Sistem sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) merupakan prasyarat wajib yang ditetapkan pemerintah untuk perkebunan sawit guna memperbaiki tata kelola sawit yang lebih berkelanjutan. ISPO memiliki tujuan untuk memastikan bahwa prinsip keberlanjutan yang diatur dalam regulasi/kebijakan terkait dapat diterapkan, mendukung pencapaian komitmen iklim Indonesia, serta meningkatkan daya saing sawit Indonesia baik di pasar domestik maupun pasar internasional.
ISPO pertama kali dibuat regulasinya pada tahun 2011 yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No. 19 Tahun 2011 tentang Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan. Lalu, tahun 2015, Permentan 19/2011 dicabut dan digantikan oleh Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 11 Tahun 2015 tentang Sistem Sertifikasi Kelapa Sawit yang kemudian diperbarui lagi pada 2020 dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 38 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Sertifikasi Perkebunan.
Dikeluarkannya Permentan 38/2020 sendiri merupakan respons instansi tersebut untuk melaksanakan ketentuan pada 10 pasal1 dan pengaturan mengenai pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan sertifikasi ISPO sebagaimana diatur Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2020 tentang Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia. Dengan demikian, dikeluarkannya Permentan 38/2020 juga berupaya untuk memperbaharui Permentan 11/2015 yang mengatur hal-hal serupa.
Terkait dengan Permentan tersebut, Yayasan Madani Berkelanjutan merilis Madani’s Update edisi Maret 2021 yang mencoba mengulas secara komparatif dua regulasi tersebut, dari gambaran umum hingga Prinsip dan Kriteria ISPO dalam beberapa aspek penting seperti Pengelolaan lingkungan Hidup; Masyarakat Adat; serta aspek Transparansi data dan informasi.2 Selain itu, tulisan ini juga mencoba mengulas hal-hal yang dapat dilakukan agar implementasi sertifikasi ISPO khususnya untuk pekebun dapat berjalan dengan optimal.
Dari kajian yang telah dilakukan, Madani menemukan dua poin penting yakni terdapat pembaharuan yang baik dalam Permentan ISPO 38/2020. Masuknya prinsip Transparansi yang dapat menjawab persoalan perihal ketelusuran rantai pasok TBS; penggantian klausa dari yang hanya fokus terhadap hutan alam primer saja menjadi hutan alam secara keseluruhan; keterlibatan pemantau independen dalam pemantauan pelaksanaan sertifikasi ISPO; dan disebutkannya aspek Padiatapa/FPIC secara eksplisit.
Kemudian, terdapat celah dalam Permentan ISPO 38/2020. Peraturan ini memiliki beberapa celah yang membuatnya belum bisa menjawab secara utuh berbagai persoalan yang ada seperti kurangnya pelibatan Masyarakat Hukum Adat (MHA) dalam proses pembukaan lahan sawit; safeguard yang kurang kuat dalam perlindungan hutan alam dan lahan gambut; dan keterbukaan data Beneficial Ownership yang dapat diakses oleh publik.
Dapatkan Madani’s Update edisi Maret 2021 yang mengulas Peraturan Menteri Pertanian No.38 Tahun 2020 Tentang Penyelenggaraan Sertifikasi Perkebunan Sawit Berkelanjutan Indonesia dengan mengunduh lampiran yang tersedia di bawah ini.