Pola pikir bahwa apabila ada investasi maka diikuti adanya dampak posistif terutama bagi ekonomi, dan dampak negatif terutama bagi lingkungan hidup, dapat menjadi titik awal bagaimana pembangunan itu seharusnya berjalan. Namun tidak sesederhana itu, karena dampak positif maupun negatif tersebut dapat dirasakan oleh kelompok masyarakat tertentu dan tidak dirasakan oleh kelompok masyarakat lainnya, dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Agar selalu terjadi keseimbangan dan keadilan, investasi bukan saja dikendalikan sesuai daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, tetapi hasil dan dampaknya harus dapat diidstribusikan secara adil. Hal itu menunjukkan di satu sisi, penggunaan ilmu pengetahuan harus komprehensif yang dikenal dalam bentuk transdisiplin dan peka terhadap nilai-nilai keadilan dan kemanusiaan, di sisi lain, penggunaan ilmu pengetahuan itu harus patuh pada hukum alam yang bekerja atas kehendak sifat-sifat alam itu sendiri.
BACA JUGA: Memberi Ruang Praktik Ekonomi Konservasi
Tidak ada “membangun tanpa merusak”; ada yang menyatakan “Membangun rumah dengan menggali tanah saja juga dapat membunuh cacing”. Tentu yang dimaksud bukan demikian. Kerusakan yang dimaksud ada yang tidak dapat ditolerasi, tidak dapat dipulihkan, tidak dapat diminimumkan, ataupun tidak dapat ditanggung secara adil. Lebih jauh, segala bentuk pengorbanan—langsung ataupun tidak langsung, harus dapat dikendalikan, dicegah, ataupun dihentikan melalui sanksi. Tetapi mengapa, pengendalian seperti itu—khususnya dalam pengelolaan sumberdaya alam, umumnya tidak berjalan?
Salah satu penjelasan yang mungkin adalah terjadinya korupsi institusional (Steinberg, 2015). Institusi atau kelembagaan yang dimaksud disini, pada dasarnya merupakan himpunan nilai-nilai abstrak yang membatasi perilaku dan tindakan manusia. Institusi atau kelembagaan disamping dalam pengertian lembaga/organisasi atau perangkat keras, juga termasuk perangkat lunak seperti: aturan main, norma, budaya-kognitif, mekanisme kerja, serta besaran dan distribusi kewenangan dan otoritas yang berjalan (Scott, 2008).
Untuk mengetahui gagasan lengkap dari Hariadi Kartodihardjo, silakan unduh bahan yang tersedia di lampiran. Semoga bermanfaat.
Oleh: Hariadi Kartodihardjo
Guru Besar Kebijakan Kehutanan Insitute Pertanian Bogor (IPB)