Madani

Tentang Kami

Debat Mini MADANI “Alam, Manusia, dan Iklim dalam Visi Misi Kandidat Presiden”

Debat Mini MADANI “Alam, Manusia, dan Iklim dalam Visi Misi Kandidat Presiden”

[Event] Minggu lalu di debat Cawapres ke-4 banyak dibahas tentang deforestasi, lahan, transisi energi, masyarakat adat, reforma agraria dan pembangunan berkelanjutan.
Namun masih banyak persoalan substantif dan mendasar yang belum diulas.

MADANI Berkelanjutan mengadakan Debat Mini dengan tema “Alam, Manusia, dan Iklim dalam Visi Misi Kandidat Presiden” bersama Timses masing-masing capres yang dilaksanakan pada:

📅 Hari/Tanggal: Kamis, 25 Januari 2024
⏰ Waktu: 14.00 – 16.00 WIB
📍Tempat: Kantor MADANI Berkelanjutan, Jl. Mesjid Al Hidayah No.14A, Pejaten Barat, Jakarta Selatan
Online: bit.ly/DebatMiniMadani

Narasumber:
1. Irvan Pulungan, Timnas AMIN 01
2. Mulya Amri, Tim Kampanye Nasional (TKN) 02
3. Dini Ramadhani, Tim Pemenangan Nasional (TPN) 03

Moderator:
Intan Lestari dan Salma Zakiyah (Madani Berkelanjutan)

Yuk hadir ya, baik langsung ke tempat kegiatan ataupun online🔥✨

 

Related Article

Manusia, Alam, dan Pemilu: Menilai Agenda Lingkungan dan SDA, Calon Presiden Indonesia 2024

Manusia, Alam, dan Pemilu: Menilai Agenda Lingkungan dan SDA, Calon Presiden Indonesia 2024

Three planetary crisis menjadi kata kunci dalam satu tahun terakhir. Dalam dokumen RPJMN tahun 2020- 
iklim sebagai salah satu dari tujuh agenda pembangunan. Artinya, krisis iklim sebagai salah satu dari tiga krisis yang dihadapi planet bumi telah menjadi prioritas pemerintah. Sejak 2007 (era SBY), Pemerintah telah memberikan perhatian besar dalam menjawab tantangan krisis iklim. Dalam perjalanannya hingga hari ini (era Jokowi), Pemerintah terus melanjutkan bahkan meningkatkan komitmen dalam penurunan emisi nasional. Meskipun demikian, ambisi besar Pemerintah lewat perencanaan pembangunan untuk menunjukan niat baik penurunan emisi tidaklah cukup. Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan agar dapat mencapai ambisi tersebut. Praktik pembangunan yang masih bergantung pada bahan bakar fosil, pengesampingan kearifan lokal dalam praktik pembangunan, dan partisipasi publik dalam pengambilan kebijakan masih menjadi tantangan untuk segera dijawab.

Untuk menjawab tantangan tersebut, diperlukan sebuah keberanian dan ketegasan untuk mengambil langkah yang tepat dalam mengeksekusi berbagai perencanaan yang sudah dilakukan.

Tahun 2024 menjadi momen yang penting bagi Indonesia, karena pada tahun ini akan diselenggarakan pemilu serentak untuk pertama kalinya. Akan terjadi sebuah perubahan kepemimpinan, bukan hanya pada skala nasional, tapi juga daerah. Kini, komitmen iklim Indonesia yang tertuang lewat Enhanced Nationally Determined Contribution (NDC) makin ditingkatkan, target penurunan emisi dengan kemampuan sendiri yang semulanya 29% meningkat menjadi 31,89% dan dengan dukungan internasional sebesar 41% meningkat menjadi 43,20%.

Kendati makin meningkat, bagaimana dengan implementasinya? Terdapat beberapa hal yang patut untuk dipertahankan, tapi ada pula hal yang harus mendapatkan perhatian serius. Keberhasilan Indonesia dalam menahan laju peningkatan deforestasi misalnya, adalah sebuah capaian yang patut dipertahankan dan diperkuat. Karena, di tengah capaian tersebut, Indonesia masih belum bisa mentransformasikan Peta Indikatif Penghentian Pemberian Izin Baru (PIPPIB) menjadi landasan bagi rencana tata ruang nasional.
Persoalan kebakaran hutan dan lahan juga relatif berhasil ditahan oleh Pemerintah Indonesia pada tahun 2021-2022, dan ini masih harus ditingkatkan. Karena, di tengah keberhasilan tersebut Madani mencatat telah terjadi perluasan kebakaran hutan dan lahan mencapai 1,3 juta hektare pada periode Januari – November 2023, yang hampir menyamai kebakaran besar tahun 2019 seluas 1,6 juta hektare.

Demikian juga dalam transisi energi terbarukan. Indonesia telah berkomitmen untuk menerapkan skenario just energy transition. Namun, 10% hingga 30% sejak 2013 dari strateginya masih hanya mengandalkan bahan bakar nabati (BBN) berbahan dasar sawit. BBN generasi kedua yang menggunakan limbah dan tanaman non pangan masih minim perhatian. Akhirnya, pemanfaatan BBN sebagai bagian dari transisi energi di Indonesia masih lebih banyak menguntungkan konglomerasi ketimbang penurunan emisi. Diperlukan sebuah langkah yang inovatif dan tidak saja mengedepankan economic growth (tumbuh) tapi thriving economy (lebih holistik dan berkembang).

Related Article

id_IDID