Yayasan Madani Berkelanjutan merangkum beberapa peristiwa penting terkait dengan kondisi ekonomi-politik yang terjadi dalam sepekan terakhir (18 Mei-24 Mei 2021), berikut cuplikannya:
1. Peraturan Menteri Kominfo Nomor 5 Tahun 2020 tentang tentang Penyelenggaraan Sistem Elektronik Lingkup Privat
Peraturan Menteri Kominfo Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) Lingkup Privat mewajibkan setiap PSE untuk mendaftarkan diri ke Kominfo untuk memperoleh sertifikat. Platform elektronik diminta untuk mendaftar dalam kurun waktu enam bulan setelah aturan tersebut diundangkan pada 24 November 2020. Aturan itu menyebut beberapa pihak yang wajib terdaftar ke Kominfo yakni PSE yang beroperasi di Indonesia, memberikan layanan atau dipergunakan di Indonesia. Ini tak terkecuali mereka yang didirikan di negara lain atau berdomisili tetap di negara lain seperti Facebook, TikTok, hingga Clubhouse.
Mereka harus melaporkan mulai dari model bisnis hingga data pribadi yang diproses. Platform juga diminta untuk memberikan akses sistem elektronik jika diminta kementerian/lembaga dan harus diberikan selama memenuhi syarat. PSE privat juga dituntut untuk membantu penegak hukum untuk penanganan perkara dan data yang diminta wajib diberikan paling lambat 5 hari waktu kalender sejak permintaan diajukan.
Peraturan ini menuai kritikan dari beberapa pihak. SAFEnet mengatakan peraturan ini berpotensi menjadi “pelanggaran hak-hak dasar atau hak-hak asasi manusia yang dilegalkan.” Peraturan ini berpotensi bertentangan dengan Pasal 12 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dan Pasal 17 Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik karena membuat data pribadi begitu mudah diakses oleh otoritas, padahal selama ini saja tak ada pengawasan yang independen dalam memperoleh akses serta data tersebut kerap disalahgunakan. Peraturan ini juga memungkinkan dilakukannya pemutusan akses yang itu bermakna berpotensi terjadinya pembatasan hak pengguna. Terdapat 65 kata ‘pemutusan akses’ dalam peraturan itu. Standar pembatasannya pun dianggap karet.
Kemudian, substansi peraturan ini juga dianggap “melampaui batasan yang diberikan dalam UU 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.” Secara legal, “materi muatan Permenkominfo semestinya sebatas dalam rangka ‘penyelenggaraan urusan tertentu dalam pemerintahan’,” sementara “substansi Permenkominfo 5/2020 mengandung materi muatan yang mencakup pengaturan hak-hak digital, termasuk pembatasannya.”
Peneliti dari Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Wahyudi Djafar menjelaskan bahwa peraturan ini tidak jelas mekanisme hingga pengawasannya. Wahyudi mengatakan bahwa data pribadi dan pembatasan hak seperti takedown hanya bisa dilakukan lewat dua cara, yakni lewat regulasi setingkat undang-undang atau putusan pengadilan dan Permenkominfo jelas menabrak itu. Ia juga khawatir pihak yang mendapatkan akses seperti pemerintah, lembaga, maupun penegak hukum melakukan abuse of power dengan mengambil materi yang tidak sesuai dengan surat permohonan kepada platform. Selain itu, Permenkominfo 5/2020 juga menimbulkan situasi state-centered karena membuat pemerintah menjadi regulator, pengawas, sekaligus pemberi sanksi. Hal ini menurutnya jauh dari nilai demokrasi.
2. Kelompok G7 Sepakat Hentikan Pendanaan Batu Bara untuk Atasi Perubahan Iklim
Tujuh negara maju yang tergabung dalam kelompok G7 sepakat untuk menghentikan pendanaan internasional proyek batu bara yang mengeluarkan emisi karbon pada akhir tahun ini, termasuk penghentian dukungan untuk semua bahan bakar fosil, untuk memenuhi target perubahan iklim yang telah disepakati secara global. Negara-negara G7 juga setuju untuk bekerja dengan mitra global lainnya untuk mempercepat penyebaran kendaraan tanpa emisi, melakukan dekarbonisasi sektor tenaga listrik pada tahun 2030-an, dan menghindari pembiayaan bahan bakar fosil internasional, meskipun tidak ada tanggal spesifik yang diberikan untuk targetnya. Meskipun demikian, hal yang perlu menjadi catatan adalah negara-negara G7 perlu menetapkan jadwal yang lebih ketat dalam implementasi kesepakatan ini.
3. Uni Eropa Dinilai Tidak Konsisten Soal Kelapa Sawit Indonesia
Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga menilai sikap Uni Eropa mengenai sawit Indonesia tidak konsisten dengan prinsip dasar fair and free trade. Menurutnya, Uni Eropa terkesan terus mencari-cari alasan untuk menghambat masuknya produk sawit ke kawasan itu.
Dimana, alasan yang dipakai dinilai tidak cukup kuat secara ilmiah, sehingga disinyalir hanya merupakan upaya untuk menghindar dari persaingan pasar yang adil.
Menurut Jerry dasar berpikir Uni Eropa telah salah khususnya dalam implementasi parameter-parameter mengenai lingkungan. Selain itu, Uni Eropa cenderung melihat secara parsial dan tidak melihat proses sejarah dengan baik dalam penggunaan lahan.
Jerry menegaskan bahwa Indonesia berhak untuk mengalokasikan sumber-sumber daya sesuai dengan kerangka kebijakan yang dipunyai Indonesia sendiri. Itu merupakan bentuk kedaulatan ekonomi Indonesia. Apalagi dalam menyusun kebijakan ekonomi dan pembangunan, Indonesia sudah mempunyai berbagai pertimbangan multi sektor termasuk dalam isu lingkungan, sosiologis dan kesehatan.
Sebagai informasi, Uni Eropa mempermasalahkan produk kelapa sawit Indonesia, khususnya biodiesel karena melanggar ILUC dan REDD+. Indonesia menggugat hambatan perdagangan itu di WTO. Jerry beberapa kali memimpin delegasi Indonesia di Jenewa melawan argumen Uni Eropa. Jerry optimistis Indonesia akan memenangkan gugatan dan kelapa sawit Indonesia akan bisa memperkuat peran di pasar Internasional.
4. Peretasan Aktivis Anti Korupsi
Sejumlah aktivis antikorupsi mengalami upaya peretasan saat melaksanakan diskusi daring bersama delapan mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Senin (17/5) kemarin yang bertajuk “Menelisik Pelemahan KPK Melalui Pemberhentian 75 Pegawai”. Upaya peretasan dialami oleh anggota Indonesia Corruption Watch (ICW) hingga para mantan pimpinan KPK yang jadi pembicara dalam konferensi pers yang menyikapi upaya pemberhentian 75 pegawai KPK yang tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK).
Busyro Muqoddas mengatakan upaya peretasan sudah terjadi sebelum ia mengisi diskusi. Ia menerima panggilan telepon bertubi-tubi dari nomor tidak dikenal atau robocall. Menurutnya nomor yang mengganggunya memiliki kemiripan: angka di awal sama, yakni 0821, namun di belakang berbeda-beda secara berurutan. Begitu juga dengan Bambang Widjojanto. Ia sampai terlambat menghadiri diskusi ICW lantaran ada pihak tak bertanggung jawab mengambil alih telepon genggamnya. Seperti Busyro, Bambang juga diberondong panggilan telepon.
Peneliti ICW Wana Alamsyah mengatakan terdapat sembilan pola peretasan selama diskusi berjalan: dari mulai akun tak dikenal masuk dengan menggandakan nama pembicara dan dengan nama staf ICW, mendadak muncul foto dan video porno, dan mikrofon mendadak bisu dan video tetiba mati. Semestinya dalam diskusi tersebut turut hadir mantan Komisioner KPK lain, Abraham Samad. Namun Samad gagal mengakses tautan yang diberikan panitia, diduga masih berkenaan dengan upaya peretasan. Kemudian peretas berusaha memecah konsentrasi moderator bernama Nina dengan cara membajak akun ojek daringnya. Lalu delapan orang staf ICW mengalami pengambilan paksa akun WhatsApp; beberapa orang yang diretas diberondong panggilan telepon dari nomor Amerika Serikat dan nomor Telkomsel; akun surat elektronik dan Telegram milik para staf ICW juga coba diambil alih namun gagal.
Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Firman Noor, menilai dugaan peretasan yang dilakukan pada konferensi pers daring Indonesia Corruption Watch (ICW) pada 17 Mei 2021 merupakan kemunduran dalam kebebasan berpendapat. Di negara demokrasi, semua warga bebas menyampaikan kritik. Ketidaksetujuan pada kritik harus disampaikan secara argumentatif. Dugaan adanya peretasan dalam forum publik yang diselenggarakan secara daring dapat berdampak buruk. Semangat warga untuk berbicara secara bebas bisa menurun.