Madani

Tentang Kami

ECONOMIC AND POLITICAL UPDATES: FROM PALM OIL MORATORIUM EVALUATION TO GOVERNMENT DEBT BURDEN REACHING 55% OF GDP

ECONOMIC AND POLITICAL UPDATES: FROM PALM OIL MORATORIUM EVALUATION TO GOVERNMENT DEBT BURDEN REACHING 55% OF GDP

Yayasan Madani Berkelanjutan merangkum beberapa peristiwa penting terkait dengan kondisi ekonomi-politik yang terjadi dalam sepekan terakhir (27 Juli 2021 – 2 Agustus 2021), berikut cuplikannya:

1. Pemerintah tengah mengevaluasi aturan moratorium perkebunan kelapa sawit

Pemerintah saat ini tengah mengevaluasi Instruksi Presiden (Inpres) nomor 8 tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit Serta Peningkatan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit.

Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian), Musdhalifah Machmud mengatakan, saat ini Kemenko Perekonomian bersama kementerian/lembaga terkait, tengah menyiapkan laporan evaluasi pelaksanaan Inpres tersebut. Nantinya, laporan evaluasi akan disampaikan kepada Presiden.

Musdhalifah mengatakan, pelaksanaan kegiatan yang terdapat dalam Inpres nomor 8 tahun 2018 terbilang cukup baik. Diantaranya tata kelola perkebunan kelapa sawit, kepastian hukum, menjaga dan melindungi kelestarian lingkungan. Termasuk penurunan emisi gas rumah kaca. Serta peningkatan pembinaan petani kelapa sawit dan peningkatan produktivitas perkebunan kelapa sawit. Meski begitu, hingga saat ini belum diputuskan apakah Inpres nomor 8 tahun 2018 akan diperpanjang atau tidak.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono mengatakan, saat ini Inpres 8/2018 tengah dijalankan. Salah satunya evaluasi perizinan dan penyelesaian tumpang tindih aturan setelah terbitnya Undang-Undang Cipta Kerja.

Asosiasi petani sawit yang tergabung dalam Perkumpulan Forum Kelapa Sawit Jaya Indonesia (POPSI) meminta Presiden Jokowi untuk melanjutkan moratorium sawit. POPSI meminta Presiden Jokowi untuk memperpanjang Instruksi Presiden Nomor 8 tahun 2018 tentang evaluasi izin dan peningkatan produktivitas atau moratorium sawit.

2. Joe Biden Sebut Kota Jakarta bakalan tenggelam 10 tahun lagi

Bahaya pemanasan global menjadi isu utama pidato Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden di Kantor Direktur Intelijen Nasional, Selasa (27/7/2021). Dalam pidatonya tersebut, dia mengingatkan kembali mengenai perubahan iklim dan pemanasan global yang bisa saja mengubah doktrin strategis nasional.

Ia mengatakan, jika permukaan air laut 2,5 kaki atau 7,6 cm saja, akan ada jutaan orang yang harus pindah dari lokasi yang ditinggali saat ini dan berebut lahan subur. Menurutnya, jika hal itu benar terjadi seperti sesuai proyeksi bahwa Jakarta akan tenggelam pada 10 tahun mendatang. Hal inilah yang kemudian mendorong Pemerintah RI saat ini mulai mewujudkan rencana memindahkan ibu kota ke Kalimantan.

Biden pun meminta AS untuk bekerja sama dengan dunia dalam upaya mencegah dampak perubahan iklim lebih jauh. Terpisah, pada 2019 lalu, badan antariksa AS, NASA, juga pernah menyatakan bahwa tanah Jakarta kian tenggelam akibat perubahan iklim dan sejumlah masalah lainnya. NASA juga menyebutkan sejumlah masalah lain yang menjadi faktor penyebab kerusakan alam di Jakarta, di antaranya tingkat urbanisasi tinggi, kesalahan penggunaan lahan, dan peningkatan populasi.

3. Indonesia akan Usung Isu Perubahan Iklim saat Presidensi G20 2022

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, Indonesia akan mengusung isu perubahan iklim saat menjadi tuan rumah atau presidensi Konferensi Tingkat Tinggi G20 (KTT G20) pada 2022. Menkeu menambahkan, dalam forum tersebut juga akan dibentuk kelompok kerja keuangan berkelanjutan atau sustainable finance working group (SFWG).

Kelompok kerja itu akan membahas lima area, yakni penyelarasan arus keuangan, akses terhadap informasi yang andal dan tepat waktu, asesmen pengelolaan risiko iklim dan sustainability, serta mengoptimalkan pendanaan publik dan sistem insentif. Kemudian, isu atau elemen cross-cutting, seperti katalisasi teknologi, inovasi, digitalisasi, dan strategi transisi keuangan.

Menkeu menyatakan, lima domain keuangan tersebut akan diintegrasikan dengan aspek sustainability dan ancaman perubahan iklim dalam tiap pengambilan keputusan. Menurutnya, inisiatif semacam itu perlu disiapkan bukan sekadar menunggu. Harapannya, SFWG dapat menyusun aksi konkret lewat pengembangan lingkungan yang memungkinkan mobilisasi pembiayaan internasional, termasuk komitmen negara-negara maju serta dukungan dari lembaga-lembaga keuangan multilateral.

4. Sukses Terbitkan Green Bond, Sri Mulyani Siapkan SDG’s Bond

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati tengah mempersiapkan Sustainable Development Goals (SDGs) bond. Saat ini sedang dalam tahap review oleh lembaga internasional. Menurutnya, SDGs bond dibentuk oleh pemerintah setelah sukses dengan green bonds atau pembiayaan hijau yang dibentuk pada tahun 2018 lalu.

Adapun SDGs bond ini akan memiliki skema yang sama dengan green bond, yakni digunakan untuk pembangunan berkelanjutan atau proyek-proyek yang ramah lingkungan sesuai dengan standar internasional. Ini sejalan dengan langkah Indonesia untuk mengurangi emisi karbon. Untuk mengimplementasikan pembangunan berkelanjutan ini, ia menuturkan membutuhkan perkiraan anggaran US$ 5-7 triliun. Anggaran yang sangat besar membuat partisipasi swasta dan dana internasional dibutuhkan untuk memenuhinya.

5. Beban utang pemerintah bisa capai 55% PDB pada tahun 2023

Lembaga internasional Moody’s memperkirakan rasio utang pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada tahun 2023 berpotensi membengkak di atas 45% PDB. Besaran ini berarti lebih besar dari target yang disampaikan pemerintah dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) yang sebesar 43,21% hingga 43,99% PDB di 2023.

Senada, Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira memperkirakan utang pemerintah pada tahun 2023 akan jauh lebih besar dari target pemerintah. Bahkan proyeksinya, bisa lebih dari 55% PDB di tahun 2023. Hal ini dikarenakan besarnya kebutuhan belanja dan proyeksi rasio penerimaan pajak yang masih rendah.

Namun, bukan berarti tak ada jalan keluar bagi pemerintah untuk mempersempit rasio utang. Salah satunya, adalah pemerintah perlu menghemat belanja yang memang tidak urgen, seperti contohnya memperkecil biaya birokrasi untuk belanja pegawai dan belanja barang.

Pemerintah juga disarankan untuk menunda proyek infrastruktur yang dibiayai lewat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Kemudian, pemerintah bisa melakukan upaya ekstra untuk menggenjot penerimaan. Dengan cara menambah tarif Pajak Penghasilan (PPh) orang pribadi kaya atau dengan pendapatan di atas Rp 5 miliar dengan tarif yang lebih tinggi, yaitu 40% hingga 45%.

Pemerintah juga diharapkan mampu mendorong kepatuhan pembayaran dan pelaporan SPT Wajib Pajak Pribadi non karyawan. Berikutnya, pemerintah juga bisa mengoptimalkan penerimaan pajak dari sinkronisasi data antara eksportir komoditas dengan data di negara tujuan ekspor.

Related Article

Presiden Harus Memperpanjang dan Memperkuat Inpres Moratorium Sawit Sebagai Wujud Komitmen Perbaikan Tata Kelola Sawit

Presiden Harus Memperpanjang dan Memperkuat Inpres Moratorium Sawit Sebagai Wujud Komitmen Perbaikan Tata Kelola Sawit

[Jakarta, 6 Juli 2021] Inpres Moratorium Sawit merupakan instrumen penting yang memberi peluang besar bagi Indonesia untuk menguraikan dan menyelesaikan persoalan tata kelola industri sawit. Buruknya tata kelola industri sawit Indonesia selama ini menjadi hambatan utama bagi terwujudnya industri sawit yang berkelanjutan dan keberterimaan sawit di pasar global. Inpres Moratorium Sawit itu sayangnya akan berakhir pada 19 September 2021. Padahal Inpres tersebut belum tuntas dilaksanakan dan belum sepenuhnya mencapai tujuannya. Namun dampak positif dari pelaksanaan Inpres sudah tampak di beberapa daerah yang memberikan respon positif terhadap pelaksanaan Inpres tersebut. Karena itulah Inpres Moratorium Sawit penting dan mendesak bukan hanya untuk diperpanjang tetapi juga untuk diperkuat agar dapat mencapai tujuan. Demikian sampaikan oleh Sri Palupi, peneliti dari The Institute for Ecosoc Rights menanggapi akan berakhirnya Inpres Moratorium Sawit.

 

Secara konseptual kebijakan ini sangat strategis, hanya saja belum optimal dalam tataran implementasi. Belum optimalnya implementasi moratorium sawit  disebabkan berbagai hal yang menghambat seperti belum adanya target spesifik. Sehingga diperlukan penguatan produk hukum dengan disertai target yang spesifik seperti peningkatan produktivitas maupun review izin dengan ukuran target  yang jelas.

Rahmadha, Juru Kampanye Kelapa Sawit Kaoem Telapak menyampaikan bahwa saat ini Pemerintah Indonesia telah berada di jalur yang tepat dalam mewujudkan tata kelola sawit berkelanjutan yang tercermin melalui Inpres Moratorium Sawit. Inilah esensi dari penerimaan pasar minyak sawit Indonesia di pasar global. Namun peluang strategis tersebut berpeluang hilang jika aturan ini tidak diperpanjang. Persoalan seperti review izin dan konflik sosial yang belum tuntas dapat menciptakan sentimen negatif bagi pasar global. Apalagi proyeksi konsumsi sawit Indonesia sampai tahun 2024 masih didominasi oleh pasar ekspor.

Kepercayaan masyarakat global terhadap komoditas minyak sawit Indonesia yang berkelanjutan adalah hal terpenting yang terus dijaga dan ditingkatkan oleh pemerintah Indonesia. Mengingat setiap tahunnya, sebesar 19% konsumsi dan permintaan dari total CPO global berasal dari sawit bersertifikat berkelanjutan.  Inda Fatinaware, Direktur Eksekutif Sawit Watch menambahkan, Inpres Moratorium Sawit juga menjadi jawaban bagi tuntutan pasar internasional akan produk sawit yang berkelanjutan. Kebijakan ini menjadi tools bagi pemerintah Indonesia dalam melakukan perbaikan tata kelola untuk menghasilkan produk sawit yang dapat diterima pasar global. Juga jika tata kelola perkebunan sawit menjadi lebih baik maka iklim investasi di Indonesia akan semakin positif.

Tidak hanya untuk pemerintah pusat, perpanjangan moratorium sawit juga dibutuhkan oleh daerah untuk mengurai permasalahan tumpang tindih lahan. Salah satu langkah yang perlu diapresiasi adalah komitmen Pemerintah Papua Barat bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah kaji ulang terhadap izin 30 perusahaan perkebunan sawit dalam dua tahun terakhir. Hasilnya, pencabutan 14 izin perusahaan sawit oleh Bupati dan rencana mencabut izin empat perusahaan di provinsi konservasi tersebut. Langkah ini juga yang semestinya dapat dilakukan pemerintah daerah yang lain untuk mengurai permasalahan serupa.

Lebih dari semata pencabutan izin, kebijakan Moratorium Sawit mendatang sudah semestinya mampu bekerja sebagai langkah korektif bagi penyelesaian sawit dalam kawasan hutan. Salah satunya meminta semua tutupan hutan tersisa dalam izin untuk dikembalikan sebagai kawasan hutan atau ditetapkan sebagai HCV atau melalui skema hutan adat. Hal yang perlu ditekankan lagi ialah kebijakan Moratorium mendatang tidak hanya dilaporkan pada Presiden tetapi juga harus dipublikasi ke publik untuk menjamin keterbukaan informasi,” terang Arie Rompas Ketua Tim Kampanye Hutan Greenpeace.[]

Kontak Media:

  • Arie Rompas, Ketua Tim Kampanye Hutan Greenpeace, HP. 0811 5200 822
  • Inda Fatinaware, Direktur Eksekutif Sawit Watch, HP. 0811448677
  • Sri Palupi, Peneliti The Institute for Ecosoc Rights, HP. 0813 1917 3650
  • Rahmadha, Juru Kampanye Kelapa Sawit Kaoem Telapak, HP. 081288135152

Related Article

STUDENT ESSAY COMPETITION: THE FUTURE OF INDONESIAN PALM OIL AT THE END OF THE MORATORIUM, EXTENDED, TOTAL PRIZE IDR 20 MILLION!

STUDENT ESSAY COMPETITION: THE FUTURE OF INDONESIAN PALM OIL AT THE END OF THE MORATORIUM, EXTENDED, TOTAL PRIZE IDR 20 MILLION!

Sobat Madani, ada kabar gembir untuk kalian semua. “Lomba Karya Tulis Mahasiswa: Masa Depan Sawit Indonesia di Penghujung Moratorium” yang diselenggarakan Yayasan Madani Berkelanjutan dan Tempo Media Group, diperpanjang hingga 12 Juli 2021.

Bukan hanya itu, total hadiah ditambah menjadi 20 juta rupiah. Buruan, jangan sampai ketinggalan. Berikut informasi lengkap lomba karya tulis, ya!

TUJUAN 

  1. Memberi ruang dan wadah ekspresi mahasiswa dalam menuangkan gagasan dan pengetahuan tentang isu sawit melalui karya tulis.

  2. Memberi apresiasi kepada para mahasiswa yang peduli terhadap lingkungan khususnya sawit, agar industri ini dapat lebih baik dan berkelanjutan.

  3. Memberi edukasi dan informasi kepada mahasiswa tentang isu sawit di Indonesia melalui kompetisi.

  4. Memberi referensi kepada pemerintah dan pemangku kepentingan untuk pengambilan kebijakan dengan gagasan yang dikemukakan oleh mahasiswa sebagai generasi pemikir dan penerus bangsa 

Persyaratan: 

  1. Follow IG @madaniberkelanjutan dan @majalah.tempo , dan tag 3 temen untuk join lomba ini. 

  2. Karya tulis merupakan hasil Original dan Belum Pernah dipublikasikan dengan cara menandatangani surat pernyataan pada form yang telah disediakan (bit.ly/PernyataanKeaslianKaryaTulis).

  3. Kirim Hasil Karya Tulis dalam bentuk PDF.

  4. Deadline Kompetisi 12 Juli 2021.

  5. Pengumuman Pemenang Tahap 1 Menuju 10 besar Akan Diumumkan Melalui Email, Telepon dan Social Media Tempo, pada 16 Juli 2021. 

  6. Peserta yang terpilih masuk di tahap 10 besar, akan melaksanakan presentasi dan penjurian langsung (virtual) dengan Juri Utama pada tanggal 23 Juli.

  7. Registrasi di link pendaftaran Bit.ly/CCKaryaTulisTempo.

  8. Summary tulisan di capture dan di posting di IG Story, tag dan mention ke IG @madaniberkelanjutan dan @majalah.tempo dengan hastag #masadepansawitindonesia #indonesiatangguh.

  9. Referensi artikel harus mengutip salah satu hasil publikasi Madani (dapat diakses di www.madaniberkelanjutan.id).

  10. Menuliskan nama lengkap, asal kampus di awal karya tulis.

  11. Keputusan panitia bersifat mutlak dan tidak dapat diganggu gugat

 

Tema Karya Tulis: Masa Depan Sawit Indonesia di Penghujung Moratorium Sub Tema : 

  1. Moratorium Sawit: Langkah Memperbaiki Tata Kelola Sawit di Indonesia. Pada subtema ini, peserta dapat membahas peluang dan tantangan kebijakan moratorium sawit yang akan habis pada bulan September 2021 mendatang.

  2. Bagaimana Membangun Sawit Berkelanjutan di Indonesia. Pada subtema ini, peserta dapat membahas urgensi adanya produk- produk sawit yang  ramah lingkungan bagi generasi mendatang.

  1. Bagaimana Upaya Meningkatkan Kesejahteraan Petani Sawit. Pada subtema ini, peserta dapat membahas langkah-langkah konkret yang dapat dilakukan  para pihak untuk berkolaborasi dalam meningkatkan kesejahteraan petani sawit.

  1. Bagaimana Mengatasi Bencana Alam akibat Pembukaan Sawit. Pada subtema ini, peserta dapat membahas permasalahan bencana yang salah satunya  diakibatkan oleh pembukaan lahan untuk sawit baru. Serta kondisi aktual pembangunan  desa yang dikelilingi sawit serta solusi inovatif untuk mengurai permasalahan tersebut.

  1. Membangun Perekonomian Masyarakat Berbasis Komunitas. Pada subtema ini, peserta dapat membahas dan merekomendasikan langkah konkrit agar daerah (provinsi/kabupaten/kota) tidak hanya menggantungkan pembangunan dari  salah satu sektor tertentu (sawit) semata.

 

Ketentuan Karya Tulis : 

  1. Maksimal karakter untuk karya tulis yaitu 3400 karakter dengan spasi.

  2. Karya tulis harus menggunakan Bahasa Indonesia yang baku dan benar. 

  3. Artikel karya tulis harus memuat satu foto atau gambar yang sesuai dengan  bahasan.

  4. Di dalam artikel harus terdapat judul, serta caption foto yang jelas 

 

Syarat Pendaftaran :

Mengisi seluruh data-data dengan lengkap di form bit.ly/CCKaryaTulisTempo

 

Juri:

  1. Anton Septian, Redaktur Eksekutif Majalah Tempo.

  2. Teguh Surya, Direktur Eksekutif Yayasan Madani Berkelanjutan 

Hadiah:  

  • Juara 1 (Uang tunai sebesar 3jt Rupiah, plakat, sertifikat dan karyanya dipublikasikan di  Majalah Tempo, Kelas Khusus Pelatihan Menulis Menembus dari Tempo, Free  Langganan 3 Bulan Tempo Digital, Merchandise Spesial dari Madani)

  • Juara 2 (Uang tunai sebesar 2jt Rupiah, plakat, sertifikat dan karyanya dipublikasikan di  Majalah Tempo, Kelas Khusus Pelatihan Menulis Menembus dari Tempo, Free  Langganan 3 Bulan Tempo Digital, Merchandise Spesial dari Madani)

  • Juara 3 (Uang tunai sebesar 1jt Rupaih, plakat, sertifikat dan karyanya dipublikasikan di  Majalah Tempo, Kelas Khusus Pelatihan Menulis Menembus dari Tempo, Free  Langganan 3 Bulan Tempo Digital, Merchandise Spesial dari Madani) 

  • Juara 4-10 (Uang elektronik masing-masing peserta/kelompok @500 ribu Rupiah, plakat, sertifikat, Kelas Khusus Pelatihan Menulis dari Tempo, Free  Langganan 3 Bulan Tempo Digital, Merchandise Special dari Madani)

  • Juara 11 – 30 (E-certificate, Free Langganan 3 Bulan Tempo Digital, Merchandise  Special dari Madani)

 

Target Peserta:

Mahasiswa Diploma dan Strata 1 Perguruan Tinggi Negeri atau Swasta di Indonesia

 

Kriteria penilaian lomba karya tulis:

Penilaian terdiri dari 2 aspek (naskah karya tulis dan presentasi karya tulis).

  1. Penilaian ini dilaksanakan oleh juri yang telah ditentukan oleh panitia.

  2. Seleksi pada tahap awal (penyisihan ) dilakukan oleh panitia dan seleksi akhir (finalis) dilakukan oleh dewan juri.

  3. Tim juri akan menetapkan juara 1 s.d 30. Keputusan juri bersifat mutlak dan tidak dapat diganggu gugat.

Related Article

ONLY 5 DAYS LEFT FOR THE STUDENT ESSAY COMPETITION, TOTAL PRIZES OF IDR 10 MILLION AWAIT!

ONLY 5 DAYS LEFT FOR THE STUDENT ESSAY COMPETITION, TOTAL PRIZES OF IDR 10 MILLION AWAIT!

Sobat Madani, Yayasan Madani Berkelanjutan bersama Tempo Media Group menantang mahasiswa di seluruh Indonesia untuk menyampaikan ide dan gagasannya melalui “Lomba Karya Tulis Mahasiswa: Masa Depan Sawit Indonesia di Penghujung Moratorium”.

Masih ada 5 hari lagi untuk submit tulisan kamu. Ada hadiah dengan total 10 juta rupiah menanti kalian, loh. Buruan, jangan sampai ketinggalan. Berikut informasi lengkap lomba karya tulis, ya!

TUJUAN 

  1. Memberi ruang dan wadah ekspresi mahasiswa dalam menuangkan gagasan dan pengetahuan tentang isu sawit melalui karya tulis.

  2. Memberi apresiasi kepada para mahasiswa yang peduli terhadap lingkungan khususnya sawit, agar industri ini dapat lebih baik dan berkelanjutan.

  3. Memberi edukasi dan informasi kepada mahasiswa tentang isu sawit di Indonesia melalui kompetisi.

  4. Memberi referensi kepada pemerintah dan pemangku kepentingan untuk pengambilan kebijakan dengan gagasan yang dikemukakan oleh mahasiswa sebagai generasi pemikir dan penerus bangsa 

Persyaratan: 

  1. Follow IG @madaniberkelanjutan dan @majalah.tempo , dan tag 3 temen untuk join lomba ini. 

  2. Karya tulis merupakan hasil Original dan Belum Pernah dipublikasikan dengan cara menandatangani surat pernyataan pada form yang telah disediakan (bit.ly/PernyataanKeaslianKaryaTulis).

  3. Kirim Hasil Karya Tulis dalam bentuk PDF.

  4. Deadline Kompetisi 10 Juni 2021.

  5. Pengumuman Pemenang Tahap 1 Menuju 10 besar Akan Diumumkan Melalui Email, Telepon dan Social Media Tempo, pada 14 Juni 2021. 

  6. Peserta yang terpilih masuk di tahap 10 besar, akan melaksanakan presentasi dan penjurian langsung (virtual) dengan Juri Utama pada tanggal 21 Juni.

  7. Registrasi di link pendaftaran Bit.ly/CCKaryaTulisTempo.

  8. Summary tulisan di capture dan di posting di IG Story, tag dan mention ke IG @madaniberkelanjutan dan @majalah.tempo dengan hastag #masadepansawitindonesia #indonesiatangguh.

  9. Referensi artikel harus mengutip salah satu hasil publikasi Madani (dapat diakses di www.madaniberkelanjutan.id).

  10. Menuliskan nama lengkap, asal kampus di awal karya tulis.

  11. Keputusan panitia bersifat mutlak dan tidak dapat diganggu gugat

 

Tema Karya Tulis: Masa Depan Sawit Indonesia di Penghujung Moratorium Sub Tema : 

  1. Moratorium Sawit: Langkah Memperbaiki Tata Kelola Sawit di Indonesia. Pada subtema ini, peserta dapat membahas peluang dan tantangan kebijakan moratorium sawit yang akan habis pada bulan September 2021 mendatang.

  2. Bagaimana Membangun Sawit Berkelanjutan di Indonesia. Pada subtema ini, peserta dapat membahas urgensi adanya produk- produk sawit yang  ramah lingkungan bagi generasi mendatang.

  1. Bagaimana Upaya Meningkatkan Kesejahteraan Petani Sawit. Pada subtema ini, peserta dapat membahas langkah-langkah konkret yang dapat dilakukan  para pihak untuk berkolaborasi dalam meningkatkan kesejahteraan petani sawit.

  1. Bagaimana Mengatasi Bencana Alam akibat Pembukaan Sawit. Pada subtema ini, peserta dapat membahas permasalahan bencana yang salah satunya  diakibatkan oleh pembukaan lahan untuk sawit baru. Serta kondisi aktual pembangunan  desa yang dikelilingi sawit serta solusi inovatif untuk mengurai permasalahan tersebut.

  1. Membangun Perekonomian Masyarakat Berbasis Komunitas. Pada subtema ini, peserta dapat membahas dan merekomendasikan langkah konkrit agar daerah (provinsi/kabupaten/kota) tidak hanya menggantungkan pembangunan dari  salah satu sektor tertentu (sawit) semata.

 

Ketentuan Karya Tulis : 

  1. Maksimal karakter untuk karya tulis yaitu 3400 karakter dengan spasi.

  2. Karya tulis harus menggunakan Bahasa Indonesia yang baku dan benar. 

  3. Artikel karya tulis harus memuat satu foto atau gambar yang sesuai dengan  bahasan.

  4. Di dalam artikel harus terdapat judul, serta caption foto yang jelas 

 

Syarat Pendaftaran :

Mengisi seluruh data-data dengan lengkap di form bit.ly/CCKaryaTulisTempo

 

Juri:

  1. Anton Septian, Redaktur Eksekutif Majalah Tempo.

  2. Teguh Surya, Direktur Eksekutif Yayasan Madani Berkelanjutan 

 

Timeline Kegiatan: 

  1. 6 Mei : Kick Off dan Pembukaan Lomba 

  2. 6 Mei – 10 Juni : Pendaftaran, submit karya dan penjaringan peserta 10 Juni : Batas akhir pemasukan karya tulis 

  3. 10 Juni – 14 Juni : Seleksi berkas administrasi dan karya tulis tahap 1 14 Juni : Pengumuman 10 besar 

  4. 21 Juni : Presentasi dan penjurian 10 besar 

  5. 23 Juni : Pengumuman Pemenang 

Teknis Acara: 

Program ini akan dimulai dengan konten kick off di IG Feed Tempo dan  Madani pada tanggal 6 Mei, dalam sesi kick off ini akan diumumkan juga seluruh syarat  dan ketentuan lomba, serta hadiah yang akan didapat oleh para pemenang, tanggal 6  Mei juga akan dijalankan promo program di social media tempo (twitter, FB, dan IG Story),  di tanggal 6 Mei ini juga sudah mulai dilakukan penjaringan dan para peserta sudah  dapat untuk submit karyanya di link yang akan disediakan Tempo, proses penjaringan  dan submit karya akan berlangsung sampai 10 Juni, pada tanggal 10 Juni adalah sesi  closing program, sesi ini akan diumumkan di IG Tempo dan Madani, kemudian pada  tanggal 10 Juni – 14 Juni akan dilakukan seleksi berkas dan penjurian terhadap seluruh  karya yang masuk, kemudian tanggal 14 Juni akan diumumkan 10 besar yang lolos ke  tahap selanjutnya, 21 Juni para 10 besar akan presentasi dan dilakukan penjurian  langsung, kemudian tanggal 23 Juni akan diumumkan seluruh pemenang dari program  ini. 

 

Hadiah:  

  • Juara 1 (Uang tunai sebesar 3jt Rupiah, plakat, sertifikat dan karyanya dipublikasikan di  Majalah Tempo, Kelas Khusus Pelatihan Menulis Menembus dari Tempo, Free  Langganan 3 Bulan Tempo Digital, Merchandise Spesial dari Madani) 

  • Juara 2-10 (Plakat, sertifikat, Kelas Khusus Pelatihan Menulis dari Tempo, Free  Langganan 3 Bulan Tempo Digital, Merchandise Special dari Madani) 

  • Juara 11 – 30 (E-certificate, Free Langganan 3 Bulan Tempo Digital, Merchandise  Special dari Madani)

 

Target Peserta:

Mahasiswa Diploma dan Strata 1 Perguruan Tinggi Negeri atau Swasta di Indonesia

 

Kriteria penilaian lomba karya tulis:

Penilaian terdiri dari 2 aspek (naskah karya tulis dan presentasi karya tulis).

  1. Penilaian ini dilaksanakan oleh juri yang telah ditentukan oleh panitia.

  2. Seleksi pada tahap awal (penyisihan ) dilakukan oleh panitia dan seleksi akhir (finalis) dilakukan oleh dewan juri.

  3. Tim juri akan menetapkan juara 1 s.d 30. Keputusan juri bersifat mutlak dan tidak dapat diganggu gugat. 

Related Article

10 DAYS LEFT, SUBMIT YOUR WRITING FOR “STUDENT ESSAY COMPETITION: THE FUTURE OF INDONESIAN PALM OIL AT THE END OF THE MORATORIUM”

10 DAYS LEFT, SUBMIT YOUR WRITING FOR “STUDENT ESSAY COMPETITION: THE FUTURE OF INDONESIAN PALM OIL AT THE END OF THE MORATORIUM”

Sobat Madani, Yayasan Madani Berkelanjutan bersama Tempo Media Group menantang mahasiswa di seluruh Indonesia untuk menyampaikan ide dan gagasannya melalui “Lomba Karya Tulis Mahasiswa: Masa Depan Sawit Indonesia di Penghujung Moratorium”.

Masih ada 10 hari lagi untuk submit tulisan kamu. Buruan, jangan sampai ketinggalan. Berikut informasi lengkap lomba karya tulis, ya!

TUJUAN 

  1. Memberi ruang dan wadah ekspresi mahasiswa dalam menuangkan gagasan dan pengetahuan tentang isu sawit melalui karya tulis.

  2. Memberi apresiasi kepada para mahasiswa yang peduli terhadap lingkungan khususnya sawit, agar industri ini dapat lebih baik dan berkelanjutan.

  3. Memberi edukasi dan informasi kepada mahasiswa tentang isu sawit di Indonesia melalui kompetisi.

  4. Memberi referensi kepada pemerintah dan pemangku kepentingan untuk pengambilan kebijakan dengan gagasan yang dikemukakan oleh mahasiswa sebagai generasi pemikir dan penerus bangsa 

Persyaratan: 

  1. Follow IG @madaniberkelanjutan dan @majalah.tempo , dan tag 3 temen untuk join lomba ini. 

  2. Karya tulis merupakan hasil Original dan Belum Pernah dipublikasikan dengan cara menandatangani surat pernyataan pada form yang telah disediakan (bit.ly/PernyataanKeaslianKaryaTulis).

  3. Kirim Hasil Karya Tulis dalam bentuk PDF.

  4. Deadline Kompetisi 10 Juni 2021.

  5. Pengumuman Pemenang Tahap 1 Menuju 10 besar Akan Diumumkan Melalui Email, Telepon dan Social Media Tempo, pada 14 Juni 2021. 

  6. Peserta yang terpilih masuk di tahap 10 besar, akan melaksanakan presentasi dan penjurian langsung (virtual) dengan Juri Utama pada tanggal 21 Juni.

  7. Registrasi di link pendaftaran Bit.ly/CCKaryaTulisTempo.

  8. Summary tulisan di capture dan di posting di IG Story, tag dan mention ke IG @madaniberkelanjutan dan @majalah.tempo dengan hastag #masadepansawitindonesia #indonesiatangguh.

  9. Referensi artikel harus mengutip salah satu hasil publikasi Madani (dapat diakses di www.madaniberkelanjutan.id).

  10. Menuliskan nama lengkap, asal kampus di awal karya tulis.

  11. Keputusan panitia bersifat mutlak dan tidak dapat diganggu gugat

 

Tema Karya Tulis: Masa Depan Sawit Indonesia di Penghujung Moratorium Sub Tema : 

  1. Moratorium Sawit: Langkah Memperbaiki Tata Kelola Sawit di Indonesia. Pada subtema ini, peserta dapat membahas peluang dan tantangan kebijakan moratorium sawit yang akan habis pada bulan September 2021 mendatang.

  2. Bagaimana Membangun Sawit Berkelanjutan di Indonesia. Pada subtema ini, peserta dapat membahas urgensi adanya produk- produk sawit yang  ramah lingkungan bagi generasi mendatang.

  1. Bagaimana Upaya Meningkatkan Kesejahteraan Petani Sawit. Pada subtema ini, peserta dapat membahas langkah-langkah konkret yang dapat dilakukan  para pihak untuk berkolaborasi dalam meningkatkan kesejahteraan petani sawit.

  1. Bagaimana Mengatasi Bencana Alam akibat Pembukaan Sawit. Pada subtema ini, peserta dapat membahas permasalahan bencana yang salah satunya  diakibatkan oleh pembukaan lahan untuk sawit baru. Serta kondisi aktual pembangunan  desa yang dikelilingi sawit serta solusi inovatif untuk mengurai permasalahan tersebut.

  1. Membangun Perekonomian Masyarakat Berbasis Komunitas. Pada subtema ini, peserta dapat membahas dan merekomendasikan langkah konkrit agar daerah (provinsi/kabupaten/kota) tidak hanya menggantungkan pembangunan dari  salah satu sektor tertentu (sawit) semata.

 

Ketentuan Karya Tulis : 

  1. Maksimal karakter untuk karya tulis yaitu 3400 karakter dengan spasi.

  2. Karya tulis harus menggunakan Bahasa Indonesia yang baku dan benar. 

  3. Artikel karya tulis harus memuat satu foto atau gambar yang sesuai dengan  bahasan.

  4. Di dalam artikel harus terdapat judul, serta caption foto yang jelas 

 

Syarat Pendaftaran :

Mengisi seluruh data-data dengan lengkap di form bit.ly/CCKaryaTulisTempo

 

Juri:

  1. Anton Septian, Redaktur Eksekutif Majalah Tempo.

  2. Teguh Surya, Direktur Eksekutif Yayasan Madani Berkelanjutan 

 

Timeline Kegiatan: 

  1. 6 Mei : Kick Off dan Pembukaan Lomba 

  2. 6 Mei – 10 Juni : Pendaftaran, submit karya dan penjaringan peserta 10 Juni : Batas akhir pemasukan karya tulis 

  3. 10 Juni – 14 Juni : Seleksi berkas administrasi dan karya tulis tahap 1 14 Juni : Pengumuman 10 besar 

  4. 21 Juni : Presentasi dan penjurian 10 besar 

  5. 23 Juni : Pengumuman Pemenang 

Teknis Acara: 

Program ini akan dimulai dengan konten kick off di IG Feed Tempo dan  Madani pada tanggal 6 Mei, dalam sesi kick off ini akan diumumkan juga seluruh syarat  dan ketentuan lomba, serta hadiah yang akan didapat oleh para pemenang, tanggal 6  Mei juga akan dijalankan promo program di social media tempo (twitter, FB, dan IG Story),  di tanggal 6 Mei ini juga sudah mulai dilakukan penjaringan dan para peserta sudah  dapat untuk submit karyanya di link yang akan disediakan Tempo, proses penjaringan  dan submit karya akan berlangsung sampai 10 Juni, pada tanggal 10 Juni adalah sesi  closing program, sesi ini akan diumumkan di IG Tempo dan Madani, kemudian pada  tanggal 10 Juni – 14 Juni akan dilakukan seleksi berkas dan penjurian terhadap seluruh  karya yang masuk, kemudian tanggal 14 Juni akan diumumkan 10 besar yang lolos ke  tahap selanjutnya, 21 Juni para 10 besar akan presentasi dan dilakukan penjurian  langsung, kemudian tanggal 23 Juni akan diumumkan seluruh pemenang dari program  ini. 

 

Hadiah:  

  • Juara 1 (Uang tunai sebesar 3jt Rupiah, plakat, sertifikat dan karyanya dipublikasikan di  Majalah Tempo, Kelas Khusus Pelatihan Menulis Menembus dari Tempo, Free  Langganan 3 Bulan Tempo Digital, Merchandise Spesial dari Madani) 

  • Juara 2-10 (Plakat, sertifikat, Kelas Khusus Pelatihan Menulis dari Tempo, Free  Langganan 3 Bulan Tempo Digital, Merchandise Special dari Madani) 

  • Juara 11 – 30 (E-certificate, Free Langganan 3 Bulan Tempo Digital, Merchandise  Special dari Madani)

 

Target Peserta:

Mahasiswa Diploma dan Strata 1 Perguruan Tinggi Negeri atau Swasta di Indonesia

 

Kriteria penilaian lomba karya tulis:

Penilaian terdiri dari 2 aspek (naskah karya tulis dan presentasi karya tulis).

  1. Penilaian ini dilaksanakan oleh juri yang telah ditentukan oleh panitia.

  2. Seleksi pada tahap awal (penyisihan ) dilakukan oleh panitia dan seleksi akhir (finalis) dilakukan oleh dewan juri.

  3. Tim juri akan menetapkan juara 1 s.d 30. Keputusan juri bersifat mutlak dan tidak dapat diganggu gugat.

Related Article

STUDENT ESSAY COMPETITION WITH THE THEME OF “FUTURE OF INDONESIAN PALM OIL AT THE END OF THE MORATORIUM”, IT'S TIME FOR COLLEGE STUDENTS TO WRITE!

STUDENT ESSAY COMPETITION WITH THE THEME OF “FUTURE OF INDONESIAN PALM OIL AT THE END OF THE MORATORIUM”, IT'S TIME FOR COLLEGE STUDENTS TO WRITE!

Sebagai agen perubahan (Agent of change), mahasiswa memiliki peranan penting dalam sebagai katalis, pemicu terjadinya sebuah perubahan dalam masyarakat dan tentunya mahasiswa adalah orang-orang yang selalu berpikir visioner. 

Dalam upaya mewujudkan perubahan, mahasiswa harus aktif berpartisipasi dan berkontribusi dalam memecahkan persoalan sosial yang ada di tengah masyarakat. Oleh karena itu, membangun gerakan literasi dari kampus adalah salah satu langkah terbaik yang dapat dilakukan mahasiswa untuk berkontribusi. Gerakan literasi mahasiswa itu diwujudkan dengan dimulai dari rajin membaca, aktif berdiskusi, dan berani menyampaikan pendapat melalui tulisan. 

Yayasan Madani Berkelanjutan bersama Tempo Media Group menantang mahasiswa di seluruh Indonesia untuk menyampaikan ide dan gagasannya melalui “Lomba Karya Tulis Mahasiswa: Masa Depan Sawit Indonesia di Penghujung Moratorium”.

TUJUAN 

  1. Memberi ruang dan wadah ekspresi mahasiswa dalam menuangkan gagasan dan pengetahuan tentang isu sawit melalui karya tulis.

  2. Memberi apresiasi kepada para mahasiswa yang peduli terhadap lingkungan khususnya sawit, agar industri ini dapat lebih baik dan berkelanjutan.

  3. Memberi edukasi dan informasi kepada mahasiswa tentang isu sawit di Indonesia melalui kompetisi.

  4. Memberi referensi kepada pemerintah dan pemangku kepentingan untuk pengambilan kebijakan dengan gagasan yang dikemukakan oleh mahasiswa sebagai generasi pemikir dan penerus bangsa 

Persyaratan: 

  1. Follow IG @madaniberkelanjutan dan @majalah.tempo , dan tag 3 temen untuk join lomba ini. 

  2. Karya tulis merupakan hasil Original dan Belum Pernah dipublikasikan dengan cara menandatangani surat pernyataan pada form yang telah disediakan (bit.ly/PernyataanKeaslianKaryaTulis).

  3. Kirim Hasil Karya Tulis dalam bentuk PDF.

  4. Deadline Kompetisi 10 Juni 2021.

  5. Pengumuman Pemenang Tahap 1 Menuju 10 besar Akan Diumumkan Melalui Email, Telepon dan Social Media Tempo, pada 14 Juni 2021. 

  6. Peserta yang terpilih masuk di tahap 10 besar, akan melaksanakan presentasi dan penjurian langsung (virtual) dengan Juri Utama pada tanggal 21 Juni.

  7. Registrasi di link pendaftaran Bit.ly/CCKaryaTulisTempo.

  8. Summary tulisan di capture dan di posting di IG Story, tag dan mention ke IG @madaniberkelanjutan dan @majalah.tempo dengan hastag #masadepansawitindonesia #indonesiatangguh.

  9. Referensi artikel harus mengutip salah satu hasil publikasi Madani (dapat diakses di www.madaniberkelanjutan.id).

  10. Menuliskan nama lengkap, asal kampus di awal karya tulis.

  11. Keputusan panitia bersifat mutlak dan tidak dapat diganggu gugat

 

Tema Karya Tulis: Masa Depan Sawit Indonesia di Penghujung Moratorium Sub Tema : 

  1. Moratorium Sawit: Langkah Memperbaiki Tata Kelola Sawit di Indonesia. Pada subtema ini, peserta dapat membahas peluang dan tantangan kebijakan moratorium sawit yang akan habis pada bulan September 2021 mendatang.

  2. Bagaimana Membangun Sawit Berkelanjutan di Indonesia. Pada subtema ini, peserta dapat membahas urgensi adanya produk- produk sawit yang  ramah lingkungan bagi generasi mendatang.

  1. Bagaimana Upaya Meningkatkan Kesejahteraan Petani Sawit. Pada subtema ini, peserta dapat membahas langkah-langkah konkret yang dapat dilakukan  para pihak untuk berkolaborasi dalam meningkatkan kesejahteraan petani sawit.

  1. Bagaimana Mengatasi Bencana Alam akibat Pembukaan Sawit. Pada subtema ini, peserta dapat membahas permasalahan bencana yang salah satunya  diakibatkan oleh pembukaan lahan untuk sawit baru. Serta kondisi aktual pembangunan  desa yang dikelilingi sawit serta solusi inovatif untuk mengurai permasalahan tersebut.

  1. Membangun Perekonomian Masyarakat Berbasis Komunitas. Pada subtema ini, peserta dapat membahas dan merekomendasikan langkah konkrit agar daerah (provinsi/kabupaten/kota) tidak hanya menggantungkan pembangunan dari  salah satu sektor tertentu (sawit) semata.

 

Ketentuan Karya Tulis : 

  1. Maksimal karakter untuk karya tulis yaitu 3400 karakter dengan spasi.

  2. Karya tulis harus menggunakan Bahasa Indonesia yang baku dan benar. 

  3. Artikel karya tulis harus memuat satu foto atau gambar yang sesuai dengan  bahasan.

  4. Di dalam artikel harus terdapat judul, serta caption foto yang jelas 

 

Syarat Pendaftaran :

Mengisi seluruh data-data dengan lengkap di form bit.ly/CCKaryaTulisTempo

 

Juri:

  1. Anton Septian, Redaktur Eksekutif Majalah Tempo.

  2. Teguh Surya, Direktur Eksekutif Yayasan Madani Berkelanjutan 

 

Timeline Kegiatan: 

  1. 6 Mei : Kick Off dan Pembukaan Lomba 

  2. 6 Mei – 10 Juni : Pendaftaran, submit karya dan penjaringan peserta 10 Juni : Batas akhir pemasukan karya tulis 

  3. 10 Juni – 14 Juni : Seleksi berkas administrasi dan karya tulis tahap 1 14 Juni : Pengumuman 10 besar 

  4. 21 Juni : Presentasi dan penjurian 10 besar 

  5. 23 Juni : Pengumuman Pemenang 

Teknis Acara: 

Program ini akan dimulai dengan konten kick off di IG Feed Tempo dan  Madani pada tanggal 6 Mei, dalam sesi kick off ini akan diumumkan juga seluruh syarat  dan ketentuan lomba, serta hadiah yang akan didapat oleh para pemenang, tanggal 6  Mei juga akan dijalankan promo program di social media tempo (twitter, FB, dan IG Story),  di tanggal 6 Mei ini juga sudah mulai dilakukan penjaringan dan para peserta sudah  dapat untuk submit karyanya di link yang akan disediakan Tempo, proses penjaringan  dan submit karya akan berlangsung sampai 10 Juni, pada tanggal 10 Juni adalah sesi  closing program, sesi ini akan diumumkan di IG Tempo dan Madani, kemudian pada  tanggal 10 Juni – 14 Juni akan dilakukan seleksi berkas dan penjurian terhadap seluruh  karya yang masuk, kemudian tanggal 14 Juni akan diumumkan 10 besar yang lolos ke  tahap selanjutnya, 21 Juni para 10 besar akan presentasi dan dilakukan penjurian  langsung, kemudian tanggal 23 Juni akan diumumkan seluruh pemenang dari program  ini. 

 

Hadiah:  

  • Juara 1 (Uang tunai sebesar 3jt Rupiah, plakat, sertifikat dan karyanya dipublikasikan di  Majalah Tempo, Kelas Khusus Pelatihan Menulis Menembus dari Tempo, Free  Langganan 3 Bulan Tempo Digital, Merchandise Spesial dari Madani) 

  • Juara 2-10 (Plakat, sertifikat, Kelas Khusus Pelatihan Menulis dari Tempo, Free  Langganan 3 Bulan Tempo Digital, Merchandise Special dari Madani) 

  • Juara 11 – 30 (E-certificate, Free Langganan 3 Bulan Tempo Digital, Merchandise  Special dari Madani)

 

Target Peserta:

Mahasiswa Diploma dan Strata 1 Perguruan Tinggi Negeri atau Swasta di Indonesia

 

Kriteria penilaian lomba karya tulis:

Penilaian terdiri dari 2 aspek (naskah karya tulis dan presentasi karya tulis).

  1. Penilaian ini dilaksanakan oleh juri yang telah ditentukan oleh panitia.

  2. Seleksi pada tahap awal (penyisihan ) dilakukan oleh panitia dan seleksi akhir (finalis) dilakukan oleh dewan juri.

  3. Tim juri akan menetapkan juara 1 s.d 30. Keputusan juri bersifat mutlak dan tidak dapat diganggu gugat.

Related Article

EXTENSION OF THE PALM OIL MORATORIUM: A "BUILD BACK BETTER" OPPORTUNITY

EXTENSION OF THE PALM OIL MORATORIUM: A "BUILD BACK BETTER" OPPORTUNITY

Saat ini, bisa dikatakan bahwa dunia berada dalam situasi yang tidak pasti terutama perihal kondisi perekonomian global. Termasuk Indonesia, dimana dampak Pandemi Covid-19 terhadap perekonomian nasional menyebabkan pertumbuhan ekonomi mengalami resesi sebesar kurang lebih minus 2 persen. Oleh karena itu, banyak negara mulai memikirkan bagaimana cara untuk survive melawan resesi ekonomi yang melanda dunia.

Salah satu cara yang semakin digaungkan untuk dapat diimplementasikan adalah mengubah praktek ekonomi secara holistik dari yang sifatnya eksploitatif menjadi praktek ekonomi yang sifatnya berkelanjutan lantaran nilai eksternalitas dari kerusakan lingkungan yang menjadi penyebab pertumbuhan ekonomi tidak optimal. Selain nilai eksternalitas, urgensi pergantian metode praktek ekonomi penting dilakukan disebabkan karena beberapa hal. 

Laporan terbaru dari World Wild Fund for Nature (WWF) menjelaskan dalam 60 tahun terakhir, penyakit-penyakit yang diklasifikasikan sebagai pandemi seperti HIV, SARS, MERS, Zika, hingga Covid-19 disebabkan oleh kerusakan alam yang parah. Di sisi lain, studi dari Oxford University menunjukkan bahwa adanya sinergitas antara kebijakan pemulihan ekonomi dengan kebijakan yang positif terhadap perubahan iklim memberikan prospek yang baik terhadap pertumbuhan ekonomi serta kualitas hidup manusia. 

Indonesia sendiri dapat memulai praktek ekonomi yang berkelanjutan melalui perbaikan tata kelola hutan dan lahan guna membangun ketahanan terhadap bencana alam, dampak perubahan iklim, hingga kemungkinan pandemi lain yang akan terjadi akibat kerusakan alam dan lingkungan. Hal ini bisa dimulai salah satunya dari perbaikan tata kelola perkebunan sawit yang selama ini ditemui beberapa permasalahan. 

Penelitian Turubanova (2018) menunjukkan bahwa Indonesia merupakan negara dengan persentase kehilangan hutan alam primer terbesar di dunia dan salah satu faktor terbesar penyebabnya adalah ekspansi perkebunan kelapa sawit (Busch, 2015). Selain itu, penelitian Yayasan Madani Berkelanjutan juga menunjukkan bahwa lebih dari satu juta hektar kebakaran hutan dan lahan yang terjadi pada 2019 erat kaitannya dengan keberadaan izin konsesi perkebunan sawit dan hal ini tentunya menyebabkan kerugian materiil yang tidak sedikit. Menurut World Bank, kebakaran hutan dan lahan yang terjadi sepanjang 2019 tersebut menyebabkan kerugian sebesar Rp 72,95 Triliun atau setara dengan 0,5 persen dari GDP Indonesia. 

Momentum Pemerintah untuk memperbaiki tata kelola sawit dapat hadir apabila Pemerintah melakukan perpanjangan Instruksi Presiden (Inpres) No. 8 Tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Izin Perkebunan Kelapa Sawit dan Peningkatan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit atau dikenal sebagai Inpres Moratorium Sawit yang akan habis pada September tahun ini. Moratorium Sawit sendiri dapat memberikan ruang bagi Pemerintah untuk mendalami dan menata ulang aspek tata kelola sawit. Lewat mandat yang diberikan oleh kebijakan ini, terdapat beberapa instruksi yang menjadi kunci perbaikan tata kelola sawit Indonesia. Pertama, kebijakan ini menginstruksikan adanya penghentian pengeluaran izin perkebunan sawit. 

Walau waktunya bersifat sementara, instruksi ini dapat menghentikan ekspansi perkebunan kelapa sawit pada kawasan hutan dan hutan alam yang tersisa sehingga diharapkan dapat mengurangi angka deforestasi. Berdasarkan data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (2018), terdapat 12,8 juta hektare kawasan hutan yang diklasifikasikan sebagai Hutan Produksi Konversi (HPK) yang secara legal dapat dikonversi menjadi perkebunan sawit. 6,3 juta hektare dalam HPK tersebut merupakan hutan alam dan dengan instruksi ini luasan hutan alam tersebut dapat dilindungi apabila perpanjangan Inpres Moratorium Sawit diberlakukan. 

Kedua, kebijakan ini menginstruksikan adanya evaluasi perizinan perkebunan kelapa sawit yang telah dikeluarkan. Hal ini dapat menjadi cara untuk melindungi hutan alam yang tersisa yang berada di izin konsesi perkebunan sawit sebesar 3,4 juta (Madani, 2020). Selain itu, instruksi ini juga dapat menjadi cara untuk menemukan terjadinya pelanggaran hukum seperti perkebunan kelapa sawit yang beroperasi di dalam kawasan hutan, beroperasi tanpa izin yang sesuai, hingga pelanggaran tata ruang yang terjadi. Dampak dari hal-hal tersebut salah satunya adalah potensi penerimaan negara yang kurang optimal dari sektor sawit. 

Kajian Komisi Pemberantasan Korupsi (2016) menunjukkan bahwa ada Rp 18,13 Triliun potensi pajak yang tidak terpungut dari sektor perkebunan sawit akibat tiadanya legalitas izin pada tutupan sawit serta maraknya perusahaan yang beroperasi melebihi izin atau konsesi. Ketiga, kebijakan ini menginstruksikan adanya percepatan legalitas lahan untuk petani kecil dan pemberdayaan bagi petani kecil sehingga perkebunan yang mereka miliki dapat memberikan kesejahteraan yang lebih baik. Instruksi ini juga dapat mempercepat proses implementasi sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) yang mewajibkan petani memiliki sertifikasi tersebut setelah 5 tahun diundangkannya Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Sertifikasi Perkebunan. 

ISPO memiliki tujuan untuk memastikan bahwa prinsip keberlanjutan yang diatur dalam regulasi/kebijakan terkait dapat diterapkan, mendukung pencapaian komitmen iklim Indonesia, serta meningkatkan daya saing sawit Indonesia baik di pasar domestik maupun pasar internasional. Untuk mendapatkan sertifikasi itu sendiri, petani diwajibkan untuk memiliki sertifikat tanah serta surat tanda daftar usaha perkebunan sebagai sebagai salah satu prasyarat. Namun, dikarenakan aspek legalitas lahan yang masih menjadi masalah, maka proses implementasi ISPO terhadap petani masih menemui kesulitan. 

Perpanjangan kebijakan tersebut juga dapat memberikan waktu yang lebih banyak bagi Pemerintah untuk memperbaiki implementasi Moratorium Sawit yang selama ini dinilai masih jalan di tempat. Sampai saat ini, Pemerintah belum memiliki peta jalan pengimplementasian Inpres Moratorium Sawit sehingga tidak ada rujukan yang dapat menjadi acuan seperti petunjuk pelaksana (juklak) dan petunjuk teknis (juknis) bagi Kementerian/Lembaga yang mendapatkan instruksi dalam kebijakan ini. Pemerintah juga belum mengedepankan prinsip keterbukaan data bagi publik sehingga perkembangan implementasi kebijakan ini masih sulit diketahui oleh khalayak. 

Selain itu, sosialisasi dan sinkornisasi kerja antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang belum sinergis menjadi alasan lain bahwa ‘pekerjaan rumah’ tata kelola sawit belum selesai dibenahi oleh Pemerintah lewat Inpres Moratorium Sawit sehingga perpanjangan kebijakan ini menjadi suatu keharusan. Ke depan, Pemerintah harus memiliki political will yang kuat untuk memperbaiki tata kelola sawit nasional dimulai dari memperpanjang masa pemberlakuan kebijakan ini. Selain itu, agar implementasi Inpres Moratorium Sawit dapat berjalan optimal, Pemerintah perlu membuat peta jalan pelaksanaan Inpres Moratorium Sawit, memperbaiki transparansi perkembangan pelaksanaan Inpres Moratorium, perbaikan sinergisasi antar institusi baik antar Kementerian/Lembaga di level pusat maupun antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah, hingga pelibatan semua pemangku kepentingan dalam konteks tata kelola sawit. Dengan diperpanjangnya masa pemberlakuan serta perbaikan dalam aspek implementasi, diharapkan momentum Build Back Better bagi perekonomian Indonesia dapat dicapai guna mewujudkan Indonesia tangguh dan berkelanjutan di masa depan.

Oleh: M.Arief Virgy

Peneliti di Yayasan Madani Berkelanjutan

 Artikel ini sudah dimuat di Harian Kalteng Pos edisi 6 Maret 2021.

Related Article

Perpanjangan INPRES Moratorium Sawit Peluang Menyejahterakan Petani dan Daerah

Perpanjangan INPRES Moratorium Sawit Peluang Menyejahterakan Petani dan Daerah

[Jakarta, 9 Februari 2021] Instruksi Presiden No. 8 Tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perkebunan Kelapa Sawit Serta Peningkatan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit (INPRES Moratorium Sawit) yang akan berakhir tahun ini, perlu diperpanjang untuk memberi ruang perbaikan tata kelola guna meningkatkan kesejahteraan petani dan daerah-daerah penghasil sawit.

Masih banyak persoalan tata kelola sawit yang harus dibenahi agar petani dan daerah sejahtera, di antaranya sengkarut perizinan, perkebunan tanpa izin, legalitas lahan dan kebun petani, subsidi yang tidak tepat sasaran, prioritas anggaran bagi kesejahteraan petani yang minim, hingga perimbangan keuangan pusat-daerah yang dirasa belum adil. Oleh karena itu, moratorium sawit selama 3 tahun ini harus diperpanjang agar semua pihak punya waktu cukup untuk berbenah,” ujar Trias Fetra, Program Officer Tata Kelola Sawit Yayasan Madani Berkelanjutan.

Sengkarut perizinan sawit membuat pendapatan daerah kurang optimal. Setidaknya Madani mencatat terdapat 11,9 juta izin sawit yang belum ditanami sawit. Area ini perlu mendapat perhatian sebagai prioritas revisi izin yang telah diberikan. Disisi lain terdapat pula 8,4 juta tutupan sawit yang belum terdata izin sawitnya. Tentunya pemerintah pada area ini perlu mencermati dan memastikan status izin yang ada agar dapat mengoptimalkan pendapatan negara.

Trias Fetra menambahkan, “Selain memperpanjang moratorium sawit, Pemerintah juga perlu membuat formula baru untuk memperbaiki kesejahteraan petani sawit melalui pengelolaan harga TBS dan dana perkebunan sawit, karena saat ini penggunaan Dana Perkebunan Sawit tidak tepat sasaran, sehingga tidak memberikan dampak terhadap kesejahteraan petani sawit. Selain itu, formula penetapan harga tandan buah segar (TBS) di tingkat petani lebih banyak menguntungkan dan mensubsidi pengusaha”.

Dalam kajian yang dilakukan oleh Madani, dana perkebunan sawit yang seharusnya digunakan untuk program yang berkaitan langsung dengan pengembangan perkebunan sawit, seperti program peremajaan sawit rakyat, program pengembangan sarana dan prasarana perkebunan sawit, program peningkatan sumber daya manusia di sektor perkebunan sawit dan sebagainya, ternyata digunakan untuk program subsidi biodiesel. Berdasarkan data KPK (2017), Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) menghimpun dana perkebunan sawit dari hasil pungutan ekspor CPO dan produk turunannya sebesar Rp 11 triliun pada 2016. Dari besaran dana yang dihimpun tersebut, BPDPKS mengalokasikan sebesar 81,8% untuk subsidi biodiesel. Ada dua grup usaha, yaitu Wilmar Grup dan Musim Mas Grup yang mendapatkan alokasi terbesar dari subsidi biodiesel tersebut,” ungkap Trias Fetra.

Peneliti Tata Kelola Sawit Yayasan Madani Berkelanjutan, Erlangga menambahkan bahwa dalam analisis input-output yang dilakukan oleh Yayasan Madani Berkelanjutan menunjukan bahwa penggunaan dana perkebunan sawit untuk membiayai subsidi biodiesel tidak memberikan nilai manfaat besar terhadap keseimbangan faktor produksi dibandingkan menggunakannya untuk program yang berkaitan langsung dengan pengembangan sektor perkebunan sawit.

Jika semua penerimaan dana perkebunan sawit digunakan untuk sektor perkebunan sawit maka pertumbuhan output produksi di sektor tersebut meningkat sebesar 6,52% dan juga mempengaruhi output produksi sektor lain, seperti faktor produksi tenaga kerja naik sebesar 0,59%, output faktor produksi rumah tangga juga meningkat sebesar 0,50%. Sedangkan, jika dana tersebut semuanya digunakan untuk subsidi biodiesel, hanya mampu meningkatkan output produksi sektor industri biodiesel sebesar 1,23%. Output produksi tenaga kerja dan output produksi rumah tangga hanya naik sebesar 0,31%,” terang Erlangga.

Selain itu, tujuan dari penghimpunan dana perkebunan sawit untuk meningkatkan kesejahteraan petani, sesuai dengan mandat dari Undang-undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan tidak terealisasi. “Pemerintah mendorong peningkatan harga CPO dengan melakukan pungutan ekspor terhadap ekspor CPO dan produk turunannya. Dimana dana dari hasil pungutan tersebut digunakan untuk membiayai subsidi biodiesel. Hal tersebut dilakukan agar produksi biodiesel di dalam negeri meningkat sehingga mampu menyerap produksi CPO. Meningkatnya permintaan CPO akan mampu mendongkrak harga CPO dan implikasi lainnya, harga TBS di tingkat petani meningkat. Pada akhirnya, akan meningkatkan nilai tukar petani (NTP) perkebunan rakyat,” kata Intan Elvira, peneliti Tata Kelola Sawit Madani Berkelanjutan.

Ternyata hal tersebut tidak terjadi. Harga CPO di dalam negeri tidak mengalami peningkatan signifikan dan cenderung berfluktuasi. Misalnya, pada 2014, rata-rata harga CPO berdasarkan harga acuan Belawan dan Dumai sebesar Rp 9.084/Kg. Harga tersebut sebelumnya pemerintah melakukan pungutan ekspor. Setelah, pungutan ekspor dilakukan pada 2015, harga CPO lebih rendah dibanding harga sebelum pungutan ekspor. Bahkan, pada 2019, harga turun menjadi Rp 6.829/Kg,” tambah Intan Elvira.

Untuk itu, Badan Pengarah BPDPKS perlu mengubah strategi penggunaan dana perkebunan sawit agar fokus pada perbaikan kesejahteraan petani, seperti program peremajaan sawit rakyat, peningkatan sarana dan prasarana perkebunan sawit, dan peningkatan SDM petani sawit. Hal ini penting dilakukan agar mandat dari Undang-undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan bisa direalisasikan dengan baik. Di mana dalam regulasi tersebut diatur penggunaan dana perkebunan sawit untuk program peremajaan sawit rakyat, peningkatan sarana dan prasarana perkebunan sawit, dan peningkatan SDM petani sawit,” kata Trias Fetra.

Selain itu, Badan Pelaksana BPDPKS perlu memperbaiki skema penyaluran dana untuk program peremajaan sawit rakyat yang berbasis pada data yang valid (spasial dan numerik), memangkas proses birokrasi yang panjang, seperti proses rekomendasi teknis yang bertingkat dan verifikasi calon penerima.

Kementerian Pertanian perlu perbaikan terhadap formula penetapan harga TBS di tingkat petani dari hanya menggunakan pendekatan biaya produksi pada level Pabrik Kelapa Sawit (PKS) menjadi kombinasi antara biaya produksi pada level PKS dan biaya produksi pada level petani.  Serta Kementerian Pertanian perlu menyusun matriks penentuan harga TBS berdasarkan kualitas TBS sebagai referensi resmi yang dikeluarkan melalui revisi Permentan No. 1 Tahun 2018 tentang Penetapan Harga TBS. Dan perlu menyusun skema khusus lewat Peraturan Menteri yang mengatur ketentuan penetapan harga yang linear antara kenaikan harga CPO dan Indeks K. Pada banyak kasus, kenaikan harga TBS tidak elastis dengan kenaikan harga CPO,” kata Intan Elvira. [ ]

Kontak Media:

Trias Fetra, Program Officer Tata Kelola Sawit Yayasan Madani Berkelanjutan, WA. 0877 4403 0366

Erlangga, Peneliti Tata Kelola Sawit Yayasan Madani Berkelanjutan, WA. 0852 0856 8896

Intan Elvira, Peneliti Tata Kelola Sawit Yayasan Madani Berkelanjutan, WA. 0812 2838 6143

Related Article

Dua Tahun Inpres Moratorium Sawit : Pemerintah Perlu ‘Tancap Gas’ Perbaiki Tata Kelola Sawit

Dua Tahun Inpres Moratorium Sawit : Pemerintah Perlu ‘Tancap Gas’ Perbaiki Tata Kelola Sawit

[Jakarta, 20 September 2020] September 2020, Kebijakan Instruksi Presiden No. 8 tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit serta Peningkatan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit, atau yang dikenal dengan inpres moratorium sawit telah memasuki usia dua tahun pasca diterbitkan. Di tengah pandemi Covid-19, pemerintah perlu ‘tancap gas’ untuk menyelesaikan berbagai mandat Inpres moratorium sawit dalam memperbaiki tata kelola sawit Indonesia agar dapat menyelesaikan 1053 konflik di perkebunan sawit    serta berkontribusi optimal untuk pemulihan ekonomi nasional.

Dalam konteks terkini, pandemi Covid-19 yang sedang kita hadapi bersama sedikit banyak menjadi faktor eksternal yang berpengaruh terhadap proses pengimplementasian kebijakan. Dengan fokusnya pemerintah pusat dan daerah dalam hal menangani pandemi, maka proses pengimplementasian kebijakan ini agak sedikit tertunda. Harapannya pemerintah dapat menemukan mekanisme kerja implementasi yang lebih adaptif terhadap kondisi pandemi sehingga situasi ini tidak menjadi penghambat yang berarti.

Selama kurun waktu dua tahun, dinamika perkembangan dan capaian yang dilakukan dari Kementerian dan atau Lembaga di pemerintah pusat sampai pemerintah daerah belum memuaskan karena tiadanya capaian-capaian yang signifikan. Di tingkat nasional, pemerintah pusat yang digawangi oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian telah membentuk tim kerja moratorium sawit yang beranggotakan perwakilan antar-kementerian. Tim ini diketahui telah menyelesaikan tutupan luasan sawit di Indonesia yang tertuang dalam Kepmentan No. 833/KPTS/SR.020/M/12/2019 yakni luas tutupan perkebunan sawit adalah 16,38 juta hektar. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional telah melakukan validasi data Hak Guna Usaha (HGU) di Kaltim, Kalteng, Sulbar, Papua dan Riau. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah melakukan penundaan penerbitan izin baru pelepasan kawasan/tukar menukar kawasan hutan, telah menetapkan kebun-kebun sawit illegal dalam kawasan hutan serta menyusun rancangan perpres berkenaan dengan tipologi penyelesaian sawit di dalam kawasan hutan.

Sementara di tingkat Provinsi dan Kabupaten, beberapa pemerintah daerah seperti Provinsi Aceh, Kabupaten Buol, Kabupaten Sanggau, Kabupaten Gorontalo dan Aceh Utara telah merespon kebijakan ini dengan menurunkannya ke dalam aturan di tingkat lokal dalam bentuk Surat Edaran (SE) maupun Peraturan Bupati (Perbup). Sementara daerah yang memiliki komitmen positif terhadap inpres ini terdapat lima Provinsi (Kaltim, Kalbar, Riau, Papua Barat dan Kepulauan Riau) dan enam Kota/Kabupaten (Sintang, Kayong Utara, Barito Timur, Lingga, Banyuasin dan Musi Banyuasin). 

Sejumlah capaian baik ini tidak terlepas dari hambatan dan tantangan pengimplementasian yang perlu diperbaiki ke depan. Koalisi Masyarakat Sipil mencatat beberapa hal diantaranya, Pertama, minimnya sosialisasi kebijakan. Beberapa kepala daerah di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota masih belum mengetahui terkait kebijakan ini. Hal ini menunjukkan proses sosialisasi yang kurang baik. Kedua, pola kerja pemerintah pusat dan daerah yang tidak tersinkronisasi. Pola kerja dalam inpres ini adalah dari daerah ke nasional artinya hasil temuan pemerintah daerah yang nantinya akan dibahas di tim kerja nasional untuk tindaklanjuti. Hal ini yang tidak terjadi. Pemerintah pusat hanya berfokus melakukan penyusunan tutupan luasan sawit. Bahkan strategi implementasi inpres tim kerja nasional dengan menetapkan tujuh provinsi prioritas (Provinsi Jambi, Riau, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Timur) tidak sejalan dengan inpres, karena didalam inpres tidak mengamanatkan hal demikian. 

Ketiga, belum adanya peta jalan pengimplementasian inpres moratorium sawit. Beberapa daerah yang semangat menjalankan inpres terkendala soal tidak adanya dokumen rujukan yang dapat menjadi acuan pengimplementasian inpres ini. Sehingga diperlukan hal semacam peta jalan, petunjuk pelaksana (juklak) dan petunjuk teknis (juknis), termasuk alokasi anggaran yang tidak disebutkan dalam inpres ini.

Keempat, tidak mengedepankan prinsip keterbukaan data. Laporan perkembangan enam bulanan yang disusun oleh tim kerja nasional untuk dilaporkan ke Presiden sangat sulit untuk diakses kelompok masyarakat sipil. Walau tidak ada kewajiban untuk membuka dokumen ini ke publik tapi akan sangat baik jika hal tersebut dilakukan, agar kita dapat melihat proses secara utuh dan memberikan masukan-masukan yang sesuai. Selain itu, tidak adanya update yang diterima masyarakat sipil terkait perpindahan Deputi di Kemenko Perekonomian yang menangani Inpres ini juga sangat disayangkan. Padahal proses transparansi adalah faktor yang penting untuk mengetahui lubang yang selama ini ada dan bersama-sama menambalnya.

Hal lainnya, terkait tutupan luasan perkebunan sawit di Indonesia yang telah dirilis juga tidak menyampaikan detail terkait berapa dan dimana lokasi sawit yang berada di dalam kawasan hutan. Padahal jika hal ini tertuang dalam tutupan tersebut maka akan sangat memudahkan bagi tim kerja melakukan evaluasi. Sehingga wajar saja, hingga saat ini belum ada kasus sawit di kawasan hutan yang dapat diselesaikan melalui inpres ini. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah menyatakan bahwa terdapat 3,4 juta ha perkebunan sawit didalam kawasan hutan, namun faktanya hingga saat ini tidak ada kejelasan terkait penyataan tersebut perihal dimana lokasinya, dimiliki oleh siapa apa dan bagaimana proses tindaklanjutnya.

Kelima, pemerintah belum memiliki arah yang jelas soal peningkatan produktivitas sawit. Artinya pemerintah belum memiliki berapa target atau standar produktivitas sawit yang akan dituju serta bagaimana langkah-langkah yang harus ditempuh untuk mencapai target tersebut. Dalam kacamata pemerintah peningkatan produktivitas hanya terbatas pada Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) semata dengan memanfaatkan dana BPDP-KS. Yang mana realisasinya program ini masih minim, pada 2020 hanya seluas 20.469 ha atau 11,37% dari target yang telah ditetapkan.

Selain itu di sisi ekonomi, kontribusi sawit terhadap daerah masih dirasa kurang berdampak. Hal ini dikarenakan belum adanya skema bagi hasil yang berimbang antara daerah penghasil sawit dengan pemerintah pusat. Sistem pembagian hasil seperti ini tidak setara dengan dampak dari pengelolaan perkebunan sawit seperti kerusakan infrastruktur akibat pengangkutan CPO hingga kerusakan lingkungan yang berdampak pada pencemaran air, tanah, dan udara, serta Karhutla.

Sejumlah catatan kritis di atas diharapkan dapat menjadi perhatian para penerima mandat dalam inpres ini.  Kami dari koalisi masyarakat sipil merekomendasikan beberapa hal diantaranya :

  1. Respon positif pemerintah daerah baik di tingkat provinsi/kabupaten/kota perlu disambut baik oleh pemerintah pusat dengan mensinergikan kerja-kerja serta memfasilitasi dengan menyiapkan aturan teknis implementasi inpres (juklak atau juknis)termasuk alokasi anggaran.
  2. Adanya target dan program peningkatan produktivitas oleh pemerintah yang lebih jelas dan terukur serta memiliki waktu dan lokasi (kabupaten/kota) pencapaian target tersebut.
  3. Meningkatkan transparansi dan akses publik mengenai laporan enam bulanan perkembangan inpres moratorium serta data penggunaan lahan dan izin perusahaan perkebunan sawit.
  4. Melibatkan lintas stakeholder untuk pelaksanaan dan pengawasan moratorium sawit, seperti organisasi masyarakat sipil dan organisasi lintas keagamaan.
  5. Adanya skema dana bagi hasil yang berkeadilan antara daerah penghasil sawit dengan pemerintah pusat agar daerah memiliki dorongan untuk mengawasi dan membangun perkebunan sawit yang berkelanjutan.
  6. Membuat peta jalan (road map) satu pintu pelaksanaan moratorium sawit. Hal ini diperlukan untuk mengefektikan proses moratorium sawit sehingga tidak terjadi tumpang tindih aturan birokrasi dan anggaran.
  7. Pembahasan RUU Cipta Kerja semestinya tidak menjadi alasan bagi Pemerintah untuk menunda pelaksanaan Inpres Moratorium Sawit. Penyelesaian moratorium dengan fokus terhadap konsolidasi data dan review perizinan harus menjadi langkah awal untuk menuntaskan permasalahan tata kelola perkebunan.
  8. Tidak memprioritaskan wilayah tertentu dalam pengimplementasian kebijakan inpres moratorium sawit, melainkan seluruh wilayah di Indonesia yang memiliki sawit.

Jika pemerintah masih menggunakan pendekatan dan strategi yang sama dalam menjalankan tugas dan amanah didalam inpres ini, maka perbaikan tata kelola sawit yang di impikan selama ini akan sangat sulit tercapai di waktu yang sempit ini. Koalisi Masyarakat Sipil melihat perpanjangan inpres moratorium sawit untuk perbaikan tata kelola perkebunan sawit Indonesia adalah sesuatu hal relevan dapat dilakukan Pemerintah Indonesia dengan catatan harus memiliki capaian-capaian yang terukur dalam segala aspek serta turut mensinkronisasikan dan mengkonsolidasikan kepada pihak-pihak yang memiliki tujuan yang sama dalam mewujudkan perbaikan tata kelola sawit, seperti misalnya dengan Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam (GN PSDA) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam hal review perizinan serta bersama dengan ISPO dan RSPO dalam hal peningkatan produktivitas dan standar perkebunan sawit berkelanjutan melalui mekanisme sertifikasi.

###

Atas Nama Koalisi Masyarakat Sipil :

Sawit Watch, Kaoem Telapak, Madani Berkelanjutan,

Forest Watch Indonesia dan Indonesian Center for Environmental Law (ICEL)

 

Narahubung :

Abu Meridian_Direktur Eksekutif Kaoem Telapak (082311600535 / abu.meridian@kaoemtelapak.org

Adrianus Eryan_Indonesian Center For Environmental Law (081386299786 / adrianuseryan@gmail.com)

Agung Ady Setiyawan_Perkampanye Forest Watch Indonesia (085783517913 / agung_ady@fwi.or.id )

Inda Fatinaware_Direktur Eksekutif Sawit Watch (0811448677 / inda@sawitwatch.or.id)

Teguh Surya_Direktur Eksekutif Madani Berkelanjutan (081294801453 / teguh@madaniberkelanjuan.id)

Related Article

Ekonomi Sawit di Kalimantan Barat Agar Tidak Bergantung Pada Dahan yang Rapuh

Ekonomi Sawit di Kalimantan Barat Agar Tidak Bergantung Pada Dahan yang Rapuh

[Jakarta, 8 April 2020] Kalimantan Barat merupakan provinsi dengan predikat luas lahan sawit ketiga terbesar di Indonesia, namun dengan tingkat kemiskinan tertinggi di pulau Kalimantan. “Perluasan wilayah perkebunan sawit di Kalimantan Barat selama ini ternyata tidak berbanding lurus dengan pertumbuhan ekonomi lokal. Sehingga selayaknya pemerintah daerah memberikan fokus pada penyeimbangan jenis komoditas di suatu wilayah. Harapannya, komoditas perkebunan lainnya dapat turut bersaing sebagai kontributor perekonomian daerah sehingga daerah dapat lebih tahan menghadapi kondisi ekonomi yang bergejolak. Menggantungkan ketahanan ekonomi hanya pada satu komoditas unggulan seperti sawit tentu bukan hal yang bijak saat ini,” ujar Muhammad Teguh Surya, Direktur Eksekutif Yayasan Madani Berkelanjutan dalam Diskusi Online “Masa Depan Kalimantan Barat di Era Sawit” pada 8 April 2020.

Khusus untuk komoditas sawit, tantangan terbesar pemerintah daerah Kalimantan Barat saat ini adalah rendahnya tingkat produktivitas (baca: peringkat 10 dari 10 provinsi dengan sawit terluas). Pemerintah Daerah Kalimantan Barat perlu memprioritaskan peningkatan produktivitas sawit secara optimal dan mengurungkan ekspansi perkebunan sawit. Ini sejalan dengan amanat Inpres No. 8 Tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit Serta Peningkatan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit,” tambah Teguh.

Saat ini, luasan area sawit tertanam di Kalimantan Barat masih didominasi oleh perkebunan swasta. “Lahan sawit perkebunan swasta mencapai 1,09 juta hektare sementara luas perkebunan rakyat hanya 413 ribu hektare dan perkebunan negara hanya 56,7 ribu hektare,” tutur Erlangga, Peneliti Muda Yayasan Madani Berkelanjutan.

Pada periode 2011-2018, perkebunan swasta di Kalimantan Barat mengalami peningkatan luas sawit tertanam yang paling signifikan, yakni 91,5 ribu hektare/tahun sementara luas perkebunan rakyat hanya bertambah rata-rata 19,7 ribu hektare/tahun dan perkebunan negara justru mengalami pengurangan luas sebesar 770 hektare per tahun. Fakta tersebut menunjukkan masih timpangnya penguasaan lahan sawit di Kalimantan Barat,” tambah Erlangga.

Dari segi produktivitas, hasil kajian Madani menemukan bahwa meskipun sering dipandang sebelah mata karena luasannya kecil, perkebunan negara di Kabupaten Landak dan Sanggau justru memiliki rata-rata produktivitas tertinggi jika dibandingkan dengan perkebunan swasta dan perkebunan rakyat. Pada tahun 2017, produktivitas sawit perkebunan negara di dua kabupaten tersebut mencapai 3,3 ton/hektare sementara perkebunan swasta di Kalimantan Barat (kecuali Kota Singkawang) produktivitasnya hanya 2,2 ton/hektare dan perkebunan rakyat hanya 2,1 ton/hektare.

Di tahun 2018, produktivitas sawit di perkebunan negara mengalami penurunan menjadi 2,9 ton/hektare, namun masih lebih tinggi dibandingkan dengan perkebunan swasta yang produktivitasnya hanya 2,6 ton/hektare dan perkebunan rakyat yang produktivitasnya 2,2 ton/hektare.

Peningkatan produktivitas menjadi kunci, bukan lagi perluasan lahan sawit. Hal lain adalah memperbaiki tata kelola perkebunan sawit yang telah ada,” urai Erlangga.

Sementara itu, dari sisi pembangunan desa, kontribusi perkebunan sawit terhadap pembangunan wilayah pedesaan masih belum optimal sebagaimana tercermin dari nilai Indeks Desa Membangun di desa-desa yang bersinggungan dengan perkebunan sawit.

Sebagian besar desa yang berada di sekitar perkebunan sawit justru memiliki nilai Indeks Ketahanan Ekonomi dan Lingkungan yang rendah,” ujar Erlangga.

Padahal, setidaknya ada lima regulasi yang mewajibkan pelaku usaha untuk bertanggung jawab atas aspek sosial dan lingkungan pada masyarakat sekitar. Lima kebijakan tersebut adalah UU No 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal,  UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN No 7 Tahun 2017 tentang Pengaturan dan Tata Cara Penetapan Hak Guna Usaha, UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dan PP No. 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas.

Jika sawit masih diharapkan untuk dapat berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi khususnya di tingkat tapak, maka perlu koreksi mendalam atas praktik tata kelola yang dijalankan saat ini.

oooOOOooo

Kontak Narasumber:

M. Teguh Surya, Direktur Eksekutif Yayasan Madani Berkelanjutan, HP. 0812 9480 1453

Erlangga, Peneliti Muda Yayasan Madani Berkelanjutan, HP 0852 0856 8896

Luluk Uliyah, Senior Media Communication Yayasan Madani Berkelanjutan, HP. 0815 1986 8887

Related Article

en_USEN_US