Madani

Tentang Kami

Pentingnya Sinergi Antarpemangku Kepentingan untuk Mencapai Indonesia FOLU Net Sink 2030 dan Net Zero Emission 2050

[Madani News] Kebijakan Indonesia FOLU Net Sink 2030 (IFNET 2030) merupakan bentuk keseriusan pemerintah Indonesia untuk mengatasi krisis iklim, khususnya dalam mencapai net zero emissions pada 2060 atau lebih cepat. Laporan IPCC ke-6 menegaskan bahwa tanpa kebijakan dan aksi iklim yang lebih kuat menuju 2030, kenaikan suhu bumi akan melebihi 3 °C, jauh dari ambang batas 1,5 °C sesuai dengan target Persetujuan Paris.

Salah satu upaya pemerintah Indonesia dalam menahan laju kenaikan suhu global berwujud Nationally Determined Contribution (NDC) yang turut menarget sektor FOLU (17,2% dari 29% dalam CM1) dan visi pembangunan rendah karbon serta berketahanan iklim yang tertuang dalam Long-Term Strategy for Low Carbon and Climate Resilience (LTS-LCCR) 2050.

Selain menjadi tumpuan pengurangan emisi Indonesia, sektor FOLU juga menjadi penopang utama pembangunan ekonomi sampai saat ini. “Untuk mendorong pencapaian FOLU Net Sink sudah saatnya kita beranjak dari paradigma yang memandang manfaat dan nilai ekonomi hutan hanya dari kayu. Padahal, banyak potensi yang dapat dimanfaatkan untuk pembangunan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Agar penerapan kebijakan Indonesia FOLU Net Sink 2030 berjalan efektif, harus ada sinergi antara rencana pengelolaan hutan, dengan memaksimalkan peluang-peluang yang ada, termasuk kontribusi dari para pelaku usaha. Diperlukan kolaborasi antara pihak swasta, pemerintah, dan masyarakat sipil untuk mencapai komitmen iklim.” Demikian pesan Nadia Hadad, Direktur Eksekutif Yayasan Madani Berkelanjutan, pada 16 Juni 2022, saat membuka Serial Diskusi Publik Menjaga Hutan, Menjaga Indonesia pertama bertajuk “Peran Bisnis Kehutanan dalam Mencapai FOLU Net Sink 2030” yang diselenggarakan Forest Digest bersama Yayasan Madani Berkelanjutan.

Serial Diskusi Publik I ini dihadiri oleh empat narasumber, antara lain Ir. Istanto, M.Sc., Direktur Bina Usaha Pemanfaatan Hutan, Ditjen PHL, KLHK; Prof. Dodik Ridho Nurrochmat, Guru Besar Fakultas Kehutanan dan Lingkungan, IPB University; Dharsono Hartono, CEO PT Rimba Makmur Utama; dan Purwadi Soeprihanto, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI). Diskusi dimoderasi oleh Galuh Sekar Arum dari Forest Digest.

Asep Sugih Suntana menjelaskan bahwa Pengelolaan Hutan Berkelanjutan telah lama digagas dan diusung oleh berbagai lembaga pemerintah dan nonpemerintah, baik pada level internasional maupun nasional. Menurutnya, bisnis kehutanan Indonesia juga telah bertransformasi dari yang awalnya hanya bergantung pada Hasil Hutan Kayu (HHK) ke arah Multi Interests Forestry, yaitu kehutanan multiproduk, multiusaha, dan multijasa. Direktur Utama Forest Digest ini kemudian menyimpulkan bahwa IFNET 2030 adalah kebijakan baru yang perlu ditilik dan didukung dengan baik melalui proses pengayaan pengetahuan dari pihak-pihak yang beragam.

Sementara itu, Ir. Istanto, M.Sc., Direktur Bina Usaha Pemanfaatan Hutan, Ditjen PHL KLHK, menyampaikan bahwa Pengelolaan Hutan Lestari (PHL) menjadi tulang punggung pencapaian Indonesia FOLU Net Sink 2030, khususnya SILIN (silvikultur intensif) dan RIL-C (Reduced Impact Logging for Climate). Ia juga menekankan bahwa Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) yang berorientasi kayu harus beranjak ke agroforestry melalui multiusaha kehutanan.

Dharsono Hartono, CEO PT Rimba Makmur Utama (RMU), sangat optimis dengan target IFNET, meskipun ia merasa bahwa pencapaiannya masih memerlukan kegiatan dan regulasi yang meyakinkan. Berdasarkan pengalamannya mengelola Mentaya-Katingan Project, ia percaya bahwa kunci untuk mewujudkan perubahan yang benar-benar transformatif adalah menjalin kemitraan erat dengan masyarakat lokal.

Purwadi Soeprihanto, Sekjen Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI), menjelaskan bahwa perlu ada insentif yang lebih agar target komitmen iklim bisa tercapai dan leverage untuk mendorong faktor pengungkit dalam peningkatan serapan hutan.

Prof. Dodik Ridho Nurrochmat, Guru Besar Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University, menekankan pentingnya semangat kolaborasi dan sinergi antarpihak dalam menyukseskan IFNET 2030 yang merupakan kepentingan bersama. Ia juga mengingatkan bahwa IFNET 2030 membutuhkan pendanaan sekitar Rp200 triliun yang 80% diperkirakan akan berasal dari sektor swasta, sehingga perlu ada daya tarik khusus bagi pihak swasta.

Diskusi kali ini adalah diskusi pertama dari serangkai Diskusi Publik Menjaga Hutan, Menjaga Indonesia yang akan diselenggarakan Forest Digest bersama Yayasan Madani Berkelanjutan sampai Agustus 2022. Semua paparan narasumber dari sesi diskusi pertama dapat Anda unduh di bawah ini

Related Article

id_IDID