Kebijakan Satu Peta Nasional atau lebih sering disebut One Map Policy yang telah digulirkan pada tahun 2016 hampir tuntas. Dari 85 peta tematik yang dikerjaan, sudah 84 tematik selesai dibuat. Tinggal peta tematik terkait peta batas administrasi desa/kelurahan yang belum selesai. Dan akan diselesaikan di akhir tahun 2020. Penganggarannya pun bisa melalui dana desa.
Luluk’s Update memaparkan bahwa ada indikasi tumpang tindih seluruh wilayah Indonesia sebesar ± 77,3 juta hektar atau 40,5%, terdiri dari tumpang tindih RT, RW, Kabupaten, Kota dan Provinsi sebesar 9,3%, Kawasan Hutan sebesar 10,6%, tatakan kawasan hutan yang telah selaras 16% dan kombinasi tumpang tindih yang melibatkan RT, RW, Kawasan Hutan dan ijin sebesar 4,6%.
Hal yang paling diutamakan dalam penyelesaian tumpang tindih tersebut ialah penghormatan terhadap hak masyarakat.
Dalam hal kebijakan satu peta ini, Presiden Jokowi meminta informasi geospasial yang telah dihasilkan dari kebijakan satu peta ini bisa diakses dalam satu geospasial, sehingga masing-masing K/L dan pemerintah daerah dapat memperoleh satu sumber data spasial satu standar, satu referensi, satu basis data dan satu geoportal.
Presiden juga mengingatkan kementerian dan lembaga serta pemerintah daerah segera memanfaatkan satu data spasial ini sebagai acuan dalam perencanaan pembangunan yang berbasis spasial. Dengan mengacu pada satu data yang sama, diharapkan kebijakan dan perencanaan satu dengan lain dapat terkoordinasi. Dengan adanya satu peta yang termuat dalam satu geoportal tidak boleh lagi terjadi perbedaan basis data dalam penyusunan kebijakan, penyusunan perencanaan tata ruang serta penyelesaian berbagai masalah yang terkait dengan spasial di Indonesia.
Untuk lebih mengetahui kebijakan satu peta dalam pemberitaan media dan juga isu-isu lainnya seperti kebakaran hutan dan lahan serta perubahan iklim, kamu dapat mengunduh materi Luluk’s Update di bawah ini. Semoga Bermanfaat.