Madani

Tentang Kami

Data Restorasi agar Terbuka

Muhammad Teguh Surya, Direktur Yayasan Madani Berkelanjutan, Selasa (13/2), di Jakarta, mewakili 20 jejaring kelompok masyarakat sipil di 8 provinsi yang memiliki gambut, mengenalkan situs pantaugambut.id. Situs itu berisi peta, data, dan informasi terkait gambut dan restorasinya sebagai sarana kanal informasi bagi masyarakat terkait perkembangan restorasi gambut. Masyarakat membutuhkan informasi perkembangan dua tahun restorasi gambut pascakebakaran hutan dan lahan 2015. Pemerintah diminta membuka data dan peta terkait.

JAKARTA, KOMPAS Sejumlah 20 kelompok masyarakat sipil dari 8 provinsi di Indonesia, dalam Simpul Jaringan Pantau Gambut, membangun kanal informasi daring sebagai dukungan pada restorasi gambut yang dikerjakan pemerintah dua tahun terakhir.

Kanal informasi dalam pantaugambut.id berisi antara lain peta perkembangan restorasi gambut untuk menjembatani upaya pemerintah yang belum menuntaskan kebijakan satu peta. Namun, data itu belum memasukkan perkembangan restorasi yang digarap di bawah supervisi Badan Restorasi Gambut (BRG) serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Simpul Jaringan kesulitan mendapat data dan peta itu. Karena upaya restorasi belum dibuka ke publik, rasa memiliki terhadap pekerjaan besar membasahi kembali gambut jadi tak terbentuk. Temuan Simpul Jaringan, masyarakat awam di lokasi restorasi kerap tak mengetahui pengerjaan restorasi di daerahnya. Bahkan ada temuan, proyek restorasi hanya jadi pekerjaan kaum elite desa.

”Dua tahun berjalan, tak ada ownership agenda restorasi di publik. Masih terkesan proyek. Tanpa partisipasi publik, hambatan akan amat banyak,” kata Muhammad Teguh Surya, Direktur Eksekutif Yayasan Madani, perwakilan dari Simpul Jaringan, Selasa (13/2), saat mengenalkan kanal pantaugambut.id kepada media. Ia mencontohkan, lokasi-lokasi restorasi gambut seluas 2,4 juta hektar di 7 provinsi, 60 persennya berada di area konsesi perusahaan kebun kayu (hutan tanaman industri) dan kebun sawit. Meski sebagian dari mereka telah merencanakan pembasahan areal kebunnya yang bergambut, komitmen itu perlu dikawal masyarakat agar berjalan di lapangan.

Teguh Surya menunjukkan pernyataan BRG yang berhasil merestorasi 1,18 juta ha lahan meliputi area pembasahan 202.454 ha dan 75 desa peduli gambut. Namun, lokasi-lokasi rinci kegiatan itu hingga kini belum diketahui publik.

”Simpul Jaringan Pantau Gambut kesulitan mengakses informasi rinci restorasi gambut. Kami memerlukan lokasi rinci intervensi BRG untuk melaksanakan verifikasi dampak restorasi,” kata Sarah Agustiorini, Juru Kampanye Kaoem Telapak. Selain itu, KLHK perlu menyediakan data publik tentang perusahaan yang harus melakukan restorasi dan telah menyampaikan revisi rencana kerja usaha (RKU).

Menanggapi hal itu, Kepala BRG Nazir Foead mengatakan, laporan perkembangan restorasi 2017 sedang dalam tahap penyelesaian. Pada akhir Januari 2018 timnya masih melaksanakan verifikasi pengerjaan restorasi, seperti pemasangan sumur bor dan sekat kanal.

”Dalam waktu dekat, laporan ini selesai karena tinggal editing. Di dalamnya, ada laporan kerja restorasi yang dikerjakan mitra lembaga swadaya masyarakat, masyarakat, dan sebagainya,” katanya. Laporan ini dipastikan akan dibuka kepada publik, termasuk peta dan data-data terkait.

Sementara terkait pengerjaan restorasi di area konsesi, BRG dan KLHK masih tahap penyelesaian revisi RKU para pengelola HTI di area gambut. Tahun ini, restorasi berupa pembasahan gambut di area konsesi berjalan efektif karena tercantum dalam revisi RKU.

Puji kemajuan
Meski mengkritik restorasi gambut yang berjalan, Simpul Jaringan memuji beberapa langkah BRG dan KLHK dua tahun terakhir. Salah satunya adalah pemetaan LiDAR (berbasis laser) di empat kabupaten prioritas.

”LiDAR (skala 1:2.500) jadi terobosan dalam menjawab tantangan restorasi gambut. Sebab, BRG masih memakai peta berskala 1:250.000 dalam menentukan prioritas restorasi di tujuh provinsi,” kata Clorinda Kurnia Wibowo, Analis Penelitian World Resources Institute (WRI) Indonesia.

Kemajuan lain, ialah pemerintah berhasil meninjau ulang izin usaha di atas lahan gambut dengan merevisi RKU bagi pemegang konsesi HTI dan rencana pembasahan kepada pekebun kelapa sawit. Simpul Jaringan menyatakan, kemajuan ini akan berjalan di lapangan bila data perusahaan dan RKU perusahaan dibuka ke publik.

”Jadi, publik bisa melihat arahan restorasi yang harus dilakukan pelaku usaha, lalu memantau pelaksanaannya di lapangan,” ujarnya. (ICH)

Sumber: Kompas cetak, 14 Februari 2018. Halaman 14.

Related Article

en_USEN_US