Madani

Tentang Kami

MADANI BERKELANJUTAN PRESENTS RESULTS OF FEASIBILITY STUDY ON SUB-NATIONAL NDC IMPLEMENTATION TO BAPPEDA OF WEST KALIMANTAN PROVINCE

MADANI BERKELANJUTAN PRESENTS RESULTS OF FEASIBILITY STUDY ON SUB-NATIONAL NDC IMPLEMENTATION TO BAPPEDA OF WEST KALIMANTAN PROVINCE

[Madani News, 29/10/2021] Yayasan Madani Berkelanjutan bersama Yayasan Climate Society, menyampaikan hasil studi kajian fisibilitas implementasi Nationally Determined Contribution (NDC) sub Nasional di Bappeda Provinsi Kalimantan Barat, pada Rabu, 27 Oktober 2021. 

Penyampaian kajian tersebut bertujuan untuk mendapatkan masukan serta menyepakati rencana tindak lanjut kepada Pemda dan OPD terkait di Kalbar.

Foto: Direktur Yayasan Madani berkelanjutan, Nadia Hadad menyampaikan tujuan kajian fisibilitas di Bappeda Kalimantan Barat.

Direktur Eksekutif Yayasan Madani Berkelanjutan, Nadia Hadad menjelaskan bahwa kajian ini adalah bentuk kontribusi organisasi masyarakat sipil dalam membantu memetakan berbagai modalitas yang sudah dimiliki Kalimantan Barat untuk memenuhi targetnya dalam mencapai NDC yang sudah direncanakan.

Harapannya kita bisa berdiskusi dan melihat lagi apa saja rekomendasi dalam hasil kajian ini supaya dapat diperbaiki dan kedepannya menjadi salah satu panduan dalam menyusun rencana aksi daerah yang tentunya dalam rangka memperkuat komitmen iklim Indonesia”, ujar Nadia Hadad.

Dalam acara tersebut, Prof. Dr. Rizaldi Boer sebagai tim ahli penyusun kajian menyebutkan bahwa NDC sangat penting untuk diintegrasikan dengan regulasi di daerah. “Proses perencanaan dan penyusunan RPJMD dan berbagai regulasi di daerah haruslah diintegrasikan dengan target NDC yang sudah dirancang secara nasional”, ujar Rizaldi Boer.

Foto: Prof.Dr.Rizaldi Boer menyampaikan hasil kajian fisibilitas NDC sub nasional di Bappeda Kalbar.

Sementara itu, Kepala Bappeda Provinsi Kalimantan Barat, Ir.Sukaliman,MT menyambut baik hasil kajian fisibilitas NDC sub nasional yang diinisiasi Yayasan Madani Berkelanjutan ini. “Kami sangat mengapresiasi kajian dari Yayasan Madani Berkelanjutan bersama Prof.Rizaldi Boer yang tentunya sangat mendukung upaya dan aksi kami dalam menurunkan emisi gas rumah kaca di daerah”, ujar Sukaliman.

Penyampaian hasil kajian ini merupakan salah satu bagian dari rangkaian kegiatan Yayasan Madani Berkelanjutan dalam mendukung aksi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim di Kalimantan Barat. Dan pada 28-29 Oktober 2021 dilanjutkan dengan Pelatihan Green Budget Tagging dan Scoring System bersama OPD terkait di Kalbar.

Related Article

Pak Jokowi, Mari Bersama Cegah Darurat Emisi

Pak Jokowi, Mari Bersama Cegah Darurat Emisi

Jakarta, 27 Oktober 2021. Krisis Iklim di depan mata. Tahun lalu cuaca ekstrem dan pandemi COVID-19 menjadi hantaman ganda bagi jutaan warga berbagai benua. Menurut Organisasi Meteorologi Dunia (WMO), 2020 menjadi satu dari tiga tahun terhangat yang pernah tercatat meski La Nina yang dingin sedang berlangsung. Lebih dari 30 juta orang menyingkir akibat peristiwa bencana yang dipicu cuaca buruk. Dan di Indonesia, sekitar 6,3 juta penduduk mengungsi karena terdampak bencana hidrometeorologi seperti hujan, banjir, atau tanah longsor.

Suhu rata-rata global tahun lalu 1,2 derajat Celsius lebih tinggi ketimbang era pra-industri (1850–1900). Padahal, sesuai target bersama, dunia ingin menghindar dari kenaikan temperatur hingga 1,5 derajat Celcius sembari membidik Net Zero Emission (NZE) pada 2060 demi mengurangi dampak perubahan iklim.

Dalam konteks ini, Indonesia berperan penting untuk ikut mengerem peningkatan suhu bumi. Sebagai negara dengan tutupan hutan tropis luas, Indonesia berpotensi menjadi negara adidaya yang bakal menentukan arah untuk menghadapi krisis iklim.

Misi sedemikian dapat dirintis pada 31 Oktober–12 November 2021 dalam acara UN Climate Change Conference of the Parties (COP26) ke-26 yang bakal digelar di Glasgow, Skotlandia. COP26, sebagai bagian dari Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC), merupakan forum tingkat tinggi signifikan bagi 197 negara untuk membahas perubahan iklim global dan rencana menghindari Krisis Iklim. Presiden Joko Widodo dijadwalkan hadir di sana.

Namun, menyumbang peran dalam hal sebegitu besar bukan perkara mudah. Indonesia perlu berinovasi dalam pembangunan ekonomi untuk mencapai target dimaksud, demikian komentar Chenny Wongkar, Peneliti Indonesian Center for Environmental Law (ICEL). Rencana pembangunan harus hijau, adil, dan seimbang. Tidak hanya memburu pertumbuhan, tapi pun mesti bertumpu pada kesejahteraan bersama serta kesadaran menjaga lingkungan.

Pembangunan semacam ini harus mengedepankan jaminan bahwa kondisi lingkungan hidup tetap terjaga, menunjang kesejahteraan masyarakat, dan meningkatkan kapasitas dalam menghadapi krisis iklim,” kata Chenny.

Untuk menunjukkan capaian atas pembangunan semacam itu, terdapat sejumlah indikator yang dapat ditengok. Di antara yang bisa digarisbawahi adalah masyarakat memiliki udara bersih dan bebas dari pencemaran, pembangunan tidak mengeksploitasi sumber daya esensial dan merusak lingkungan, serta kebutuhan dasar seperti energi, pangan, kesehatan, dan sanitasi dapat terjamin pemenuhannya. Hemat Chenny, Indonesia perlu menghentikan model ekonomi ekstraktif yang berfokus pada keuntungan jangka pendek dan beralih pada ekonomi hijau dengan keuntungan jangka panjang.

Langkah yang bisa diambil adalah segera beralih dari sumber energi berbasis fosil—seperti batu bara dan turunannya—menuju energi terbarukan. Sebab, sektor energi harus menjadi fokus peningkatan ambisi kebijakan iklim Indonesia.

Menurut Deon Arinaldo, Program Manager Energy Transformation, Institute for Essential Services Reform (IESR), mengutip pedoman dalam implementasi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim 2050 (LTS-LCCR 2050/ Long-Term Strategy on Low Carbon and Climate Resilient Development), sektor energi pada 2030 diperkirakan menghasilkan emisi lebih dari 1.100 juta ton CO2e. Sementara, ketika itu Indonesia diharapkan telah menurunkan emisi agar dapat meraih NZE sebelum 2060. Di sisi lain, 91% transportasi domestik saat ini masih didominasi energi fosil.

Dampak praktik tersebut buruk bagi lingkungan, sosial, dan keuangan negara. Seperti kerusakan hutan, korban lubang tambang, dan besarnya impor BBM.  Jika transisi energi hanya dilakukan pada sumber energi tak terbarukan seperti batu bara cair atau gas, peralihan menuju energi terbarukan sesungguhnya malah akan terhambat.  “Indonesia perlu transisi secara menyeluruh dari sumber energi berbasis fosil ke energi bersih dan terbarukan,” kata Deon.

Satu hal bertaut dengan hal lain. Untuk mencapai target NZE, hutan diperlukan sebagai penyerap emisi. Sedangkan, industri energi berbasis fosil terbukti merusaknya. Dalam perang melawan krisis iklim, kunci kemenangan bisa diraih dengan melindungi dan memulihkan ekosistem alam, begitu pendapat Salma Zakiyah, dari Program Hutan dan Iklim, Yayasan Madani Berkelanjutan. “Ekosistem gambut, hutan, mangrove, dan laut adalah penyerap karbon yang luar biasa dan vital dalam melindungi masyarakat dari dampak krisis iklim,” ujarnya.

Dalam empat tahun terakhir Indonesia mampu meredam laju deforestasi. Namun, belum semua bentang hutan alam dan ekosistem gambut tersisa Indonesia terlindungi. Artinya, sekitar 9,6 juta hektare hutan alam Indonesia dan 2,8 juta hektare ekosistem gambut masih terancam mengalami penggundulan.

Pemerintah juga harus merealisasikan target 12,7 juta hektare perhutanan sosial, agar masyarakat adat atau warga lokal bisa turut menjaga hutan. Selain itu, hutan-hutan yang telah rusak dan terbakar juga perlu direhabilitasi.

Target NZE alias nol emisi pun perlu didorong dari sektor sampah. Pengelolaan sampah seharusnya dilakukan secara menyeluruh sejak dari produksi hingga konsumsi. Menurut Yobel Novian Putra, Koordinator Aliansi Zero Waste Indonesia, selama ini ada kesalahan fokus pengelolaan sampah di Indonesia. Seyogianya, pengelolaan sampah harus difokuskan sejak dari hulu alias produsen dengan menegakkan Extended Producer Responsibility (EPR), yang mewajibkan produsen mengubah desain kemasan dari sekali pakai menjadi isi ulang. Semua kemasan yang diproduksi harus bisa didaur ulang, atau tidak menggunakan bahan berbahaya.

Di sisi hilir atau konsumen, sanksi tegas harus dijatuhkan bagi mereka yang tak memilah sampah. Konsumen juga perlu difasilitasi untuk mendaur ulang sampahnya. “Jika hanya fokus pada hilir, tak akan menyelesaikan masalah,” kata Yobel.

Pemerintah juga perlu menghapus teknologi pembakaran sampah (thermal incinerator ). Sebab, cara ini menghasilkan emisi gas rumah kaca dan abu yang serius.  Langkah yang perlu ditempuh adalah memacu pengomposan sampah domestik.  Dengan menerapkan metode tersebut, maka volume sampah bisa berkurang. Lahan uruk saniter (sanitary landfill) dan lahan uruk terkontrol  (controlled landfill) juga perlu dioptimalkan untuk mengurangi pelepasan gas metana dari sampah. Saat ini, ada 514 TPA (tempat pembuangan akhir) sampah kota/kabupaten yang masih memberlakukan sistem terbuka (open dumping) dan diproyeksikan melepas gas metana 296 MT CO2e pada 2030.

Jika langkah-langkah di atas kurang mengena, maka pemerintah bisa mendorong skema pembiayaan  yang merangsang ekonomi hijau. Brurce Mecca, analis Climate Policy Initiative (CPI), mengatakan banyak anggaran yang beralih ke sektor kesehatan dan pemulihan ekonomi selama pandemi COVID-19. Alhasil, anggaran iklim tidak menjadi prioritas. “Tantangannya, jangan sampai pergeseran ini terjadi untuk jangka panjang. Anggaran jangka panjang tetap difokuskan untuk ekonomi hijau,” kata dia.

Pemerintah perlu membuat kebijakan yang menarik bagi investasi hijau. Misalnya dengan memberi insentif bagi investasi hijau dan disinsentif bagi investasi sektor kotor. Insentif ini bisa dilakukan bagi pemerintah daerah. Misal dengan mendorong Dana Alokasi Umum atau Dana Alokasi Khusus untuk penganggaran energi hijau. Dengan kebijakan ini, investasi hijau dari swasta dan luar negeri diharapkan dapat terbetot.

Maka, kami Komunitas Peduli Krisis Iklim meminta pemerintahan Joko Widodo:

Memastikan arah pembangunan ekonomi hijau yang inklusif, berkeadilan, berorientasi pada pertumbuhan kesejahteraan, dan responsif terhadap Krisis Iklim, melalui pemenuhan ambisi Net Zero Emission lebih cepat dari 2060 melalui peta jalan yang jelas dan terukur;

Memastikan peralihan segera dari sumber energi berbasis fosil seperti batu bara dan turunannya menuju energi terbarukan, dengan kebijakan transisi energi yang inklusif, terdesentralisasi, terukur, dan berkeadilan;

Memastikan penguatan upaya perlindungan ekosistem alam, termasuk menghentikan alih guna lahan yang tidak selaras dengan aspirasi Indonesia mencapai Net Zero Emission lebih cepat dari 2060.

Memastikan pengelolaan sampah yang menyeluruh, mulai dari pola produksi dan konsumsi yang berkelanjutan.

Memastikan Indonesia menjadi negara tujuan investasi hijau yang inklusif, berkeadilan, dan berkelanjutan, dengan memperbesar insentif aliran pendanaan hijau dan disinsentif pendanaan kotor.

* * * *

Tentang Komunitas

Komunitas Peduli Krisis Iklim adalah kelompok masyarakat sipil yang peduli terhadap penanggulangan ancaman krisis iklim. Komunitas ini bertujuan mendorong pemerintah untuk melahirkan kebijakan yang berpihak pada kelestarian lingkungan dan akses masyarakat yang berkelanjutan terhadap hak-hak atas lingkungan.

Pihak yang bisa dihubungi:

Related Article

ROAD TO COP26 GLASGOW EVENT

ROAD TO COP26 GLASGOW EVENT

From 31 October to 12 November, the UK will host the 26th UN Climate Change Conference of the Parties (COP26) located in Glasgow, Scotland. COP26 aims to accelerate climate action to achieve the goals of the Paris Agreement and the UNFCCC. COP26 is important because this decade is the last opportunity for us to scale up climate action to achieve the 1.5-degree goal.

In order to welcome this grand agenda, civil society organizations, Madani Berkelajutan Foundation, Walhi, Kemitraan, and LTKL took part in the Indonesian pavilion at COP26.

READS ALSO: Inclusive And Collaborative Climate Action Under The Next Generation Leaderships: NPS Contributions to Long Term Development Strategy

One of the activities that will be held is a discussion with the theme Inclusive And Collaborative Climate Action Under The Next Generation Leaderships: NPS Contributions to Long Term Development Strategy, On Tuesday, 9, November 13.20 to 14.40 WIB.

In this discussion, a number of presenters were present, namely the Executive Director of the Partnership, Laode Muhammad Syarif, Adat Women Leaders Ammatoa Kajang Community, Ramlah, Prokilm-Social Forestry of Nagari Sirukam West Sumatra, Selfi Suryani, Head of Gorontalo District, Prof. Nelson Promalingo, Adat Youth Leaders from Dusun Silit West Kalimantan, and Duayam x Krealogi, Hanna Keraf.

Register yourself to take part in the event at the following link www.indonesiaunfccc.com

Related Article

Road to COP26 Glasgow Event

Road to COP26 Glasgow Event

Indonesia mengajukan Target Iklim Baru 2030 dan Strategi Iklim Jangka Panjang Pertama menjelang Konferensi Perubahan Iklim PBB (COP26) pada November 2021. Komitmen tersebut mencakup langkah-langkah baru yang positif tentang adaptasi dan ketahanan serta target khusus restorasi lahan gambut dan lahan terdegradasi, di untuk mencapai apa yang diperlukan untuk memenuhi tujuan Perjanjian Paris.

Untuk mendukung komitmen aksi iklim bangsa terhadap COP26 di Glasgow awal November 2021, Katadata dan Landscape Indonesia mempersembahkan “The Road to COP 26”, akan melakukan kampanye dan acara online tiga hari, dengan fokus pada upaya kolaboratif untuk mengatasi krisis iklim khususnya di Indonesia.

Dalam rangkaian acara tersebut, Direktur Yayasan Madani Berkelanjutan, Nadia Hadad ikut serta menjadi salah satu narasumber pada diskusi yang bertemakan Road to Net Zero: Energy, Forest, dan Ocean pada hari kedua acara (22/10/2021). 

Dalam upaya mengatasi krisis iklim dunia, Indonesia ikut berkontribusi dengan menetapkan salah satunya dokumen penanganan nasional Nationally Determined Contribution (NDC). Dalam NDC, Indonesia menargetkan menetapkan target pengurangan emisi Gas Rumah Kaca, yakni sebesar 29% tanpa syarat (dengan usaha sendiri) dan 41% bersyarat (dengan dukungan internasional yang memadai) pada tahun 2030. 

Bukan hanya itu, Indonesia juga menetapkan Long-term Strategy on Low Carbon and Climate Resilience 2050 (LTS-LCCR 2050). LTS-LCCR 2050 sendiri adalah dokumen yang diimbau bagi negara yang meratifikasi Perjanjian Paris sebagai komunikasi visi upaya dan aksi perubahan iklim sampai dengan 2050, meski tidak wajib dilaporkan.

Dapatkan informasi lebih lengkap terkait dengan upaya Indonesia dengan mengikuti serangkaian kegiatan Road to COP26 Glasgow yang diadakan Katadata dengan mengunjungi tautan ini. Klink di sini.

Related Article

WHAT IS BIOFUEL?

WHAT IS BIOFUEL?

Sobat Madani, pernahkah kalian mendengar kata Biofuel atau bahan bakar nabati? Kalau pernah, apakah kalian tahu apa itu biofuel? Mungkin ada sebagian dari Sobat Madani yang mengetahuinya, tapi juga ada yang belum tahu atau bahkan sama sekali tidak mengetahuinya sama sekali. Lantas apa itu biofuel?

Secara umum, Biofuel adalah bahan bakar dari biomassa atau materi yang berasal dari tumbuhan dan hewan, namun lebih cenderung dari tumbuhan.

Biofuel itu sendiri dibagi menjadi beberapa jenis, yakni bioetanol, biodiesel, dan biogas. Pertama, Bioetanol. Bioetanol sendiri adalah alkohol yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, seperti gandum, tebu, jagung, singkong, ubi, buah-buahan, hingga limbah sayuran. Untuk mendapatkan alkohol, tumbuhan di atas harus melewati proses fermentasi terlebih dahulu.

Kedua, Biodiesel. Biodiesel adalah bahan bakar yang terbuat dari minyak kedelai, minyak rapeseed (sejenis bunga), minyak buah jarak, hingga minyak bunga matahari. Di Hawaii, biodiesel terbuat dari minyak goreng bekas. Kalau di Jepang, biodieselnya terbuat dari minyak bekas dari restoran. 

Nah, kalau di Indonesia bahan bakar nabati kebanyakan dibuat dari bahan minyak sawit mentah. Alhasil, ekspansi lahan pun terjadi sehingga menyebabkan hutan di Indonesia berkurang signifikan demi memenuhi kebutuhan pembuatan bahan bakar nabati. Kasihan, ya, hutan Indonesia.  

Bukan hanya itu, biodiesel juga bisa dibuat dari minyak hewan, tapi kebanyakan negara di dunia membuatnya dari tumbuh-tumbuhan.

Ketiga, Biogas. Biogas adalah bahan bakar yang berasal dari hasil fermentasi sampah tumbuhan atau kotoran (manusia atau hewan). Saat difermentasi, sampah atau kotoran itu akan mengeluarkan gas. Nah, gas itulah yang disebut dengan biogas.

Biogas biasanya digunakan untuk menyalakan listrik atau kompor. Oiya, biogas jauh lebih bersih, daripada batu bara. Selain itu, energi yang dihasilkan lebih besar dan karbon dioksida yang dihasilkan juga lebih sedikit. Keren, kan?

Bagaimana biofuel dihasilkan?

Tahukah kamu, ada dua jenis utama bahan baku dari biofuel yakni yang dapat dikonsumsi dan tidak dapat dikonsumsi. Produk makanan manusia seperti gula, pati, atau minyak sayur dijadikan biofuel melalui metode konvensional yakni transesterifikasi (seperti yang telah disebutkan di atas). 

Biofuel juga dapat dihasilkan dari tanaman non pangan, limbah pertanian dan residu yang tidak dapat dikonsumsi manusia dengan menggunakan teknologi maju seperti hydrocracking. Pada proses ini bahan baku dipecah dengan adanya hidrogen dalam menghasilkan biofuel. 

Apakah Menurutmu Biofuel adalah Energi Alternatif yang baik?

Sebagai upaya mengatasi krisis iklim dunia, mengurangi bahkan menghentikan pemanfaatan energi fosil menjadi sebuah keniscayaan. Namun, banyak negara terlihat sulit untuk menghentikan pemanfaatan energi fosil karena efek ketergantungan yang sangat kuat. Misalnya, saja pada minyak bumi dan gas, bahkan pada batu bara yang harganya relatif murah. 

Kesulitan dalam mengatasi hal tersebut membuat banyak pihak menganjurkan untuk mengalihkan dan mengurangi pemanfaatan sumber energi dari bahan bakar fosil dengan memanfaatkan bahan bakar nabati. 

Menurut Departemen Energi Amerika Serikat, biofuel seperti etanol menghasilkan karbon dioksida hingga 48 persen lebih sedikit daripada bensin konvensional sementara penggunaan biodiesel hanya melepaskan seperempat jumlah karbon dioksida yang dikeluarkan diesel konvensional. Hal ini menjadi pilihan yang jauh lebih ramah lingkungan jika dibandingkan dengan bahan bakar fosil.

Nah, Sobat Madani, suatu saat bahan bakar fosil akan tidak dimanfaatkan lagi karena dampak kerusakan lingkungan salah satunya krisis iklim yang diakibatkannya. Menuju transisi energi bersih yang lebih terbarukan, meninggalkan energi fosil dengan beralih memanfaatkan biofuel dinilai cukup realistis, bukan. Bagaimana menurut kalian?

Sumber

  1. https://bobo.grid.id/read/081641874/apa-itu-biofuel-inilah-pengertian-biofuel-dan-jenis-jenisnya?page=all 
  2. https://www.smart-tbk.com/biofuel-sumber-energi-alternatif/ 

Related Article

BLOG COMPETITION: DISCOVER AND TELL US ABOUT BIOFUELS AROUND YOU

BLOG COMPETITION: DISCOVER AND TELL US ABOUT BIOFUELS AROUND YOU

Dalam upaya mengatasi krisis iklim dunia yang makin mengkhawatirkan, meninggalkan energi kotor dan beralih ke energi bersih adalah cara terbaik yang harus dilakukan. Namun, berhenti memanfaatkan energi kotor seperti bahan bakar fosil, nyatanya tidak semudah membalik telapak tangan. Ketergantungan yang kuat pada sumber energi khususnya bahan bakar fosil menjadi salah satu penghambat sulitnya meninggalkan energi ini.

Demi melepas ketergantungan tersebut, perlahan-lahan dunia mulai mengurangi bahkan berani ke energi bersih. Salah satu langkah yang dilakukan untuk beralih ke energi tersebut adalah dengan memanfaatkan bahan bakar nabati atau biofuel. Secara umum, Biofuel adalah bahan bakar dari biomassa atau materi yang berasal dari tumbuhan dan hewan, namun lebih cenderung dari tumbuhan.

Pemerintah Indonesia pun telah menetapkan biofuel sebagai salah satu langkah untuk mengatasi krisis iklim Indonesia. Oleh karena itu, Yayasan Madani Berkelanjutan mengajak publik untuk mencari lebih jauh informasi terkait biofuel atau bahan bakar nabati yang ada di sekitarnya untuk kemudian dibagikan kepada publik luas dalam bentuk tulisan yang ada di blog. Untuk itu, Madani mengadakan Blog Competition bertemakan “Temukan dan Ceritakan Bahan Bakar Nabati di Sekitarmu” untuk mengajak publik luas menggali lebih mendalam tentang Bahan Bakar Nabati.

Tema Blog Competition

Tema yang diangkat dalam Blog Competition ini adalah “Temukan dan Ceritakan Bahan Bakar Nabati di Sekitarmu”

Syarat Kepesertaan: 

  1. Blog adalah milik sendiri dan tidak boleh bermuatan politik, SARA pornografi atau konten lainnya yang melanggar Undang-Undang 

  2. Tulisan bukan merupakan plagiat dari tulisan orang lain.

  3. Isi tulisan sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis.

  4. Peserta dapat mengikuti lebih dari 1 artikel dalam 1 blog atas nama yang sama. Akan tetapi hanya 1 tulisan saja yang akan mendapatkan hadiah jika terpilih.

  5. Peserta wajib mengikuti akun media sosial Yayasan Madani Berkelanjutan: facebook: @madaniberkelanjutan, twitter: @yayasanmadani, Instagram: madaniberkelanjutan.id. 

  6. Mengisi formulir pendaftaran di tautan berikut ini: FORM PENDAFTARAN

  7. Pajak hadiah ditanggung pemenang

Syarat Kepenulisan:

  1. Peserta membuat tulisan dengan sub tema yang sudah ditentukan.

  2. Wajib menyertakan kajian, bacaan, atau materi Yayasan Madani Berkelanjutan yang tersedia di website madaniberkelanjutan.id.

  3. Memberikan hyperlink kajian yayasan madaniberkelanjutan.id pada kata biofuel atau bahan bakar nabati. 

  4. Panjang tulisan minimal 750 kata dan maksimal 1.500 kata disertai dengan media pendukung seperti foto, video, grafis, atau media pendukung lainnya yang tidak melanggar copyright.

  5. Tulisan belum pernah dipublikasikan atau diikutsertakan pada kompetisi lain.

  6. Tulisan harus kreatif, positif, optimis, dan persuasif.

  7. Peserta wajib mempublikasi tulisan ke media sosial pribadi dengan menyebut (mention) akun media sosial Yayasan Madani Berkelanjutan: facebook: @madaniberkelanjutan, Instagram: madaniberkelanjutan.id, twitter: @yayasanmadani (optional), dan mencantumkan tagar #MadaniBerkelanjutan #IndonesiaTangguh 

  8. Yayasan Madani Berkelanjutan berhak mendiskualifikasi pemenang apabila karya yang dibuat merupakan plagiat atau tidak mendapat persetujuan dari subjek yang ditulis.

  9. Keputusan dewan juri tidak dapat diganggu gugat.

Waktu

Waktu kegiatan ini adalah di 4 Oktober – 1 November 2021

Kriteria Penilaian

  1. Kebaruan dari gagasan yang ditulis menjadi penilaian utama.

  2. Gaya penulisan yang menarik dan mudah dipahami pembaca.

  3. Referensi maupun media pendukung yang menarik.

  4. Best Enggagement akan dipilih berdasarkan pada like dan comment terbanyak pada tulisan yang telah tayang di akun Instagram peserta.

Hadiah

  1. Tiga Pemenang terbaik mendapatkan Uang Tunai Sebesar Rp 1 juta + Gift menarik

  2. Best Enggagement (komentar dan share terbanyak di instagram) mendapatkan Uang Tunai Sebesar Rp 1 juta + Gift menarik

  3. 20 tulisan pertama akan mendapatkan gift menarik dari Yayasan Madani Berkelanjutan

  4. Semua peserta yang mengikuti lomba akan mendapatkan e-sertifikat.

Pengumuman Pemenang

Pemenang Blog Competition akan diumumkan di IG Feed dan IG Story Madani pada 8 November 2021.

Sobat Madani, ayo ikuti lomba ini. Semoga kalian pemenangnya, ya. Selamat menulis!

Related Article

en_USEN_US