestasi dan degradasi hutan alam.
Dapatkan Policy Brief Arah Kebijakan Pencapaian FOLU Net Sink 2030 dalam Kerangka Result Based Payment dengan mengunduh dokumen yang tersedia di bawah ini: