Madani

Tentang Kami

Pemulihan Gambut dan Mangrove Berbasis Capaian, Kunci Pencapaian Komitmen Iklim Indonesia

Pemulihan Gambut dan Mangrove Berbasis Capaian, Kunci Pencapaian Komitmen Iklim Indonesia

[Jakarta, 28 Desember 2020] Yayasan Madani Berkelanjutan mengapresiasi dilantiknya Hartono Prawiraatmadja sebagai Kepala Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM), pada 23 Desember 2030. Pelantikan ini berdasarkan pada Keputusan Presiden Nomor 78/M Tahun 2020 tentang Pengangkatan Kepala Badan Restorasi Gambut dan Mangrove. Hartono menggantikan Nazir Foead yang telah mengemban amanat sebagai Kepala Badan Restorasi Gambut (BRG) pada 2016 – 2020.

Perlindungan dan pemulihan gambut sangat penting untuk dilanjutkan, untuk itu tidak dapat dibatasi oleh hanya 1 periode masa pemerintahan. Mengingat tantangan dan ancaman yang akan datang dari legislasi menambah risiko pelemahan aturan perlindungan hutan dan lingkungan untuk kepentingan investasi lewat UU Cipta Kerja dan Peraturan Pelaksananya. Indonesia terancam gagal lebih cepat dalam mencapai komitmen, jika gambut rusak,” ungkap Yosi Amelia, Program Officer Hutan dan Perubahan Ikilm, Yayasan Madani Berkelanjutan.

Diperluasnya tugas Badan Restorasi Gambut, selain tetap melakukan restorasi pada kawasan gambut, dan ditambahkan dengan upaya melakukan rehabilitasi mangrove di kawasan hutan dan di luar kawasan hutan yang terdegradasi atau kritis, membuat Badan ini tak bisa sekedar menjalankan rutinitas dan biasa-biasa saja. Kelembagaannya harus lebih diperkuat serta tidak dibatasi dalam kurun waktu 1 periode pemerintahan Karena pemulihan ekosistem gambut membutuhkan waktu yang cukup lama dan konsistensi” tambah Yosi.

Fadli Ahmad Naufal, GIS Specialist Yayasan Madani Berkelanjutan menganalisis bahwa saat ini luas ekosistem gambut yang terancam sekitar 24 juta hektare. “Selain itu, badan ini juga akan menghadapi sengkarut gambut dengan perizinan yang lain seluas 21,3 juta Hektare. Ancaman lain juga setidaknya ada ekosistem gambut lindung di food estate seluas 838 ribu hektare,” ungkap Fadli Ahmad Naufal.

Tidak hanya itu, tupoksi Badan Restorasi Gambut dan Mangrove ini juga harus lebih diperjelas, mengingat kewenangan terkait emisi dan reduksi emisi yang terdapat di UU Cipta Kerja tidak lagi dicantumkan. Juga dalam Peraturan Presiden No. 92 Tahun 2020 tentang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tidak mencantumkan sama sekali fungsi dan tupoksi terkait penurunan emisi gas rumah kaca dari Deforestasi, Degradasi Hutan dan Lahan Gambut  yang diamanatkan pada suatu badan tertentu. Selain itu, dalam Perpres 92 Tahun 2020 sudah menghilangkan pasal terkait ‘pencegahan, penanggulangan, dan pemulihan’ yang sebelumnya ada di Perpres 16 Tahun 2015 menjadi ‘pengendalian’. Hal ini akan berpotensi melemahkan perlindungan ekosistem gambut,” kata Yosi Amelia.

Sesuai dengan rencana pembangunan yang tertuang dalam RPJMN 2020-2024, bahwa ditargetkan gambut yang harus direstorasi bertambah menjadi 1,5-2 juta hektare dari target pada 2015. Sementara itu, target restorasi 2015-2020 hanya tercapai 8 persen atau 143.448 ha dari target 1.784.353 ha pada kawasan budidaya/konsesi, dan 77 persen atau 682.694 ha dari target 892.248 ha di lahan gambut non-konsesi. Hal ini tentunya harus diperbaiki dan diperkuat kelembagaan dan kewenangan BRG untuk mencapai target yang cukup besar untuk restorasi dan pemulihan ekosistem gambut di 7 provinsi prioritas, kemudian ditambah dengan mangrove” tambah Yosi Amelia. [ ]

Narahubung:

– Yosi Amelia, Program Officer Hutan dan Perubahan Iklim Yayasan Madani Berkelanjutan, 08193-2217-1803, yosi@madaniberkelanjutan.id

– Luluk Uliyah, Senior Media Communication Officer Yayasan Madani Berkelanjutan, 0815-1986-8887, luluk@madaniberkelanjutan.id

Related Article

GAMBUT BENTENG TERAKHIR PERLINDUNGAN HUTAN

GAMBUT BENTENG TERAKHIR PERLINDUNGAN HUTAN

[MadaniNews, Jakarta 23/01/2019] Gambut adalah benteng terakhir perlindungan hutan. Upaya perlindungan ini membutuhkan dukungan semua pihak, baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, korporasi dan masyarakat. Demikian benang merah dari Diskusi Publik : “Empat Tahun Merawat Gambut” yang dilaksanakan oleh Yayasan Madani Berkelanjutan pada 22 Januari 2020.


Narasumber dalam diskusi ini antara lain Johny Sumbung (Direktur Kesiapsiagaan BNPB), Myrna A Safitri (Deputi Bidang Edukasi, Sosialisasi, Partisipasi dan Kemitraan BRG), Susan Lusiana (Project Coordinator Partner for Resilience Wetlands International Indonesia), M. Teguh Surya (Direktur Eksekutif Madani Berkelanjutan). Turun juga berdiskusi adalah M. Habibi (Manager Program Save Our Borneo) dan Wideni (Ketua MPA Desa Henda, Kalimantan Tengah) yang hadir via telepon.

Diskusi ini juga dihadiri oleh jurnalis, lembaga swadaya masyarakat dan organisasi anak muda. Pada diskusi ini juga diluncurkan Film Dokumenter “Merawat Hutan Tersisa – Nurturing the Hope”.

Kita patut memberikan apresiasi bahwa pemerintah sedang berupaya keras untuk menggenjot perekonomian Indonesia, namun juga perlu adanya perbaikan, dengan mengakomodir kepentingan lingkungan di dalamnya,”, ujar Teguh Surya, Direktur Eksekutif Madani Berkelanjutan.

Sementara itu, Deputi Bidang Edukasi, Sosialisasi, Partisipasi dan Kemitraan BRG, Myrna A. Safitri mengatakan jika untuk memulihkan gambut yang rusak, butuh waktu yang tidak sedikit, sedangkan BRG sendiri hanya memiliki waktu tidak lebih dari 5 tahun.

Jika kita bandingkan dengan Jepang, kerusakan gambut di sana 300 hektar dengan masa pemulihan sekitar 10 tahun. Seharusnya Indonesia yang memiliki 2,67 juta hektar gambut yang rusak membutuhkan waktu yang lebih” ujar Myrna.


Terkait dengan kebakaran lahan gambut, Direktur Kesiapsiagaan BNPB, Johny Sumbung menyampaikan bahwa BNPB melakukan langkah-langkah mitigasi, seperti penaksiran wilayah yang pernah mengalami kebakaran hutan dan lahan (karhutla), untuk mencegah kebakaran seperti 2019. “BNPB akan melakukan upaya semaksimal mungkin, namun tetap dukungan dan sinergi dari banyak pihak,” kata Johny. [ ]

Related Article

en_USEN_US