Madani

Tentang Kami

Peluang dan Tantangan RAN Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan

[MadaniNews, Selasa, 18/02/2020] Pada 22 November 2019 Presiden telah mengeluarkan Instruksi Presiden No. 6 Tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Tahun 2019-2024. Inpres ini menjadi momentum penting untuk perbaikan tata kelola sawit oleh semua pihak. Inpres ini memberikan mandat di antaranya Penguatan data, koordinasi, dan infrastruktur; Peningkatan kapasitas dan kapabilitas pekebun; Pengelolaan dan pemantauan lingkungan; Tata kelola perkebunan dan penanganan sengketa; serta Percepatan pelaksanaan Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (ISPO) dan peningkatan akses pasar produk kelapa sawit.

Ini yang melandasi MADANI menyelenggarakan Diskusi “Peluang dan Tantangan RAN Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan dalam Perbaikan Tata Kelola Kelapa Sawit Indonesia”. Diskusi ini dilaksanakan pada 18 Februari 2020. Hadir menjadi narasumber dalam diskusi ini antara lain Dr. Siswo Pramono, Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan, Kementerian Luar Negeri; Muhammad Saifulloh, sisten Deputi Perkebunan dan Hortikultura, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian; Ismu Zulfikar, Kompartemen Sertifikasi ISPO Bidang Implementasi ISPO, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia; serta M. Teguh Surya, Direktur Eksekutif Madani Berkelanjutan.

Dalam diskusi ini, M. Teguh Surya, Direktur Eksekutif Madani Berkelanjutan menyampaikan bahwa 16 penerima instruksi dari Kementerian dan Lembaga, banyak yang positif. Namun jangka waktu yang diatur di dalam Inpres tersebut hanya berlaku untuk satu periode pemerintahan saja. Padahal seharusnya Inpres ini seharusnya bisa mengatur dalam jangka waktu yang sangat panjang.

Selain itu, RAN KSB ini belum menyasar upaya peningkatan akuntabilitas untuk mencegah korupsi. “Merujuk pada laporan KPK tahun 2016 tentang pengelolaan komoditas kelapa sawit yang berkelanjutan, dijelaskan bahwa ada 3 hal yang harus dilakukan. Pertama, proses akuntabilitas sistem pengendalian dalam perijinan. Kedua, efektifitas pengendalian pungutan ekspor kelapa sawit. Ketiga, tidak optimalnya pengurangan pajak sektor kelapa sawit. Tiga poin penting yang direkomendasikan KPK ini belum diakomodasi di dalam RAN KSB,” ujar Teguh. 

Berikut materi dan catatan terkait Diskusi “Peluang dan Tantangan RAN Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan dalam Perbaikan Tata Kelola Kelapa Sawit Indonesia”.

Related Article

id_IDID