Madani

[sub_categories]
[post_image]
[post_title]

Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) kembali menghanguskan lebih dari 1 juta hektare lahan di Indonesia pada tahun 2023. Menurut data SIPONGI tahun 2023, lahan seluas 1.161.193 hektare terbakar sepanjang tahun ini.

Fenomena karhutla yang makin parah menimbulkan banyak pertanyaan, terutama mengenai penyebab utama di balik lonjakan kebakaran ini. Salah satu dugaan yang mencuat adalah keterkaitan dengan atmosfer politik menjelang Pemilu 2024. Apakah benar pemilu menjadi pemantik utama karhutla? Mari kita telusuri lebih lanjut.

Lonjakan Karhutla 2023

Berdasarkan model Area Indikatif Terbakar (AIT) Yayasan MADANI Berkelanjutan menunjukkan bahwa AIT di 2023 mencapai 1,34 juta ha dan mulai melonjak sejak Juli, mencapai puncaknya di Oktober. Pada Januari 2023, area yang terbakar hanya sekitar 2 ribu hektare, namun, angka ini melonjak menjadi 58 ribu hektare pada Juli, dan kemudian meledak menjadi lebih dari 500 ribu hektare di Oktober 2023.

Peningkatan drastis ini lantas menimbulkan kekhawatiran dan pertanyaan lantaran pada Oktober, sekitar 40% dari total AIT 2023 terjadi bertepatan dengan memanasnya situasi politik karena masuk pada tahapan pencalonan dan penetapan calon presiden dan wakil presiden menjelang kampanye Pemilu 2024. Pola ini seakan mengulangi sejarah, di mana karhutla sering kali meningkat pada tahun-tahun yang bersinggungan dengan pemilu.

Berdasarkan data dari Sistem Pemantauan Karhutla (Sipongi) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dalam sepuluh tahun terakhir (2013-2023), karhutla di Indonesia telah membakar 9.623.042 hektare hutan. Pola karhutla yang terjadi di lebih dari 1 juta hektare terdeteksi pada tahun-tahun pemilu, yaitu 2014, 2015, 2019, dan 2023.

Pada 2014, bertepatan dengan Pilpres yang mempertemukan Jokowi-JK dan Prabowo-Hatta, karhutla menghanguskan 1.777.577 hektare hutan. Tahun 2015, yang juga merupakan tahun pemilihan kepala daerah serentak di berbagai daerah, mencatatkan luas kebakaran sebesar 2.611.411 hektare, menjadikannya salah satu bencana karhutla terparah dalam sejarah Indonesia. Pada 2019, bersamaan dengan Pilpres yang mempertemukan Jokowi-Amin dan Prabowo-Sandi, karhutla menghanguskan 1.649.258 hektare.

Apa Iya, Pemilu Pantik Karhutla?

Manajer Kampanye Hutan dan Kebun Walhi Nasional, Uli Arta Siagian, menyoroti pola keterkaitan antara karhutla dan pemilu. Menurut Uli, satu tahun sebelum dan sesudah pemilu merupakan periode yang rentan terhadap karhutla. Berdasarkan catatan Walhi, pada periode ini terjadi transaksi izin, yang sering kali dibayarkan sebagai bentuk upeti dari modal yang telah masuk ke para kandidat yang berpartisipasi dalam kontestasi politik.

Temuan ini diperkuat oleh hasil penelitian dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang menyebutkan bahwa menjelang pemilu selalu muncul gejala green financial crime atau kejahatan finansial di bidang kehutanan, lingkungan hidup, serta perikanan dan kelautan. Polanya hampir sama setiap periode pemilu. Temuan terbaru PPATK mengungkap adanya aliran dana sebesar Rp45 triliun yang terindikasi sebagai hasil tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan diduga digunakan untuk membiayai pemenangan para politikus pada Pemilu 2019 dan Pemilu 2024 .

Mengapa Pemilu Bisa Memantik Karhutla?

Ada beberapa hal yang membuat karhutla sering kali terjadi di momen yang berkaitan dengan pemilu.

  1. Distraksi Pemerintah, Di tahun pemilu, perhatian pemerintah seringkali teralihkan ke aktivitas politik, mengurangi fokus pada pengawasan dan penegakan hukum terhadap pembakaran hutan dan lahan.
  2. Transaksi Izin dan Korupsi. Seperti yang disinggung oleh Uli Arta Siagian, periode sebelum dan sesudah pemilu sering diwarnai oleh transaksi izin yang tidak sah, di mana perusahaan dan kandidat politik melakukan praktik korupsi untuk mendapatkan izin pembukaan lahan yang lebih luas.
  1. Ketidakstabilan Politik. Ketidakstabilan politik dan perubahan dalam struktur pemerintahan dapat melemahkan mekanisme pengendalian karhutla, karena ada pergantian pejabat dan peraturan yang belum stabil.

Untuk mengatasi keterkaitan pemilu dan karhutla secara efektif, diperlukan pendekatan yang komprehensif yang mencakup penguatan kebijakan lingkungan, peningkatan penegakan hukum, edukasi publik, serta transparansi dalam proses politik dan izin. Hanya dengan cara ini, Indonesia dapat mencegah karhutla yang terus berulang setiap periode pemilu dan menjaga kelestarian hutan dan lahan untuk generasi mendatang.

Related Article

[related_posts]
[related_posts]