Madani

[sub_categories]
[post_image]
[post_title]

Pada 23 April, Pemerintah Indonesia mengumumkan angka deforestasi netto Indonesia untuk periode tahun 2018-2019, yakni sebesar 462,4 ribu hektare. Deforestasi terbesar terjadi di hutan alam yang dikategorikan sebagai “hutan sekunder” (162,8 ribu hektare), sebagian besar (55,7 persen atau 90,5 ribu hektare) terjadi di kawasan hutan.

Untuk mencapai target komitmen iklim Indonesia, pemerintah perlu melindungi 9,5 juta hektare hutan alam yang belum dibebani izin dan berada di luar PIAPS dan PIPPIB. Namun, mayoritas hutan alam tersebut dikategorikan sebagai hutan sekunder. Untuk itu pemerintah harus memperluas cakupan kebijakan Penghentian Pemberian Izin Baru hingga mencakup seluruh hutan alam, terutama hutan alam yang paling terancam.

Pada 26 Februari 2020, KLHK mengeluarkan Keputusan Menteri mengenai Peta Indikatif Penghentian Pemberian Izin Baru di Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut untuk periode pertama tahun 2020. Wilayah yang dilindungi oleh kebijakan ini bertambah seluas 314,3 ribu hektare sehingga total wilayah yang dilindungi mencapai 66,3 juta hektare.

Karhutla 2019. Menurut analisis Madani, pada tahun 2019 kebakaran di Indonesia menghanguskan 1,6 juta hektare hutan dan lahan, 44 persen di antaranya terjadi di kawasan yang dikategorikan sebagai Ekosistem Gambut. 63 persen atau lebih dari 1 juta hektare kebakaran hutan dan lahan yang terjadi pada tahun 2019 adalah kebakaran baru, yang pertama kali terbakar pada tahun 2019 sejak tahun 2015. Secara umum, Kalimantan Tengah dan Sumatera Selatan adalah dua provinsi dengan area terbakar terluas pada tahun 2019.

Realisasi Perhutanan Sosial. Hingga 2 Mei 2020, realisasi perhutanan sosial telah mencapai 4.105.268,03 hektare (6548 unit), yang melibatkan lebih dari 830 ribu KK. Namun, jumlah ini mencakup wilayah indikatif atau alokasi hutan adat yang belum resmi ditetapkan, dengan luas mencapai 914 ribu hektare.

Update Nationally Determined Contribution (NDC) 2020. Pemerintah belum mempublikasikan draft final Pembaruan NDC, saat ini masih menunggu persetujuan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Presiden sebelum disampaikan ke UNFCCC. Setidaknya ada dua kritik yang mengemuka terkait proses penyusunan NDC yang diperbarui di Indonesia. Yang pertama berkaitan dengan proses penyusunan yang dianggap tidak separtisipatif yang diharapkan. Yang kedua terkait substansi yang kurang merefleksikan masukan dari masyarakat sipil, terutama dalam hal peningkatan ambisi di sektor mitigasi. , koalisi masyarakat sipil menyampaikan masukan untuk meningkatkan ambisi dalam NDC yang diperbarui

Informasi lebih lanjut dapat diunduh di lampiran.

Related Article

[related_posts]