Madani

[sub_categories]
[post_image]
[post_title]

Pada Maret 2021, Pemerintah Indonesia merilis angka deforestasi Indonesia terbaru (2019-2020) dan mengumumkan penurunan deforestasi terbesar sepanjang sejarah sebesar 75%. Tentu, penurunan deforestasi yang signifikan ini, mendapatkan apresiasi internasional karena merupakan tren positif di tengah naiknya angka hilangnya hutan secara global.

Terkait dengan angka deforestasi tersebut, Yayasan Madani Berkelanjutan sebagai salah satu organisasi masyarakat sipil yang fokus terhadap isu tersebut merilis Madani Insight edisi April yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman publik terkait angka deforestasi Indonesia yang baru-baru ini diumumkan pemerintah dan maknanya bagi pencapaian komitmen iklim Indonesia (NDC) serta target Persetujuan Paris untuk menahan kenaikan temperatur bumi agar tidak melebihi 1,5 derajat celcius.

Untuk mempermudah dalam memahami kajian ini, Madani Insight disajikan ke dalam tiga bagian. Bagian pertama mengupas angka deforestasi Indonesia dan di mana deforestasi paling banyak terjadi, termasuk di dalam wilayah izin atau konsesi. Bagian kedua mengupas luas hutan alam Indonesia yang belum terproteksi dan oleh karenanya rentan terdeforestasi. Bagian ketiga mengupas makna penurunan deforestasi Indonesia dari kacamata pencapaian komitmen iklim dan target Persetujuan Paris. 

BACA JUGA: Menjaga Hutan, Merawat Iklim: Praktik Terbaik Perhutanan Sosial Dalam Menjaga Iklim Bumi

Kemudian, untuk memahami makna angka deforestasi Indonesia, penting terlebih dahulu memahami berbagai definisi deforestasi yang berbeda yang digunakan oleh Pemerintah Indonesia sebagaimana dijelaskan di bawah ini:

  • Deforestasi: Perubahan kondisi penutupan lahan dari kelas penutupan lahan kategori Hutan (berhutan) menjadi kelas penutupan lahan kategori Non Hutan (tidak berhutan). 
  • Hutan: Kondisi penutupan lahan berupa hutan lahan kering primer, hutan lahan kering sekunder, hutan rawa primer, hutan rawa sekunder, hutan mangrove primer, hutan mangrove sekunder dan hutan tanaman. 
  • Non Hutan: Bentuk penutupan lahan berupa semak/belukar, belukar rawa, savana/padang rumput, perkebunan, pertanian lahan kering, pertanian lahan kering campur semak, transmigrasi, sawah, tambak, tanah terbuka, pertambangan, permukiman, rawa dan pelabuhan udara/laut. 
  • Deforestasi Netto: Perubahan/pengurangan luas penutupan lahan dengan kategori berhutan pada kurun waktu tertentu yang diperoleh dari perhitungan luas deforestasi bruto dikurangi dengan luas reforestasi.
  • Reforestasi: Perubahan kondisi penutupan lahan dari kelas penutupan lahan kategori Non Hutan (tidak berhutan) menjadi kelas penutupan lahan kategori Hutan (berhutan).
  • Deforestasi Bruto: perubahan kondisi penutupan lahan dari kelas penutupan lahan kategori Hutan (berhutan) menjadi kelas penutupan lahan kategori Non Hutan (tidak berhutan), tanpa memperhitungkan adanya reforestasi yang terjadi.
  • Deforestasi Hutan Alam/Deforestasi Gross: Perubahan kondisi penutupan lahan dari kelas penutupan lahan kategori Hutan (hanya) Alam menjadi kelas penutupan lahan kategori Non Hutan (tidak berhutan). Deforestasi Bruto Hutan Alam dipakai untuk memisahkan perubahan kondisi penutupan lahan dari kelas penutupan lahan Hutan menjadi kelas penutupan lahan Non Hutan, yang terjadi tidak sebagai akibat pemanenan hutan tanaman (harvesting). 

Kajian ini pun akan berfokus pada deforestasi gross atau deforestasi hutan alam yang sangat penting untuk menjaga kestabilan iklim global, menjaga keanekaragaman hayati, serta paling relevan dengan upaya pencapaian komitmen iklim Indonesia.

Dapatkan Madani’s Insight: Mengupas Fakta di Balik Deforestasi Indonesia 2019-2020 dengan mengunduh bahan yang tersedia di bawah ini.

Related Article

[related_posts]