Madani

Tentang Kami

PERUNDINGAN IKLIM G20 INDONESIA GAGAL SEPAKATI KOMUNIKE BERSAMA

Perundingan iklim negara-negara G20 yang diadakan pada Rabu, 31 Agustus 2022, tidak berhasil menyepakati komunike bersama tentang adopsi energi bersih karena keberatan atas bahasa yang digunakan dalam menjelaskan target iklim dan konflik Rusia-Ukraina.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia, Siti Nurabaya bakar, memulai pertemuan tingkat menteri lingkungan dan iklim G20 di Nusa Dua, Bali, dengan mendesak anggota G20 untuk mengurangi emisi dan mencegah bumi terdorong ke titik “di mana tidak ada masa depan yang berkelanjutan.”

 

Namun, beberapa negara, termasuk Tiongkok, berkeberatan dengan bahasa yang sebelumnya telah disepakati dalam pakta iklim Glasgow dan perjanjian G20 sebelumnya yang menyatakan pembatasan kenaikan suhu bumi rata-rata di atas 1,5 °C, menurut pejabat yang menghadiri pertemuan tersebut, tetapi menolak disebutkan namanya karena ia tidak berwenang untuk berbicara kepada media.

 

Sumber diplomatik lain mengatakan kepada Reuters bahwa ada ketidaksepakatan tentang bahasa seputar iklim dan juga referensi tentang perang di Ukraina.

 

Menteri LHK sebelumnya mengatakan bahwa ia berharap komunike bersama akan ditandatangani pada akhir hari, tetapi kemudian tidak menyebutkan hal tersebut saat konferensi persnya pada hari Rabu.

 

Sementara itu, Menteri Energi Sumber Daya Mineral Republik Indonesia, Arifin Tasrif, menyebutkan kepada wartawan bahwa pertemuan menteri transisi energi pada hari Jumat belum menyepakati komunike bersama “karena ada perbedaan antarnegara.” Namun, bagaimanapun, proposal tidak mengikat yang disebut Bali Compact telah disahkan oleh anggota G20 dan akan dirundingkan saat pertemuan para pimpinan negara G20 pada bulan November nanti.

 

Indonesia, selaku pengekspor utama dan pengguna batubara, telah bergabung dalam perjanjian global untuk menghentikan penggunaan batubara secara bertahap dan menginginkan hampir seperempat energinya berasal dari sumber terbarukan pada tahun 2025, naik dari sekitar 12% pada saat ini.

 

“Yang penting sekarang kita bekerjasama untuk mengkoordinasikan kebijakan, memperkuat kerjasama, dan memastikan agenda transisi energi kita bergerak maju,” kata Arifin saat membuka pertemuan di Bali.

 

Menggarisbawahi tantangan ke depan, Badan Energi Internasional dalam sebuah laporan pada hari Jumat menyatakan bahwa Indonesia perlu memastikan reformasi kebijakan terjadi agar bisa lebih cepat  beralih ke energi yang lebih bersih mengingat teknologi tersebut sudah tersedia secara komersial dan hemat biaya.

 

Bali Compact, yang rinciannya tidak segera tersedia, bertujuan untuk memperkuat perencanaan dan pelaksanaan energi nasional, meningkatkan investasi dan pembiayaan, serta meningkatkan ketahanan energi, kata Arifin.

 

Ketua Indonesia juga tidak merilis komunike bersama setelah perundingan iklim G20 awal pekan ini, yang diwarnai keberatan atas bahasa yang digunakan pada target iklim dan perang di Ukraina.

 

Pertemuan Iklim G20 Berlangsung Saat Cuaca Ekstrem

 

Pertemuan iklim G20 berlangsung ketika peristiwa cuaca ekstrem –  kebakaran, banjir, dan gelombang panas – melanda beberapa bagian dunia, termasuk banjir yang belum pernah terjadi sebelumnya di Pakistan dalam beberapa pekan terakhir yang telah menewaskan sedikitnya seribu orang.

 

Para ilmuwan mengatakan sebagian besar peristiwa cuaca ekstrem seperti itu disebabkan oleh perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia dan hanya akan meningkat dalam tingkat keparahan dan frekuensi saat dunia mendekati ambang batas pemanasan 1,5 °C di atas tingkat praindustri.

 

Pejabat lingkungan dari Australia, Brasil, India, Jepang, Korea Selatan, dan utusan khusus Presiden AS untuk iklim, John Kerry, adalah beberapa orang yang menghadiri perundingan di Bali.

 

Indonesia sebagai ketua G20 saat ini mengundang perwakilan dari Uni Afrika untuk bergabung dalam pembicaraan untuk pertama kalinya, kata Siti, seraya menambahkan bahwa suara dari semua negara, terlepas dari kekayaan dan ukurannya, harus didengar.

 

Turut hadir adalah Alok Sharma, presiden Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (COP26) ke-26 tahun lalu, yang mengatakan perang di Ukraina telah meningkatkan urgensi kebutuhan untuk beralih ke sumber energi terbarukan. KTT iklim COP27 akan diadakan di Mesir November ini.

 

“Krisis energi saat ini telah menunjukkan kerentanan negara-negara yang mengandalkan bahan bakar fosil yang dikendalikan oleh aktor-aktor yang bermusuhan,” katanya. “Keamanan iklim telah menjadi sinonim dengan keamanan energi dan ancaman kronis perubahan iklim tidak akan hilang,” tambahnya.(*)

 

Sumber:

https://www.reuters.com/business/energy/indonesia-seeks-g20-buy-in-energy-transition-agenda-2022-09-02/

https://www.reuters.com/business/environment/g20-host-indonesia-urges-cooperation-tackle-global-climate-issues-2022-08-31/

Related Article

id_IDID