“Pakaian Bekasmu adalah Pakaian Baru Bagi Orang Lain. Tukar atau berikan kebahagian kecil ini untuk orang sekitarmu“.
Sebagian besar wanita sangat suka mengikuti tren pakaian mulai dari baju kaos, gaun musim panas summer untuk liburan, hingga berbagai celana untuk padu-padan busana agar dapat tampil menarik. Namun, di balik kegemaran membeli pakaian baru, ada harga tak terlihat yang harus dibayar. Selain itu, pakaian lama menjadi terbengkalai, karena jarang dipakai dan pada akhirnya terlupakan begitu saja hingga berujung sampah yang menumpuk. Kebiasaan ini menyebabkan masa hidup pakaian menjadi sangat pendek, padahal semua pakaian tersebut masih sangat layak pakai dan berkualitas.
Berdasarkan data yang dilansir dari website Zero Waste, bahwa limbah mode merupakan salah satu limbah industri yang paling berpolusi seiring dengan maraknya fast fashion. Bahkan, setelah minyak dan gas, industri pakaian dan tekstil adalah pencemar terbesar di dunia (sumber: Fashion Industry Waste Statistics). Secara global, industri mode menyumbang 20% dari limbah air di dunia dan 10% dari total emisi karbon dunia (sumber: Unfashionalliance.org).
Angka tersebut diperkirakan akan naik terus dan semakin mengkhawatirkan jika tidak ada langkah intervensi. Salah satu untuk mengatasinya adalah dengan membuat gerakan Tukar Baju. Gerakan ini merupakan sebuah inisiasi untuk memperpanjang usia pakaian dengan cara menukarkannya dengan pakaian orang lain, dan sudah dijalankan oleh Zero Waste pada tahun 2019 sebagai solusi sampah fesyen dan limbah tekstil.
Tahukah kamu bahwa Indonesia dikenal sebagai salah satu negara dengan pergerakan fashion paling cepat di Asia Tenggara? Oleh karena itu, Zero Waste melalui Amanda Zahra Marsono, Head of Public Relations and Marketing Project Manager berharap Gerakan Tukar Baju ini dapat mengurangi limbah tekstil dan dapat mengurangi 30-50% total emisi karbon. (Sumber : Liputan6)
BACA JUGA: Jalan Tengah Penerapan Extended Producers Responsibility Produsen Plastik
Di Indonesia limbah industri tekstil juga semakin mengkhawatirkan seperti pada kasus sungai Citarum sepanjang 300 km telah dicemari oleh 440 pabrik pengolahan tekstil yang mayoritas tidak memiliki atau tidak mengoperasikan Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL). Padahal sejatinya sungai ini sangat berperan untuk kelangsungan hidup manusia di Tatar Pasundan Jawa Barat.. (Sumber: Pikiran Rakyat)
Di sisi lain, maraknya produk fast fashion adalah buah dari permintaan pasar yang terus menginginkan mode dan tren terbaru setiap saat.. Untuk mengatasinya, maka harus mulai menumbuhkan kesadaran diri sendiri dan mengedukasi orang sekitar untuk menerapkan konsep slow fashion/sustainable fashion seperti mendaur ulang pakaian sendiri, menjahit atau merombak sesuai keinginan, membeli di toko bekas atau menerima pakaian bekas orang terdekat.
Namun, jika diamati Gerakan Tukar Baju ini masih sangat terbatas. Padahal, sangat potensial untuk terus dikembangkan sebagai salah satu solusi strategis yang menjanjikan untuk meminimalkan sampah pakaian dan menumbuhkan kesadaran akan limbah industri mode. Di samping itu, untuk menciptakan kepedulian akan sampah pakaian, gerakan ini sejatinya dapat mematahkan stigma masyarakat untuk tidak malu / gengsi memakai pakaian bekas karena kualitas pakaian bekas juga tidak kalah dengan berbagai merek fast fashion. Selain itu, harapannya masyarakat dapat beralih ke mode slow fashion atau bisa juga turut serta belajar menghasilkan pakaian sendiri sesuai dengan preferensi dan keinginan si pemakai.
BACA JUGA: Sampah Elektronik: Jadi Ancaman Jika Kita Lupakan
Dari sisi ekonomi, Gerakan Tukar Baju juga dapat menggandeng berbagai thrift store local untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan pakaian jadi yang keren namun dengan harga yang terjangkau.
Untuk menciptakan gerakan yang masif dan mengikuti perkembangan zaman digital, maka Gerakan Tukar Baju dapat tersedia di kanal website, sosial media dan aplikasi digital di sini, para penggunanya dapat mengunggah pakaian dan berbagai item mode seperti tas, kain, sepatu, dan banyak lainnya untuk ditawarkan sebagai produk yang ingin ditukar. Nantinya, pengguna lain dapat melihat dan jika merasa cocok, dapat menawarkannya dengan produk yang mereka miliki. Setelah tercapai kesepakatan antara kedua pihak, mereka pun dapat saling mengirimkannya ke alamat masing-masing.
Pada aplikasi Gerakan Tukar Baju, pengguna juga dapat mengirimkan pakaian yang sudah tidak diinginkan maupun pakaian tidak layak yang kemudian akan dikumpulkan di suatu tempat lalu disortir. Pakaian yang masih bisa dipakai dapat diberikan kepada panti asuhan atau daerah yang membutuhkan sedangkan sisanya bisa diberikan kepada pelaku UMKM untuk didaur ulang menjadi kain perca, alas kaki, kantong belanja dan berbagai produk lainnya yang mempunyai nilai jual.
Dengan begini, pakaian yang awalnya hanya teronggok di dalam lemari saja, dapat dimanfaatkan dan menjadi pakaian baru buat orang lain. Konsep Tukar Baju ini pun mudah direplikasi dan diterapkan dalam skala yang lebih kecil misal antar komunitas, komplek perumahan dan lain-lain sehingga tidak dibutuhkan prosedur / kompleksitas yang berlebihan untuk memulai aksi ini.
Harapan ke depannya, dengan men-digital-kan aksi ini lewat Gerakan Tukar Baju menjadi roda penggerak bagi semua sektor untuk lebih mawas diri akan dampak negatif penggunaan produk fashion dan garmen yang berlebihan. Dengan menggunakan konsep recycle economy, gerakan Tukar Baju dapat menjadi gagasan ekonomi yang dapat diterapkan di seluruh penjuru Indonesia tanpa harus mengorbankan lingkungan.
Oleh: Lenny
Wiraswasta