Madani

Tentang Kami

Media Briefing Rekomendasi Masyarakat Sipil untuk Second Nationally Determined Contribution (SNDC) Indonesia

Media Briefing Rekomendasi Masyarakat Sipil untuk Second Nationally Determined Contribution (SNDC) Indonesia

Global Stocktake (GST) pertama, yang dilaksanakan pada saat COP-28 di Dubai tahun lalu, menyatakan bahwa kebijakan serta aksi yang dilakukan oleh negara-negara di dunia masih belum dapat menahan kenaikan rata-rata suhu bumi sebanyak 1.5 derajat Celcius–sejalan dengan Perjanjian Paris.

Hasil dari The First Technical Dialogue of Global Stocktake telah menunjukkan gap of action. Hal ini akan menjadi landasan negosiasi dan peningkatan ambisi penurunan emisi global sesuai Persetujuan Paris.

Sehubungan dengan hal tersebut, Pemerintah Indonesia, melalui KLHK, juga akan melakukan pembaharuan dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) menjadi Second NDC (SNDC) pada tahun 2024 untuk penurunan emisi pada 2030 dan 2035 (KLHK, 2024).

Merespon hal tersebut, Institute for Essential Services Reform (IESR), MADANI Berkelanjutan bersama sejumlah organisasi masyarakat sipil telah menyusun rekomendasi sektoral agar SNDC dapat memutakhirkan skenario yang digunakan, menetapkan target yang selaras dengan tujuan pencapaian pembatasan pemanasan global di bawah 2 derajat Celcius dan berusaha mencapai 1,5 derajat Celcius sebagaimana target Persetujuan Paris, yang juga dikukuhkan oleh keputusan Global Stocktake di COP 28.

MADANI Berkelanjutan, IESR dan organisasi masyarakat sipil lainya juga mendesak pemerintah agar melibatkan partisipasi masyarakat dalam proses penyiapan SNDC. Selain itu, pemerintah juga perlu untuk menjalankan prinsip Article 4 Line 13 dalam Persetujuan Paris dan ketentuan-ketentuan dalam rangkaian COP dalam menyusun SNDC. Juga memandang dokumen ENDC lalai dalam memasukkan prinsip keadilan iklim.

Masyarakat sipil mendorong agar penyusunan SNDC dapat mengakomodasi partisipasi yang lebih luas, memberikan perlindungan iklim bagi kelompok masyarakat rentan, serta berlangsung transparan.

Secara khusus, MADANI Berkelanjutan, IESR dan organisasi masyarakat sipil lainnya memberikan enam rekomendasi terhadap penyusunan SNDC.

Untuk menyampaikan perkembangan SNDC dan komitmen perubahan iklim lainnya, MADANI Berkelanjutan dan IESR mengundang para jurnalis untuk hadir dalam media briefing untuk mendiskusikan tren perkembangan komitmen perubahan iklim (NDC, ENDC, dan SNDC), proyeksi kenaikan emisi dan dampak sektoral, serta kritik dan rekomendasi masyarakat sipil terhadap perkembangan SNDC terkini.

Kegiatan tersebut dilaksanakan pada:

Selasa, 25 Juni 2024

Jam: 12.00 – 14.30 WIB

Lokasi: Online

Daftar di  s.id/MediabriefSNDC

Pemapar:

  1. Delima Ramadhani – Koordinator Proyek Kebijakan Iklim, IESR
  2. Akbar Bagaskara – Analis Sistem Ketenagalistrikan, IESR
  3. Yosi Amelia – Program Officer-Hutan dan Iklim, Yayasan Madani Berkelanjutan

Related Article

Karhutla 2023 Tembus 1 Juta Ha, Benarkah Pemilu Penyebabnya?

Karhutla 2023 Tembus 1 Juta Ha, Benarkah Pemilu Penyebabnya?

Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) kembali menghanguskan lebih dari 1 juta hektare lahan di Indonesia pada tahun 2023. Menurut data SIPONGI tahun 2023, lahan seluas 1.161.193 hektare terbakar sepanjang tahun ini.

Fenomena karhutla yang makin parah menimbulkan banyak pertanyaan, terutama mengenai penyebab utama di balik lonjakan kebakaran ini. Salah satu dugaan yang mencuat adalah keterkaitan dengan atmosfer politik menjelang Pemilu 2024. Apakah benar pemilu menjadi pemantik utama karhutla? Mari kita telusuri lebih lanjut.

Lonjakan Karhutla 2023

Berdasarkan model Area Indikatif Terbakar (AIT) Yayasan MADANI Berkelanjutan menunjukkan bahwa AIT di 2023 mencapai 1,34 juta ha dan mulai melonjak sejak Juli, mencapai puncaknya di Oktober. Pada Januari 2023, area yang terbakar hanya sekitar 2 ribu hektare, namun, angka ini melonjak menjadi 58 ribu hektare pada Juli, dan kemudian meledak menjadi lebih dari 500 ribu hektare di Oktober 2023.

Peningkatan drastis ini lantas menimbulkan kekhawatiran dan pertanyaan lantaran pada Oktober, sekitar 40% dari total AIT 2023 terjadi bertepatan dengan memanasnya situasi politik karena masuk pada tahapan pencalonan dan penetapan calon presiden dan wakil presiden menjelang kampanye Pemilu 2024. Pola ini seakan mengulangi sejarah, di mana karhutla sering kali meningkat pada tahun-tahun yang bersinggungan dengan pemilu.

Berdasarkan data dari Sistem Pemantauan Karhutla (Sipongi) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dalam sepuluh tahun terakhir (2013-2023), karhutla di Indonesia telah membakar 9.623.042 hektare hutan. Pola karhutla yang terjadi di lebih dari 1 juta hektare terdeteksi pada tahun-tahun pemilu, yaitu 2014, 2015, 2019, dan 2023.

Pada 2014, bertepatan dengan Pilpres yang mempertemukan Jokowi-JK dan Prabowo-Hatta, karhutla menghanguskan 1.777.577 hektare hutan. Tahun 2015, yang juga merupakan tahun pemilihan kepala daerah serentak di berbagai daerah, mencatatkan luas kebakaran sebesar 2.611.411 hektare, menjadikannya salah satu bencana karhutla terparah dalam sejarah Indonesia. Pada 2019, bersamaan dengan Pilpres yang mempertemukan Jokowi-Amin dan Prabowo-Sandi, karhutla menghanguskan 1.649.258 hektare.

Apa Iya, Pemilu Pantik Karhutla?

Manajer Kampanye Hutan dan Kebun Walhi Nasional, Uli Arta Siagian, menyoroti pola keterkaitan antara karhutla dan pemilu. Menurut Uli, satu tahun sebelum dan sesudah pemilu merupakan periode yang rentan terhadap karhutla. Berdasarkan catatan Walhi, pada periode ini terjadi transaksi izin, yang sering kali dibayarkan sebagai bentuk upeti dari modal yang telah masuk ke para kandidat yang berpartisipasi dalam kontestasi politik.

Temuan ini diperkuat oleh hasil penelitian dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang menyebutkan bahwa menjelang pemilu selalu muncul gejala green financial crime atau kejahatan finansial di bidang kehutanan, lingkungan hidup, serta perikanan dan kelautan. Polanya hampir sama setiap periode pemilu. Temuan terbaru PPATK mengungkap adanya aliran dana sebesar Rp45 triliun yang terindikasi sebagai hasil tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan diduga digunakan untuk membiayai pemenangan para politikus pada Pemilu 2019 dan Pemilu 2024 .

Mengapa Pemilu Bisa Memantik Karhutla?

Ada beberapa hal yang membuat karhutla sering kali terjadi di momen yang berkaitan dengan pemilu.

  1. Distraksi Pemerintah, Di tahun pemilu, perhatian pemerintah seringkali teralihkan ke aktivitas politik, mengurangi fokus pada pengawasan dan penegakan hukum terhadap pembakaran hutan dan lahan.
  2. Transaksi Izin dan Korupsi. Seperti yang disinggung oleh Uli Arta Siagian, periode sebelum dan sesudah pemilu sering diwarnai oleh transaksi izin yang tidak sah, di mana perusahaan dan kandidat politik melakukan praktik korupsi untuk mendapatkan izin pembukaan lahan yang lebih luas.
  1. Ketidakstabilan Politik. Ketidakstabilan politik dan perubahan dalam struktur pemerintahan dapat melemahkan mekanisme pengendalian karhutla, karena ada pergantian pejabat dan peraturan yang belum stabil.

Untuk mengatasi keterkaitan pemilu dan karhutla secara efektif, diperlukan pendekatan yang komprehensif yang mencakup penguatan kebijakan lingkungan, peningkatan penegakan hukum, edukasi publik, serta transparansi dalam proses politik dan izin. Hanya dengan cara ini, Indonesia dapat mencegah karhutla yang terus berulang setiap periode pemilu dan menjaga kelestarian hutan dan lahan untuk generasi mendatang.

Related Article

Karhutla 2023 Tembus 1 Juta Ha, Benarkah Pemilu Penyebabnya?

Karhutla 2023 Tembus 1 Juta Ha, Benarkah Pemilu Penyebabnya?

Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) kembali menghanguskan lebih dari 1 juta hektare lahan di Indonesia pada tahun 2023. Menurut data SIPONGI tahun 2023, lahan seluas 1.161.193 hektare terbakar sepanjang tahun ini.

Fenomena karhutla yang makin parah menimbulkan banyak pertanyaan, terutama mengenai penyebab utama di balik lonjakan kebakaran ini. Salah satu dugaan yang mencuat adalah keterkaitan dengan atmosfer politik menjelang Pemilu 2024. Apakah benar pemilu menjadi pemantik utama karhutla? Mari kita telusuri lebih lanjut.

Berdasarkan data dari Sistem Pemantauan Karhutla (Sipongi) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dalam sepuluh tahun terakhir (2013-2023), karhutla di Indonesia telah membakar 9.623.042 hektare hutan. Pola karhutla yang terjadi di lebih dari 1 juta hektare terdeteksi pada tahun-tahun pemilu, yaitu 2014, 2015, 2019, dan 2023.

Pada 2014, bertepatan dengan Pilpres yang mempertemukan Jokowi-JK dan Prabowo-Hatta, karhutla menghanguskan 1.777.577 hektare hutan. Tahun 2015, yang juga merupakan tahun pemilihan kepala daerah serentak di berbagai daerah, mencatatkan luas kebakaran sebesar 2.611.411 hektare, menjadikannya salah satu bencana karhutla terparah dalam sejarah Indonesia.

Pada 2019, bersamaan dengan Pilpres yang mempertemukan Jokowi-Amin dan Prabowo-Sandi, karhutla menghanguskan 1.649.258 hektare. Sementara itu, meskipun bukan tahun pemilu, karhutla juga terjadi di 2023 yang menghanguskan 1.161.193 hektare. Hal ini disinyalir lantar tahun ini  atmosfer politik yang mulai memanas Pemilu 2024.

Related Article

en_USEN_US
https://www.cpo.gov.hk/arts/pkv-games/ https://www.cpo.gov.hk/arts/bandarqq/ https://www.cpo.gov.hk/arts/dominoqq/ https://lsp-daimaru.id/pkv-games/ https://lsp-daimaru.id/bandarqq/ https://lsp-daimaru.id/dominoqq/ https://www.barkasmal.com/pgrm/pkv-games/ https://www.barkasmal.com/pgrm/bandarqq/ https://www.barkasmal.com/pgrm/dominoqq/ https://madaniberkelanjutan.id/alam/pkv-games/ https://madaniberkelanjutan.id/alam/bandarqq/ https://madaniberkelanjutan.id/alam/dominoqq/ https://mataramweb.com/jasa/pkv-games/ https://mataramweb.com/jasa/bandarqq/ https://mataramweb.com/jasa/dominoqq/