Madani

[sub_categories]
[post_image]
[post_title]

Pemerintah Indonesia telah menetapkan komitmen iklim dalam Updated NDC di mana Indonesia harus menurunkan target deforestasi di bawah 3,25 juta hektare pada periode 2020-2030. Pemerintah juga telah mengumumkan aspirasi untuk mencapai net sink FOLU pada tahun 2030 yang artinya angka deforestasi dan karhutla Indonesia harus ditekan lebih jauh lagi. 

Kebijakan moratorium sawit yang tertuang dalam Instruksi Presiden Nomor 8 tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Sawit serta Peningkatan Produktivitas Perkebunan Sawit (Inpres 8/2018) dapat mendukung Indonesia untuk mencapai dua tujuan tersebut. Namun, Inpres ini telah berakhir pada 19 September 2021 dan hingga saat ini tidak ada keputusan untuk memperpanjangnya.

Tidak diperpanjangnya Inpres 8/2018 menimbulkan dua kekhawatiran. Pertama, meningkatnya risiko deforestasi dan kerusakan gambut akibat kembali diperbolehkannya pemberian izin perkebunan sawit di Kawasan Hutan. Hal ini berpotensi berdampak pada sekitar 1,73 juta hektare hutan alam di area Hutan Produksi yang Dapat Dikonversi (HPK) di luar perlindungan Peta Indikatif Penghentian Pemberian Izin Baru (PIPPIB), di luar Peta Indikatif Area Perhutanan Sosial (PIAPS), dan di luar izin dan konsesi eksisting.

Kedua, kekhawatiran akan terjadinya pembukaan hutan alam dan ekosistem gambut di dalam izin perkebunan sawit yang berada di Kawasan Hutan yang belum terbangun (ditanami sawit), yang berpotensi untuk diputihkan berdasarkan UUCK. Hal ini berpotensi berdampak pada 1,16 juta hektare hutan alam dan 1 juta hektare ekosistem gambut tersisa di dalam land bank izin perkebunan sawit yang berada di Kawasan Hutan. Dari luasan tersebut, hingga 0,8 juta hektare hutan alam dan 0,76 juta hektare ekosistem gambut berisiko terdeforestasi karena tidak tumpang tindih dengan izin kehutanan dan berada di Hutan Produksi sehingga dapat dilepaskan dari Kawasan Hutan.

Jika seluruh hutan alam yang berpotensi terdampak di atas hilang, hingga 78% “jatah” deforestasi Indonesia untuk mencapai target Updated NDC pada 2020- 2030 akan habis. Padahal, potensi deforestasi terencana Indonesia ke depan dari sektor lain juga masih tinggi. Luas hutan alam di dalam Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) saja masih mencapai 2,9 juta hektare. Hutan alam yang terdapat di Area of Interest Food Estate yang merupakan Proyek Strategis Nasional mencapai 1,5 juta hektare di 4 provinsi saja. Belum lagi potensi kebutuhan akan lahan dari Kawasan Hutan untuk pemukiman dan lahan pertanian serta risiko deforestasi tidak terencana seperti pembalakan liar, perambahan, dan karhutla yang belum bisa dihilangkan sepenuhnya. Jika deforestasi di atas terjadi, kuota deforestasi Indonesia untuk mencapai komitmen iklim akan terlampaui dan aspirasi net sink FOLU di 2030 akan sulit tercapai.

Pemerintah telah berhasil menurunkan laju deforestasi hutan alam hingga ke titik terendah dalam 10 tahun pada 2019-2020. Memperpanjang Inpres 8/2018 atau kebijakan moratorium sawit dapat membantu Indonesia mempertahankan capaian ini, memenuhi komitmen iklim, sekaligus meningkatkan citra keberlanjutan produk sawit Indonesia di mata internasional. Apabila kebijakan moratorium sawit tidak diperpanjang, Pemerintah perlu mempertegas langkah- langkah untuk mengurangi risiko deforestasi dan kerusakan gambut dari sektor sawit untuk mencapai komitmen iklim Indonesia dan agenda net sink FOLU 2030, yakni dengan:

  1. Menghentikan pemberian izin baru dan perluasan perkebunan sawit ke seluruh wilayah berhutan alam dan ekosistem gambut dan memfokuskan pembangunan industri sawit pada peningkatan produktivitas, terutama produktivitas petani sawit,
  2. Menjalankan safeguards PP 23/2021 untuk tidak melepaskan Kawasan Hutan Produksi yang Dapat Dikonversi (HPK) yang masih produktif (berhutan alam), termasuk untuk perkebunan sawit,
  3. Menuangkan komitmen penghentian pelepasan dan konversi HPK yang masih berhutan alam sebagai bagian dari implementasi agenda net sink  FOLU 2030 ke dalam kebijakan tertulis atau peraturan perundang- undangan yang mengikat.
  4. Menginventarisasi dan mengevaluasi izin usaha perkebunan sawit di Kawasan Hutan yang masih memiliki land bank berupa tutupan hutan alam dan ekosistem gambut; dan
  5. Membatasi penyelesaian keterlanjuran izin perkebunan sawit di Kawasan Hutan hanya pada wilayah-wilayah izin yang sudah ditanami sawit dengan mengecualikan seluruh land bank yang masih bertutupan hutan alam dan ekosistem gambut yang belum ditanami sawit.

Dapatkan Madani Insight Mengoptimalkan Perlindungan Hutan Alam dan Ekosistem Gambut Pasca-Moratorium Sawit untuk Mencapai Komitmen Iklim Indonesia dengan mengunduh di tautan ini.

Related Article

[related_posts]