Madani

[sub_categories]
[post_image]
[post_title]

Yayasan Madani Berkelanjutan merangkum beberapa peristiwa penting terkait dengan kondisi ekonomi-politik yang terjadi dalam sepekan terakhir (20 Juli 2021 – 26 Juli 2021), berikut cuplikannya:

1. Poin yang Menghambat G20 Membuat Komitmen untuk Atasi Perubahan Iklim

Konferensi tingkat menteri G20 gagal menyepakati kata-kata komitmen utama dalam mengatasi perubahan iklim. Menteri Transisi Ekologi Italia, Roberto Cingolani, Jumat (23/7), menyatakan, poin yang belum disepakati itu akan diteruskan untuk dibahas di pertemuan puncak G20 di Roma, pada Oktober mendatang.

Cingolani mengatakan negosiasi G20 dengan China, Rusia dan India terbukti sangat sulit. Menurut Cingolani, pada akhirnya China dan India menolak untuk menandatangani poin yang dipermasalahkan. Salah satu poin itu adalah menghapus secara bertahap pembangkit listrik tenaga batu bara. Sebagian besar negara anggota G20 ingin tujuan itu tercapai pada tahun 2025. Namun beberapa negara lainnya menyatakan, target itu mustahil mereka penuhi.

Poin lain yang diperdebatkan seputar batas kenaikan suhu global, yang menurut Perjanjian Paris 2015 berkisar 1,5 derajat Celcius hingga 2 derajat Celcius. Beberapa negara ingin lebih cepat dari apa yang disepakati di Paris dan bertujuan untuk membatasi suhu pada 1,5 derajat dalam satu dekade. Tetapi yang lain, dengan lebih banyak ekonomi berbasis karbon, mengatakan mari kita tetap berpegang pada apa yang disepakati di Paris.

Kegagalan G20 untuk menyepakati bahasa yang sama menjelang pertemuan itu kemungkinan akan dilihat sebagai kemunduran bagi harapan dunia untuk mengamankan kesepakatan yang berarti di COP 26.

2. ADB Siapkan US$80 Miliar untuk Pendanaan Program Perubahan Iklim

Asian Development Bank (ADB) menyampaikan komitmen untuk terus membantu usaha negara-negara berkembang dalam melakukan transisi ke ekonomi hijau, secara adil dan terjangkau. Presiden ADB Masatugu Asakawa mengatakan akan menyediakan US$80 miliar secara kumulatif dari 2019 hingga 2030, untuk pembiayaan program perubahan iklim.

Tidak hanya itu, Asakawa menyebut ADB mendorong program sponsor dari sektor swasta untuk mengambangkan Energy Transition Mechanism (ETM) di Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Asakawa lalu menyebut ETM sebagai metode yang berbasis pasar dan adil untuk mempercepat transisi dari pembangkit tenaga batu bara, serta memulai pertumbuhan penggunaan energi terbarukan.

3. Persiapan Indonesia Hadapi Konferensi Dunia Tentang Perubahan Iklim

Menjelang perundingan COP UNFCCC ke 26 yang akan diselenggarakan di Glasgow, Britania Raya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya secara virtual pada awal pekan ini memberikan arahan kepada para calon Delegasi Republik Indonesia (DELRI) yang akan menjadi negosiator dalam berbagai persidangan COP-26 UNFCCC.

Dalam keterangan tertulis yang diterima pada Rabu (21/07/2021), Menteri Siti menyampaikan beberapa hal yang dapat menjadi wawasan bagi para calon Delri. Pertama, adalah terkait pembaruan Nationally Determined Contributions (Updated NDC) Indonesia.

Pada updated NDC yang telah disusun, Indonesia berkomitmen menaikkan ambisi adaptasi perubahan iklim, dengan memasukkan aksi-aksi yang lebih nyata, adaptasi di sektor kelautan, serta lebih terintegrasi dengan isu-isu penting lainnya, seperti keanekaragaman hayati dan desertifikasi.

Menteri Siti menyampaikan lebih lanjut, Updated NDC secara implisit menunjukkan ambisi 41% target yang akan dicapai, dengan memperkuat langkah-langkah implementasi kerjasama teknis luar negeri dalam hal teknologi dan pengembangan sektor swasta. Misalnya, dalam kegiatan electric-mobility yang telah dirintis dan dimulai seperti pengembangan listrik solar panel.

Kemudian juga mempertegas peran teknologi dan kerja sama internasional swasta dan dukungan internasional seperti dalam hal proyeksi rehabilitasi mangrove hingga 600.000 Ha sampai dengan akhir 2024, peningkatan peran rehabilitasi lahan oleh swasta hingga hingga lebih dari 200.000 hektar, hingga pengembangan kompleks green industry supported by green energy di Kalimantan Utara seluas 12.000 Ha.

Kedua, Pemerintah Indonesia telah menyusun strategi jangka panjang yang akan menjadi pedoman dalam implementasi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim serta komitmen NDC lima-tahunan selanjutnya. Sejak tahun 2020, Indonesia telah berproses untuk menyusun dokumen Long-term Strategy on Low Carbon and Climate Resilience 2050 (LTS-LCCR 2050), menuju net-zero emissions dengan tetap mempertimbangkan kondisi ekonomi yang bertumbuh, berketahanan iklim dan berkeadilan. Sektor Agriculture, Forestry dan Land Use (AFOLU) dan sektor energi akan sangat menentukan pathways yang akan dituju pada tahun 2050. Dengan skenario paling ambisius yaitu Low Carbon Compatible with Paris Agreement (LCCP), secara nasional Indonesia akan mencapai peaking pada tahun 2030 dengan sektor FOLU sudah mendekati net sink.

Ketiga, Menteri Siti kemudian menyakinkan kepada calon delegasi, bahwa Indonesia cukup baik dalam upaya pengendalian perubahan iklim. Pada forum multilateral, Indonesia seringkali menjadi sorotan atas capaian, prestasi, dan kebijakan yang menawarkan solusi. Sedangkan secara bilateral, Indonesia di berbagai kesempatan didekati oleh negara yang dengan maksud untuk menjadi mitra dalam menangani perubahan iklim.

4. Bappenas: Potensi Kerugian Ekonomi Akibat Perubahan Iklim Rp 115 T

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) atau Bappenas memperkirakan kerugian ekonomi akibat dampak perubahan iklim bisa mencapai Rp 115 triliun pada 2024. Oleh sebab itu, pemerintah terus mendorong adanya pembangunan berkelanjutan yang ramah lingkungan. Staf Ahli Bidang Sinergi Ekonomi dan Pembiayaan Bappenas, Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan kerugian itu berasal dari empat sektor yakni air, kesehatan, laut pesisir, dan pertanian.

Untuk itu, sangat penting bagi Indonesia mengadopsi langkah-langkah guna menuju pembangunan rendah karbon dan mengimplementasikan konsep ekonomi sirkular. Pasalnya, ekonomi sirkular menawarkan potensi yang cukup besar untuk Indonesia.

Indonesia sendiri telah berkomitmen untuk mengadopsi konsep ekonomi sirkular ke dalam visi Indonesia 2045, dan telah diprioritaskan ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Ekonomi sirkular menurut dia dapat meningkatkan ketahanan dan manfaat ekonomi jangka panjang. Penerapan ekonomi sirkular di lima sektor prioritas mampu menambah Produk Domestik Bruto (PDB) hingga mencapai Rp 642 triliun.

Di samping itu ekonomi sirkular juga membantu Indonesia dalam mencapai penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 126 juta ton CO2 pada tahun 2030. Selain itu, pihaknya juga mengestimasikan bahwa limbah makanan (food loss dan food waste) periode 2000-2019 menghasilkan kerugian ekonomi hingga Rp 551 triliun.

5. Ombudsman: 75 Pegawai KPK Harus Dilantik Jadi ASN Sebelum 30 Oktober

Ombudsman RI mengungkap temuan maladministrasi dalam proses tes wawasan kebangsaan (TWK) untuk alih status pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi aparatur sipil negara (ASN).  Ketua Ombudsman Mokhammad Najih mengatakan pihaknya memfokuskan pemeriksaan pada tiga isu, yakni rangkaian proses pembentukan kebijakan pengalihan pegawai KPK menjadi ASN, proses pelaksanaan dari peralihan pegawai KPK menjadi ASN, dan pada tahap penetapan hasil asesmen tes wawancara kebangsaan (TWK).Tiga hal ini yang oleh Ombudsman RI ditemukan potensi maladminstasi.

Terkait temuan itu, Ombudsman memberikan catatan perbaikan untuk KPK. Salah satunya adalah pelaksanaan alih status harus mengacu pada Undang-Undang Nomor 19 tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi dan Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 2020 tentang Pengalihan Pegawai KPK. Selain itu, alih status juga harus berdasarkan pertimbangan Mahkamah Konstitusi (MK) dan pernyataan presiden Joko Widodo serta temuan Ombudsman terkait maladministrasi.

Berdasarkan hal tersebut, Ombudsman menilai 75 pegawai KPK yang dinyatakan tak lolos TWK berhak menjadi ASN. Maladministrasi itu ditemukan Ombudsman RI setelah menyelesaikan serangkaian proses pemeriksaan atas pengaduan perwakilan 75 pegawai KPK yang dinonaktifkan akibat adanya kebijakan tersebut. Catatan lainnya adalah KPK harus memberikan penjelasan kepada pegawai perihal konsekuensi pelaksanaan TWK dan hasilnya dalam bentuk informasi atau dokumen sah.

Lalu, Ombudsman menilai hasil TWK hendaknya menjadi bahan masukan untuk langkah-langkah perbaikan dan tidak serta merta dijadikan dasar untuk memberhentikan 75 pegawai KPK yang tidak memenuhi syarat. Catatan lainnya, terhadap pegawai KPK yang dinyatakan tidak memenuhi syarat diberikan kesempatan untuk memperbaiki melalui pendidikan kedinasan tentang wawasan kebangsaan.

Related Article

[related_posts]