Pada tahun 2022, Pemerintah Indonesia telah memperbarui komitmen iklim melalui dokumen Enhanced Nationally Determined Contribution (ENDC). Dalam dokumen tersebut, komitmen penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dengan upaya sendiri meningkat dari 29% menjadi 31,89%. Komitmen penurunan emisi dengan dukungan internasional pun meningkat dari 41% menjadi 43,2%. Meski kontribusi beberapa sektor lain meningkat, sektor hutan dan lahan masih menjadi tulang punggung pencapaian komitmen iklim Indonesia. Dalam ENDC skenario dengan upaya sendiri, sektor hutan dan lahan menanggung 55% dari beban penurunan emisi.
Indonesia juga memiliki target untuk menjadikan sektor hutan dan lahan sebagai penyerap karbon bersih atau net sink pada 2030. Target ini dikenal sebagai Indonesia FOLU Net Sink 2030, yang rencana aksinya dijabarkan dalam SK Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 168/2022. Untuk mencapai berbagai target di atas, mengurangi laju hilangnya hutan alam menjadi suatu keharusan. Dalam 10 tahun terakhir, Indonesia telah kehilangan hutan alam seluas 4,7 juta ha Sementara itu, sisa hutan alam Indonesia yang tersisa tercatat 89,7 juta ha.
Tulisan ini mengulas penurunan luas hutan alam Indonesia pada kurun 2020-2021 dengan menekankan pentingnya perlindungan hutan alam yang tersisa. Hutan alam berperan dalam mengatasi krisis iklim, mencegah bencana, dan menjadi sumber kehidupan masyarakat adat dan lokal. Oleh karena itu, kebutuhan lahan untuk program pembangunan harus diarahkan pada lahan-lahan yang sudah tidak ditutupi hutan alam dan bebas dari potensi konflik dan lahan.