Madani

Tentang Kami

Strengthening Indonesia’s Readiness to Navigate the European Union Deforestation-Free Regulation through Improved Governance and Inclusive Partnerships

Strengthening Indonesia’s Readiness to Navigate the European Union Deforestation-Free Regulation through Improved Governance and Inclusive Partnerships

“Strengthening Indonesia’s Readiness to Navigate the European Union Deforestation-Free Regulation through Improved Governance and Inclusive Partnerships”

The European Union ratified a regulation last year that changed the global trade paradigm. Palm oil, wood, soybeans, cattle, rubber, cocoa, and coffee entering the European Union are now subject to a stringent due diligence process. These products must originate from traceable sources, adhere to legal standards, and not result from forest conversion after December 31, 2020. Commencing on January 1, 2025, this regulation will come into force, affecting the exports of Indonesia’s primary commodities including palm oil, wood, rubber, cocoa, and coffee.

Indonesia faces a many of challenges in implementing these regulations. These challenges encompass overlapping land and plantation data, a lack of transparency in licensing data, the imperative for enhanced legal compliance, conflicts between plantation and forest area, and injustices endured by farmers. Deforestation, both legal and illegal, persists as a significant issue. Hence, enhancing land and commodity management is pivotal, not only to adhere to the EUDR but also to realize equitable and sustainable natural resource management as mandated by the 1945 Indonesian Constitution.

The Indonesian government, in collaboration with Malaysia and the European Commission, has established an Ad Hoc Joint Task Force to tackle EUDR-related issues. Topics under discussion include the participation of smallholders or farmers in the supply chain, pertinent national certification schemes, traceability systems, data on deforestation and forest degradation, and personal data protection. The second meeting of the Joint Task Force is slated for February 2, 2024, in Malaysia.

This article aims to contribute to strengthening Indonesia’s land and commodity governance in response to European Union deforestation regulations, which are expected to drive improvements. It also seeks to stimulate public discussion by examining data on legality and deforestation trends relevant to the due diligence and benchmarking processes under the EUDR.

The partnership between Indonesia and the European Union carries significant potential to support governance in Indonesia and elevate the competitiveness of Indonesian export commodities in aligning with the EUDR. This article proposes four priority areas for governance enhancement within this partnership: Strengthening the Regulatory Framework for Deforestation-Free Commodity Production, Accelerating Fulfillment of Legality and Traceability Requirements, Improving Data Transparency and Accountability in Licensing, and Facilitating Multi-stakeholder Participation and Collaboration. This partnership should be conducted with transparency, inclusivity, and the active involvement of all interested parties.

* Revisions have been made to Figure 9 page 18, and the first paragraph in subsection page 83.

 

Related Article

Berapa Hutan Indonesia yang Hilang Selama 2016-2022?

Berapa Hutan Indonesia yang Hilang Selama 2016-2022?

[MADANI, 28 Maret 2024] Meski trennya menurun, deforestasi atau hilangnya hutan di Indonesia masih terus terjadi setiap tahun. Melihat data hilangnya hutan Indonesia yang tersedia dan dapat diakses secara publik, dari tahun 2016 hingga 2022, tercatat 2 juta hektare hutan Indonesia hilang. Yang mengkhawatirkan, sekitar 58% atau 1,2 juta hektare hutan yang hilang adalah hutan alam.

Hutan alam perlu dilindungi karena berperan penting dalam mencegah memburuknya krisis iklim, melindungi lingkungan, dan menopang kehidupan masyarakat. Hutan alam menyerap CO2 yang sangat besar dari atmosfer sehingga mengurangi efek pemanasan global yang membawa bencana. Hutan alam juga merupakan rumah bagi keanekaragaman hayati, banyak diantaranya terancam punah.

Hutan juga mengatur siklus air dan meningkatkan kualitas udara. Bagi masyarakat yang tinggal di dalam dan di sekitar hutan, hutan alam menyediakan sumber daya penting, seperti makanan, obat-obatan, dan bahan bakar, serta peluang untuk mata pencaharian yang berkelanjutan. Selain itu, hutan alam juga menawarkan ruang rekreasi, meningkatkan kesejahteraan mental dan fisik. Oleh karena itu, perlindungan dan pengelolaan hutan alam yang berkelanjutan sangat penting untuk kesehatan lingkungan, stabilitas iklim, dan kesejahteraan generasi saat ini dan yang akan datang.

 

English Version

How Much of Indonesia’s Forests Were Lost Between 2016-2022?

[MADANI, March 28, 2024] Despite a downward trend, deforestation or forest loss in Indonesia continues to occur every year. Examining publicly accessible data on Indonesia’s forest loss from 2016 to 2022, it is recorded that 2 million hectares of Indonesian forests have disappeared. Alarmingly, about 58% or 1.2 million hectares of the lost forests were natural forests.

Natural forests need to be protected because they play a crucial role in combating the climate crisis, protecting the environment, and supporting community livelihoods. Natural forests absorb vast amounts of CO2 from the atmosphere, thus reducing the effects of global warming that lead to disasters. They are also home to a wide range of biodiversity, many are endangered.

Forests regulate water cycles and improve air quality as well. For communities living within and around forests, natural forests provide essential resources, such as food, medicine, and fuel, in addition to opportunities for sustainable livelihoods. Furthermore, natural forests offer recreational spaces that enhance mental and physical well-being. Therefore, the protection and sustainable management of natural forests are vital for environmental health, climate stability, and the well-being of current and future generations.

UNDUH

Data Terkait

Membangun Kesiapan Indonesia dalam Menghadapi Aturan Bebas Deforestasi Uni Eropa melalui Perbaikan Tata Kelola dan Kemitraan yang Inklusif

Membangun Kesiapan Indonesia dalam Menghadapi Aturan Bebas Deforestasi Uni Eropa melalui Perbaikan Tata Kelola dan Kemitraan yang Inklusif

Uni Eropa telah meresmikan aturan yang mengubah paradigma perdagangan global pada tahun lalu. Komoditas kelapa sawit, kayu, kedelai, sapi, karet, kakao, dan kopi yang memasuki wilayah Uni Eropa diharuskan melewati proses uji tuntas yang ketat. Produk-produk ini harus dapat ditelusuri asal usulnya, legal, dan tidak boleh berasal dari konversi hutan setelah 31 Desember 2020. Mulai 1 Januari 2025, aturan ini akan mulai berlaku sehingga mempengaruhi ekspor komoditas unggulan Indonesia seperti kelapa sawit, kayu, karet, kakao, dan kopi.

Berbagai tantangan menghadang Indonesia dalam menghadapi implementasi aturan yang sudah berada di depan mata ini. Tumpang-tindih lahan, data perkebunan yang belum terkonsolidasi, keterbatasan transparansi data perizinan, kepatuhan hukum yang masih perlu ditingkatkan, konflik perkebunan dan kehutanan, serta ketidakadilan yang dihadapi petani menjadi hambatan bagi komoditas Indonesia dalam memenuhi syarat legalitas dan ketertelusuran. Deforestasi, baik yang legal maupun ilegal, juga masih menjadi masalah serius. Oleh karena itu, perbaikan tata kelola lahan dan komoditas menjadi penting, bukan hanya untuk menghadapi EUDR, tetapi juga untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya alam yang adil dan berkelanjutan sesuai dengan amanat UUD 1945.

Pemerintah Indonesia, bersama Malaysia dan Komisi Eropa, telah membentuk Ad Hoc Joint Task Force untuk mendiskusikan isu-isu terkait implementasi EUDR. Topik-topik yang dibahas antara lain pelibatan pekebun atau petani kecil dalam rantai pasok, skema sertifikasi nasional yang relevan, sistem ketertelusuran, data deforestasi dan degradasi hutan, serta perlindungan data pribadi. Pertemuan Kedua Joint Task Force dijadwalkan pada Jumat ini, 2 Februari 2024, di Malaysia.

Tulisan ini bertujuan untuk memberikan sumbangan dalam penguatan tata kelola lahan dan komoditas Indonesia dalam menghadapi aturan deforestasi Uni Eropa, yang diharapkan menjadi pemicu perbaikan. Tulisan ini juga ingin mendorong diskusi publik dengan mengulas data-data terkait legalitas dan tren deforestasi yang relevan dengan proses uji tuntas maupun benchmarking dalam EUDR.

Kemitraan antara Indonesia dan Uni Eropa memiliki potensi besar untuk mendukung upaya perbaikan tata kelola di Indonesia serta meningkatkan daya saing komoditas dan produk ekspor Indonesia dalam menghadapi EUDR. Artikel ini merekomendasikan empat area prioritas perbaikan tata kelola yang dapat didukung dalam kemitraan ini, yaitu Penguatan Kerangka Regulasi untuk Produksi Komoditas Bebas Deforestasi, Akselerasi Pemenuhan Syarat Legalitas dan Ketertelusuran, Penguatan Data, Transparansi, dan Akuntabilitas dalam Perizinan, serta Penguatan Partisipasi dan Kolaborasi Multipihak. Kemitraan ini harus dilakukan secara transparan, inklusif, dan dengan melibatkan semua pihak yang berkepentingan.

*Telah dilakukan revisi pada Gambar 9 halaman 18 dan paragraf pertama halaman 87

Related Article

id_IDID