Madani

Tentang Kami

[1000 IDEAS] ENHANCING SUSTAINABLE ECONOMY THROUGH REGULATION AND OVERSIGHT

Laman resmi Association of Southeast Asian Nation (ASEAN) menyebutkan sebagaimana dikutip oleh kompas.com bahwa Asia Tenggara menjadi salah satu keranjang pertanian paling produktif di dunia. Dan Indonesia menjadi salah satu negara di kawasan tersebut yang menjadikan sektor agraris sebagai penopang perekonomian nasional yang dominan. Oleh karena itu wajar apabila Indonesia disebut sebagai negara agraris. Indonesia menjadi negara agraris tropis terbesar kedua di dunia setelah Brazil. Dari 27 persen zona tropis di dunia, 11 persennya terdapat di Indonesia.

Indonesia memiliki hutan hujan tropis yang keberadaannya memegang peranan penting bagintuk banyak aspek, baik aspek lingkungan, sosial, hingga perekonomian. Namun, posisinya yang penting tampaknya belum begitu banyak disadari oleh sebagian orang. Beberapa dari mereka seringkali mengesampingkan hal tersebut sehingga tidak sedikit yang melakukan perusakan hingga pembakaran dengan tujuan pembukaan lahan baru untuk meraup keuntungan pribadi lainnya. Padahal dengan pembakaran tersebut, bukan hanya hutan yang akan rusak, tetapi banyak dari fauna penghuni hutan tersebut akan kehilangan habitatnya dan mati.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada tahun 2019 luas hutan Indonesia adalah sekitar 93,52 juta ha. Padahal pada tahun 2011 luas hutan Indonesia mencapai 98,7 juta ha. Hal ini menunjukkan bahwa dalam rentang waktu 2011-2018 luas hutan di Indonesia terus mengalami penurunan yang cukup tinggi. Kondisi ini sangat mengkhawatirkan mengingat satu dekade ke belakang masyarakat dunia telah membicarakan tentang ancaman krisis iklim (Climate Crisis yang dapat mengakibatkan bencana hidrometeorologi yang salah satu penyebabnya yaitu kerusakan kawasan hutan.

BACA JUGA: EXTENSION OF THE PALM OIL MORATORIUM: A "BUILD BACK BETTER" OPPORTUNITY 

Perusakan kawasan hutan terus-menerus terjadi. Penebangan dan pembakaran dilakukan di banyak tempat. Misalnya pembakaran hutan yang populer sampai ke mancanegara pada tahun 2019 lalu di daerah Riau yang memakan banyak korban dan waktu untuk mengatasinya karena musim kemarau ditambah angin kencang. Bahkan yang baru-baru ini menjadi sorotan publik adalah pembakaran dan pembukaan hutan di daerah Papua yang dilakukan oleh salah satu perusahaan asal Korea Selatan untuk perluasan lahan kebun sawit. Hal tersebut tentu saja akan menimbulkan kerugian yang lebih besar daripada keuntungannya karena kerugian yang didapat adalah kerugian jangka panjang.

Perlu diperhatikan bahwa adanya tindakan-tindakan dari investor asing yang menyebabkan banyak kerugian terhadap kawasan hutan Indonesia salah satunya adalah karena lemahnya regulasi yang ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia dan kurangnya pengawasan yang dilakukan. Jika saja pemerintah menetapkan kebijakan, regulasi dan pengawasan ketat terhadap berbagai kegiatan ekonomi yang melibatkan kawasan hutan, maka perusakan-perusakan hutan dan alih fungsi hutan dengan dalih perluasan lahan sawit dan sebagainya akan dapat diminimalisir dan besar harapan dapat dihentikan. 

Apa yang sedang kita bicarakan saat ini adalah tentang ekonomi berkelanjutan, dalam arti ekonomi yang memperhatikan aspek lingkungan dan bukan hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan saat ini, tapi juga untuk anak cucu kita di masa yang akan datang. Apabila pemerintah tidak mengambil kebijakan tegas terhadap persoalan ini, dalam waktu dekat luas hutan di Indonesia akan mengalami pengurangan yang sangat cepat dari periode sebelumnya disertai kepunahan berbagai satwa dan keanekaragaman hayati yang menjadikannya sebagai habitat. 

Saya menawarkan gagasan kepada pemerintah untuk merevisi berbagai regulasi bagi kegiatan ekonomi yang melibatkan hutan agar dapat menerapkan AMDAL dan tidak melakukan eksploitasi berlebihan. Regulasi tersebut juga disertai ancaman pidana yang berat serta kewajiban melakukan pemulihan fungsi hutan yang dirusak. Misalnya, untuk penebangan satu pohon harus diganti dengan penanaman sepuluh pohon. Untuk satu nyawa fauna dilindungi yang terbunuh harus diganti dengan dua fauna sejenis, dan seterusnya. Bahkan apabila akibat kerusakan hutan itu terjadi bencana hidrometeorologi, maka pelaku perusakan hutan harus juga mengganti kerugian yang dialami masyarakat sekitar yang terkena bencana tersebut. 

BACA JUGA: Anggaran Perubahan Iklim Masuk RPJMN 2020-2024

Hal yang tak kalah penting dari penetapan sebuah regulasi adalah penerapan dan pengawasan terhadap regulasi tersebut.  Sebaik apapun regulasi, tanpa adanya penerapan dan pengawasan yang baik hanya akan menjadi sesuatu yang percuma. Oleh karena itu, regulasi yang sudah ditetapkan harus diterapkan secara menyeluruh dan pengawasannya dilakukan secara masif oleh aparat penegak hukum. Perlu diperhatikan juga aparat penegak hukum yang dipilih haruslah aparat yang jujur serta tidak dapat disuap oleh siapapun dan oleh apapun.

Ada lagi satu hal lain yang ingin saya sampaikan meskipun berada di luar regulasi yang saya maksudkan tetapi akan sangat mempengaruhinya. Tetapi semoga saja ini tidak benar-benar terjadi. Semoga saja. Salah satu hal yang sudah menjadi rahasia umum di negara kita adalah adanya money politic. Hal ini sudah menjadi hal yang lumrah tampaknya untuk Pilkada dan Pemilu di sebagian daerah Indonesia. Misalnya salah seorang pasangan calon berkampanye dengan menggunakan banyak dana sedangkan jumlah kekayaannya saja tidak mencapai setengah dari dana kampanye yang ia gunakan. Ternyata dana kampanye yang ia gunakan diperoleh dari pengusaha-pengusaha dengan jaminan apabila pasangan calon tersebut terpilih harus membuat kebijakan yang mempermudah pengusaha-pengusaha dalam mengembangkan usahanya meskipun akan merusak lingkungan. 

Maksud dari pernyataan saya di atas adalah bukan untuk mendiskreditkan pihak manapun. Tetapi sebagai hal yang perlu kita perhatikan bersama bahwa untuk menetapkan suatu kebijakan yang berkaitan dengan perlindungan lingkungan tidak cukup hanya dengan regulasi tentang lingkungan saja, -dalam hal ini hutan- tetapi juga harus diperhatikan regulasi-regulasi lain yang berkaitan baik secara langsung maupun tidak langsung. Diantaranya adalah regulasi yang berkaitan dengan proses pemilihan dan pembentukan pemerintahan. Karena biar bagaimanapun pemerintah adalah agen sentral dan pemangku kebijakan yang dapat menjadi faktor utama dalam perlindungan hutan di Indonesia guna tercapainya ekonomi yang berkelanjutan.

Oleh: Muhammad Mufti

Mahasiswa Universitas Padjajaran

Related Article

en_USEN_US