Update Area Diduga Karhutla Nasional Juni 2024 MADANI Berkelanjutan
MADANI mengidentifikasi indikasi angka kebakaran berbasis model Area Indikatif Terbakar (AIT) yang dikembangkan mandiri berdasarkan titik panas di citra satelit. Selama Januari hingga Juni 2024, area yang diduga kuat terbakar sudah mencapai 56 ribu ha, 90% (53,9 ribu ha) di antaranya merupakan area baru. “Angka di area yang tidak berulang ini terus didalami MADANI. Setiap tahunnya, AIT di area yang tidak berulang ini terus bertambah. Artinya, makin banyak hutan dan lahan yang rusak atau terdegradasi akibat karhutla”, ungkap Fadli Ahmad Naufal, GIS Specialist MADANI.
Sepuluh Provinsi mendominasi AIT, terbesar berada di Kalimantan Timur, meskipun angkanya menurun pada Juni 2024. Provinsi lain seperti Riau dan Sumatera Selatan mengalami fluktuasi setiap bulannya, namun tetap tinggi dan terus muncul AIT baru. “Ini harus menjadi perhatian pengambil kebijakan setempat agar segera mengambil upaya mitigasi yang tepat dan efektif agar area karhutla tidak makin membesar dan berdampak pada masyarakat sekitar”, kata Sadam Afian Richwanudin, Peneliti MADANI.
Dilihat dari segi kawasan, lebih dari separuh (52% atau 27 ribu ha) area yang diduga kuat terbakar terjadi di Kawasan Hutan. Dari segi tutupan lahan, 85% atau 45,9 ribu ha merupakan tutupan non hutan alam. Area terbakar di dalam dan sekitar izin/konsesi masih tinggi dengan persentase hingga mencapai 70%. Khusus di dalam izin, AIT di izin perkebunan sawit terindikasi paling besar. Temuan ini sepatutnya menjadi catatan bagi pemilik izin untuk mengupayakan mitigasi dan pemadaman secara cepat.
Indikasi kebakaran juga masih terjadi kebakaran di wilayah-wilayah yang seharusnya terlindungi. Area Indikatif Perhutanan Sosial (PIAPS) berkontribusi 9,3% meski hanya sedikit yang masuk area izin perhutanan sosial. Kebakaran juga terjadi di area moratorium atau PIPPIB (Peta Indikatif Penghentian Izin Baru) dengan persentase hingga 25%. Sementara 18,42% atau 9,9 ribu ha AIT teridentifikasi di Fungsi Ekosistem Gambut. “Jika fenomena karhutla ini terus dibiarkan dan tidak segera ditangani, kami khawatir akan terus mengancam kelangsungan hutan alam tersisa. Lebih jauh juga akan menghambat upaya Indonesia untuk mencapai target iklim sebagaimana yang telah dimandatkan dalam Dokumen NDC dan FOLU Net Sink 2030”, papar Nadia Hadad, Direktur MADANI.
Disclaimer:
Seluruh data kebakaran pada tulisan ini mengacu pada model Area Indikatif Terbakar atau AIT. Model yang dikembangkan MADANI ini merupakan upaya untuk melihat pola titik panas atau hotspot yang memiliki karakteristik khusus sehingga diduga menjadi area indikatif karhutla. Data hotspot pada Model AIT MADANI, telah memilah mana titik panas karhutla dan mana titik panas selain karhutla sehingga menghasilkan informasi yang lebih akurat.
1. Bagaimana angka karhutla pada Juni?
Angka indikasi karhutla pada Juni tercatat meningkat seluas 8.014 ha atau naik hingga 350% dibandingkan dengan Mei. 94% dari angka tersebut teridentifikasi di area baru, artinya kebakaran menyebar ke area yang pada bulan sebelumnya tidak terbakar. Angka ini menjadi yang tertinggi ketiga dalam setengah tahun terakhir. MADANI belum memastikan penyebab peningkatan drastis ini, namun diduga karena dua hal, yaitu mulai masuknya musim kemarau serta aktivitas pembakaran di lahan yang rentan terbakar.
2. Bagaimana tren angka karhutla Januari-Juni?
Karhutla terindikasi terus meningkat dari Januari hingga April 2024 dengan persentase hampir 3 kali lipat. Meskipun turun saat memasuki Mei, namun kembali naik pada Juni 2024. Sebanyak 91% (setara 53,9 ribu ha) dari 59,412 ha area karhutla Januari-Juni 2024 tidak berulang. Artinya, mayoritas AIT dari bulan ke bulan terus menyebar di area yang baru.
Sebaran Karhutla Jan-Juni 2024 (5 Provinsi terluas dalam hektare)
Kalimantan Timur adalah provinsi dengan area indikasi karhutla terluas. Sekitar 36% atau setara 20 ribu hektar AIT Januari-Juni 2024 berasal dari provinsi ini. Kaltim mengalami ledakan AIT pada ulan Februari dan April, lalu menurun memasuki bulan Mei 2024. Provinsi lain yang turut menyumbang area karhutla besar adalah NTT, Riau, Aceh, dan NTB.
3. Di mana sajakah kawasan yang terindikasi terdapat karhutla?
Area Karhutla Berdasarkan Kawasan (dalam hektare)
Dari segi tutupan, mayoritas area indikasi terbakar berada di area non-hutan alam dengan luas 46 ribu ha atau 85 persen. Namun, indikasi kebakaran masih ditemukan di area gambut dan area restorasi gambut. Bahkan, AIT di Fungsi Ekosistem (FE) Gambut terjadi paling luas di Fungsi Lindung Ekosistem Gambut yaitu sebesar 64,36% atau setara 6,2 ribu ha. Menjaga FE Gambut, termasuk di kawasan Hutan Produksi dan APL, menjadi hal yang penting mengingat peran pentingnya dalam menahan emisi karbon.
4. Di mana sajakah area kawasan hutan yang patut menjadi perhatian?
Area Karhutla Berdasarkan Kawasan (dalam hektare)
AIT pada Januari-Juni menyebar di seluruh jenis kawasan, terbesar berada di kawasan Area Penggunaan Lain atau APL. Meskipun begitu, area PIPPIB (wilayah penghentian pemberian izin baru pada hutan alam primer dan lahan gambut) menyumbang AIT dengan luas 12.972 ha atau 24 persen dari seluruh area indikasi terbakar. Padahal seharusnya wilayah ini merupakan area yang dilindungi.
Area Karhutla Berdasarkan Kawasan (dalam hektare)
Pada kawasan hutan, kebakaran dominan terjadi di kawasan hutan produksi. Sayangnya, kebakaran juga terindikasi masih terjadi di kawasan hutan lindung dan konservasi, bahkan meningkat hingga lima kali lipat di bulan Juni. Fenomena ini patut menjadi perhatian khusus karena dua kawasan ini memiliki fungsi vital bagi ekosistem.
5. Apakah karhutla terjadi juga di kawasan konsesi/izin?
Area Karhutla Berdasarkan Kawasan (dalam hektare)
Hampir 70% atau setara 36,5 ribu ha indikasi kebakaran pada Januari-Juni 2024 berada di dalam dan sekitar izin/konsesi. Izin perkebunan sawit mendominasi kontribusi angka AIT di izin/ konsesi selama Januari hingga Juni dengan luas AIT mencapai 6,6 ribu ha. Indikasi kebakaran di sekitar izin sawit pun tetap yang tertinggi yaitu seluas 3,4 ribu ha. Area terbakar tertinggi kedua berada di Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Alam (IUPHHK-HA) yang mencapai 3,4 ribu ha.
6. Apa yang harus menjadi perhatian pemangku kebijakan dalam upaya penanggulangan ke depan?
Berdasarkan analisis AIT yang dilakukan MADANI pada 2023, angka kebakaran meningkat tajam pada kurun Juli-September, terutama di provinsi yang rentan karhutla seperti Kalimantan Tengah. Meskipun tahun ini berada di luar 10 Provinsi dengan AIT terluas, namun angka AIT di Kalimantan Tengah terus meningkat pada medio Mei ke Juni. Pada level kabupaten, Merauke harus menjadi perhatian sebab menjadi kabupaten dengan angka indikasi terbakar yang tinggi.
Pengambil kebijakan di daerah harus mengambil langkah tepat agar peristiwa serupa tidak terulang, apalagi dengan tren kebakaran yang meningkat tajam dari Mei ke Juni. MADANI mendorong pengambil kebijakan di daerah untuk segera memitigasi potensi kebakaran, terutama di lahan kering. Pemilik izin dan masyarakat juga berandil penting dengan tidak melakukan aktivitas membakar serta melakukan tindakan cepat ketika muncul AIT.
7. Apa pembelajaran penting dari data AIT Madani?
Hasil analisis pemodelan AIT MADANI secara periodik dalam empat tahun terakhir, menunjukkan Indonesia belum bebas dari karhutla. Temuan kami menunjukkan masih terjadi kebakaran dari area bertutupan hutan alam, area gambut, hingga area yang sudah dibebani izin. Hal itu menunjukkan urgensi perbaikan sistemik dalam penanganan dan mitigasi karhutla, baik pada level nasional maupun regional. Perubahan tersebut utamanya terkait pada perbaikan regulasi dan penegakan hukum, serta pemenuhan kebutuhan personil, pembiayaan, dan prasarana.
MADANI akan terus melakukan analisis karhutla berbasis AIT sebagai suatu upaya kontribusi konkrit untuk terus menekan angka karhutla. Pemodelan AIT diharapkan bisa menjadi alat bantu dalam memitigasi kejadian karhutla di berbagai wilayah, terutama pada area dengan tutupan hutan alam. Dengan update data lebih cepat yang kami lakukan, upaya penanganan karhutla dapat dilakukan secara lebih dini.