Madani

Tentang Kami

DI TENGAH WABAH CORONA, RIAU JUGA HARUS SIAGA KARHUTLA

DI TENGAH WABAH CORONA, RIAU JUGA HARUS SIAGA KARHUTLA

Pemberitaan Media edisi Minggu 23 – 29 Maret 2020 memuat tentang Propinsi Riau yang harus menghadapi dua ancaman serius, yaitu wabah corona dan karhutla, karena saat ini sudah masuk musim kemarau panjang. BMKG pada 25 Maret 2020 telah mendeteksi ada 19 titik panas di Riau, dan terbanyak berada di Kabupaten Pelalawan. Dari Januari Hingga 23 Maret 2020 lahan terbakar di Riau telah mencapai 885,03 ha.

Pemberitaan lainnya tentang prediksi puncak musim kemarau yang akan jatuh pada Agustus 2020. Meskipun diprediksi musim kemarau kali ini lebih basah dari musim kemarau 2019, namun akan mengalami kemarau lebih kering dari normalnya.

Pemberitaan lain adalah polusi udara Jakarta saat ini yang mulai berkurang. Begitu juga dengan polusi udara yang terjadi di Amerika Serikat. Pemberitaan terakhir tentang Omnibus Law yang dapat mengancam perlindungan gambut.

Untuk pemberitaan media selengkapnya dapat diunduh di tautan berikut ini.

Semoga bermanfaat.

Related Article

Peraturan Presiden No. 44 Tahun 2020 tentang Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia

Peraturan Presiden No. 44 Tahun 2020 tentang Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia

Presiden Joko Widodo telah mengeluarkan Peraturan Presiden No. 44 Tahun 2020 tentang Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia pada 13 Maret 2020 dan diundangkan pada 16 Maret 2020.

Perpres ini bertujuan untuk meningkatkan keberterimaan pasar dan daya saing produk kelapa sawit Indonesia, serta mengurangi emisi Gas Rumah Kaca sehingga menjadikannya bagian dari kebijakan iklim Indonesia.

Perpres ini juga menentukan Pelaku Usaha yang wajib mendapatkan Sertifikat ISPO, prosedur Sertifikasi ISPO, pengaturan kelembagaan yang mencakup Lembaga Sertifikasi ISPO, Komite ISPO, dan Dewan Pengarah ISPO, serta memuat 7 Prinsip ISPO yang akan dioperasionalkan ke dalam kriteria dan indikator melalui Peraturan Menteri Pertanian yang harus dikeluarkan paling lambat 16 April 2020.

Perubahan paling menonjol adalah bahwa kini Lembaga Sertifikasi ISPO dapat mengeluarkan Sertifikat ISPO secara langsung tanpa persetujuan Komite ISPO. Sehingga proses sertifikasi ISPO kini dapat menjadi lebih independen. Perubahan lain adalah dimasukkannya Pemantau Independen sebagai bagian dari Komite ISPO, dimasukkannya transparansi sebagai Prinsip baru, dan adanya penyebutan partisipasi publik. ISPO yang baru pun lebih kuat dalam aspek kewajibannya karena sekarang semua pelaku usaha perkebunan kelapa sawit diwajibkan untuk memiliki sertifikasi ISPO, termasuk perusahaan perkebunan yang menghasilkan energi terbarukan dan pekebun/petani (sebelumnya, ISPO hanya bersifat sukarela untuk dua pelaku usaha terakhir). Namun, ada “masa tenggang” selama 5 tahun bagi petani untuk mematuhi kewajiban Sertifikasi ISPO

Terkait standar, masih terlalu dini untuk menilai kekuatan atau kelemahan ISPO baru ini tanpa melihat penjabaran Prinsip ISPO ke dalam Kriteria, Indikator, dan alat verifikasi (jika ada). Namun, penghormatan terhadap prinsip-prinsip hak asasi manusia dan ketertelusuran yang diajukan oleh masyarakat sipil tidak dimasukkan ke dalam Prinsip-Prinsip ISPO baru ini sehingga sebagian besar Prinsip ISPO yang baru sama dengan sebelumnya.

Mampu tidaknya Sistem Sertifikasi ISPO yang baru ini untuk mengatasi kekhawatiran masyarakat sipil tentang deforestasi, perusakan lahan gambut, pelanggaran hak-hak masyarakat adat dan masyarakat lokal, serta hak-hak pekerja belum dapat dipastikan hingga seluruh peraturan operasional dikeluarkan, terutama Peraturan Menteri tentang Prinsip, Kriteria, dan Indikator ISPO. Dengan rentang waktu yang sangat singkat (kurang dari 30 hari) dan di tengah keterbatasan mobilitas akibat pandemi COVID-19, prospek adanya pelibatan masyarakat sipil yang inklusif dalam perumusan Kriteria dan Indikator ISPO tampak suram, kecuali jika pemerintah mengambil langkah-langkah khusus dengan segera menerbitkan rancangan peraturan menteri tentang Prinsip, Kriteria, dan Indikator ISPO serta memberikan waktu yang cukup untuk mengumpulkan masukan publik; secara aktif mencari masukan dari masyarakat sipil melalui berbagai forum komunikasi CSO-pemerintah yang telah ada; serta membuat Prinsip, Kriteria, dan Indikator ISPO terbuka untuk perbaikan lebih lanjut di masa depan.

Lebih lanjut Update Madani terkait Peraturan Presiden No. 44 Tahun 2020 tentang Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia dapat diunduh di Madani’s Update berikut ini.

Related Article

POLUSI UDARA DI CHINA DAN ITALIA BERKURANG DRASTIS SAAT LOCKDOWN

POLUSI UDARA DI CHINA DAN ITALIA BERKURANG DRASTIS SAAT LOCKDOWN

Pemberitaan media edisi 16 – 22 Maret 2020 ini mengabarkan tentang polusi udara yang menyebabkan tujuh juta kematian setiap tahunnya, tiga kali lipat lebih besar dari kematian yang ditimbulkan oleh penyakit malaria, TBC dan AIDS.

Pemberitaan lain terkait polusi udara di China dan Italia yang berkurang drastis pada saat lockdown. Lockdown telah menyebabkan aktivitas manusia yanng menggunakan karbon menjadi lebih sedikit. Bahkan di Hongkong, polusi udara turun hampir sepertiganya.

Pemberitaan lain tentang dikeluarkannya Peraturan Presiden terkait Sertifikasi ISPO. Perpres ini mengatur mengenai kelembagaan, keberterimaan, daya saing pasar, peran serta, pembinaan dan pengawasan, serta sanksi terkait sertifikasi ISPO.

Pemberitaan terakhir adalah tentang masa reses DPR dan pembahasan RUU Prolegnas Prioritas.

Untuk pemberitaan media selengkapnya dapat diunduh di tautan berikut ini.

Semoga bermanfaat.

Related Article

Diserbu Sawit : Mengungkap Mitos Dampak Industri Sawit Bagi Perekonomian

Diserbu Sawit : Mengungkap Mitos Dampak Industri Sawit Bagi Perekonomian

Benarkah sawit memberikan kesejahteraan bagi masyarakat? Pasalnya, sebagian besar daerah bersawit tidak dapat membuktikan bahwa sawit memberikan kesejahteraan secara menyeluruh kepada masyarakat. Fakta tersebut diungkap tim Madani Berkelanjutan dalam “Diskusi Seru Setiap Rabu Tentang Tata Kelola Sawit” (Diserbu Sawit) pada Rabu, 11 Maret 2020, di Jakarta Selatan.

Madani Berkelanjutan menemukan bahwa dari 10 provinsi di tanah air dengan rata-rata penambahan luas lahan sawit terbesar, ditemukan hanya 3 di antaranya yang berhasil meningkatkan kesejahteraan masyarakat pedesaannya dengan tingkat yang terbilang cukup memuaskan. Ketiga daerah tersebut yakni Provinsi Riau, Kalimantan Timur, dan Jambi.

Namun, tidak sepenuhnya kesejahteraan yang dicapai oleh masyarakat di tiga daerah tersebut merupakan buah dari aktivitas ekonomi perusahaan sawit. Sebut saja Riau, daerah dengan ekspansi sawit terbesar di Indonesia ini, nyatanya hanya memiliki 44,2% desa bersawit dan sisanya 55,8% desa tidak bersawit. Lebih mengejutkan lagi, Kalimantan Timur yang hanya memiliki 27,7% desa bersawit dan 72,8% tidak bersawit. Sedangkan Jambi, memiliki 22,8% desa bersawit dan sisanya
77,2% desa tidak bersawit.

Komoditas karet dan kelapa menjadi komoditas unggulan lainnya yang dimanfaatkan masyarakat Riau untuk mendongrak perekonomiannya. Produksi komoditas tersebut pada 2018 tercatat mencapai 400 ribu ton/tahun. Komoditas seurpa juga dimanfaatkan Kalimantan Timur dengan produksi pada 2017 tercatat mencapai 65 ribu dan 13 ribu ton. Sedangkan Jambi memilih untuk memanfaatkan karet dan kayu manis sebagai salah satu komoditas unggulan untuk menggenjot perekonomiannya. Produksi komoditas tersebut pada 2018 tercatat mencapai 300 ribu dan 60 ribu ton.

Untuk mendapatkan informasi lebih lengkap, silakan unduh materi Diserbu Sawit yang tersedia di tautan di bawah ini. Semoga bermanfaat.

Related Article

Madani Insight Vol.2

Madani Insight Vol.2

“Gambaran Industri Sawit Indonesia, Menjawab Asumsi Dengan Fakta dan Angka”   

Madani Berkelanjutan merilis beberapa temuan menarik terkait dengan industri sawit di Indonesia. Temuan tersebut disajikan dalam Info Brief Madani Insight yang disusun ke dalam beberapa volume.

Ada beberapa poin penting yang ditemukan Madani Berkelanjutan dalam Info Brief volume dua ini :

Pentingnya Diversifikasi Komoditas Demi Kesejahteraan Masyarakat Desa: Dari sepuluh provinsi dengan laju perkembangan lahan kelapa sawit terbesar, hanya tiga di antaranya yang memiliki tingkat kesejahteraan masyarakat desa yang tinggi. Ke depan, perlu adanya pendekatan diversifikasi komoditas pada level desa dengan memperhatikan keseimbangan satu komoditas dengan komoditas lainnya. 

Pembenahan Tata Kelola Menjadi Hal Mendasar Untuk Peningkatan Produktivitas Sawit: Meski menjadi produsen CPO terbesar di dunia, ditambah dengan laju luas kebun yang terbilang besar, nyatanya produktivitas sawit Indonesia masih jauh dari harapan. Ke depan, pembenahan tata kelola semestinya harus menjadi fokus semua pihak dalam mengurai permasalahan ini.

Untuk Info Brief Madani Insight Volume 2 ini, selengkapnya dapat diunduh di tautan berikut. Semoga Bermanfaat.

 

Related Article

Madani Insight Vol.1

Madani Insight Vol.1

“Gambaran Industri Sawit Indonesia, Menjawab Asumsi Dengan Fakta dan Angka”

Madani Berkelanjutan merilis beberapa temuan menarik terkait dengan industri sawit di Indonesia. Temuan tersebut disajikan dalam Info Brief Madani Insight yang disusun ke dalam beberapa volume.

Ada beberapa poin penting yang ditemukan Madani Berkelanjutan dalam Info Brief volume satu ini :

  1. Antara Penambahan Lahan Sawit dan Konflik
    Laju penambahan lahan sawit tertanam pada tahun 2017 mencapai 17,7% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Angka tersebut adalah tertinggi dalam kurun waktu 8 tahun terakhir. 
  2. Antara Sawit dan Ekonomi Regional
    Dari lima provinsi dengan laju penambahan luas sawit tertanam tertinggi, hanya dua diantaranya yang memiliki pertumbuhan ekonomi regional yang berbanding lurus dan meningkat secara signifikan. 
  3. Habis Karhutla, Timbulah Sawit?
    Data menunjukan sebuah indikasi yang kuat terkait dengan korelasi antara deforestasi, kebakaran hutan dan pembukaan sawit baru, khususnya dilihat dari jumlah tanaman immature (Tanaman Belum Menghasilkan). 
  4. Antara Sawit dan Kejadian Bencana:
    Terdapat pola yang dapat dipelajari dari lima provinsi dengan lahan sawit tertanam terluas, bahwa deforestasi yang terjadi pada periode 2011 telah meningkatkan peluang terjadinya bencana (longsor dan banjir) pada tahun 2018.

Untuk Info Brief Madani Insight Volume 1 ini, selengkapnya dapat diunduh di tautan berikut. Semoga Bermanfaat.

Related Article

Bom Waktu Bernama Omnibus Law

Bom Waktu Bernama Omnibus Law

Keinginan pemerintah untuk membawa Indonesia lepas dari belenggu perangkap ekonomi menengah (middle income trap) dengan memberikan stimulus berupa regulasi untuk merangsang terciptanya lapangan kerja baru dan banyak peluang usaha dengan menggenjot investasi secara masif, patut kita apresiasi.

Namun sayangnya, stimulus yang diwujudkan dalam bentuk Rancangan Undang-Undang (RUU) omnibus law atau sapu jagat, malah salah kaprah dan sesat pikir. Mengapa salah kaprah? Penulis menilai hal ini karena proses penyusunan RUU tersebut prematur dan tidak matang secara logika.

Terkait dengan rencana besar RUU omnibus law ini sendiri, pemerintah membuat empat UU yang siap merangkum dan menyederhanakan banyak UU sebelumnya yang telah berjalan, yakni RUU Cipta Lapangan Kerja atau kini berganti nama dengan RUU Cipta Kerja, RUU Perpajakan untuk memperkuat ekonomi, RUU Kefarmasian, dan RUU Ibu Kota Negara.

Dari keempat rancangan aturan tersebut, RUU Cipta Kerja adalah yang paling kontroversial. Pasalnya, RUU ini membabat banyak pasal penting yang bertujuan untuk menciptakan ekonomi yang lebih berkelanjutan. Inilah mengapa penulis menyebut RUU ini prematur dan tidak matang secara logika.

Ada beberapa aspek dari RUU Cipta Kerja yang bertentangan dengan kepentingan lingkungan. Pertama, penghapusan izin lingkungan. Penghapusan ini jelas menjadi permasalahan yang sangat krusial, tidak adanya pengawasan terhadap perusahaan dalam menjalankan usaha menjadi celah tersendiri bagi perusahaan untuk melakukan kecurangan.

Bayangkan saja, dengan izin lingkungan yang masih terbilang longgar seperti saat ini, banyak perusahaan mengobarkan kepentingan lingkungan seperti membuka lahan untuk produksi dengan melakukan pembakaran sehingga kerap melebar menjadi kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

Kedua, mengebiri analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal). Draf RUU Cipta Kerja menghapus ketentuan Pasal 29, 30, dan 31 yang dalam UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang menyebut dokumen Amdal dinilai oleh Komisi Penilai Amdal yang dibentuk oleh menteri, gubernur atau bupati/walikota sesuai kewenangan masing-masing. Termasuk juga di dalamnya menghapus kewenangan menteri, gubernur, bupati/walikota memberikan lisensi kepada Komisi Penilai Amdal.

Kemudian terdapat enam pasal yang diubah terkait dengan Amdal oleh RUU ini. Pertama, ketentuan Pasal 1 Ayat 11, 12, dan 35 diubah. Pada Pasal 1 Ayat 11, Amdal disebut diperlukan bagi pengambilan keputusan penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. Ketentuan ini diubah menjadi Amdal digunakan sebagai pertimbangan belaka.

Selanjutnya, perubahan pada ketentuan Pasal 23. Sembilan kriteria usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi Amdal dihapus dan diubah menjadi yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup, sosial, ekonomi, dan budaya. Selain itu, ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria usaha diatur dengan peraturan menteri diubah menjadi diatur peraturan pemerintah.

Perubahan berikutnya adalah Pasal 25, dokumen Amdal memuat saran masukan serta tanggapan masyarakat terkena dampak langsung yang relevan terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan. Sebelumnya, saran masukan serta tanggapan berasal dari masyarakat secara umum.

Ketentuan lainnya yang berubah adalah Pasal 26. Masyarakat yang diizinkan terlibat dalam penyusunan dokumen Amdal adalah masyarakat yang terkena dampak langsung terhadap rencana usaha dan atau kegiatan. Sebelumnya, pasal tersebut berbunyi melibatkan masyarakat sebagai pemerhati lingkungan dan yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan Amdal.

Ancaman krisis iklim

Perlu untuk diketahui, daya ledak yang besar terhadap kerusakan lingkungan di masa yang akan datang, menjadi kekhawatiran utama banyak pihak terhadap RUU ini. Di saat banyak negara mulai mencari cara untuk bertahan berhadapan dengan permasalahan lingkungan seperti halnya krisis iklim, pemerintah Indonesia malah membuat RUU yang tidak berpihak kepada kepentingan lingkungan.

Terkait dengan krisis iklim, World Economic Forum (WEF) dalam riset yang berjudul Global Risks Perception Survey 2019-2020 membeberkan bahwa ekonomi dunia akan dihadapkan pada isu-isu lingkungan yang semakin sentral. Riset ini menyebut bahwa isu lingkungan khususnya yang terkait dengan iklim akan menjadi penghambat ekonomi secara global. Isu tersebut yakni, cuaca ekstrem (extreme weather), gagalnya aksi iklim (climate action failure), bencana alam (natural disaster), hilangnya keanekaragaman hayati (biodiversity loss), dan bencana lingkungan yang disebabkan oleh ulah manusia (human-made environmental disasters).

Benar bahwa selama ini banyak pengusaha menganggap lingkungan adalah penghambat bagi mereka untuk mengumpulkan banyak pundi-pundi rupiah. Tentu, selama ini izin lingkungan dan Amdal dapat dikatakan sebagai benteng terakhir untuk menjadi lingkungan lebih dari kerusakan yang besar.

Amdal yang diterapkan dengan akurat, tentunya juga mampu meminimalisir dampak yang terjadi dari proses aktivitas produksi atau perekonomian, sehingga masyarakat bukan hanya kebagian kesejahteraan dari adanya aktivitas perekonomian, tapi juga keamanan dan kenyamanan dari lingkungan yang tetap terjaga. Tak pelak keamanan dan kenyamanan ini harganya bisa lebih mahal bagi masyarakat ketimbang kesejahteraan sebagai imbas perkembangan ekonomi

Kini, seharusnya para pemangku kepentingan sadar bahwa mengedepankan kepentingan lingkungan adalah keniscayaan, bahkan prioritas. Munculnya virus Korona yang kini juga menyebar di Indonesia sesungguhnya juga merupakan pelajaran, karena pada kenyataannya penyebaran virus Covid-19 ini juga disebabkan oleh krisis iklim yang semakin nyata. Virus ini berkembang dan bermutasi karena salah satunya berkat bantuan dari sinar UV dan beberapa faktor krisis iklim lainnya.

Bayangkan saja, jika kerusakan lingkungan semakin parah, bisa-bisa kesehatan manusia yang semakin menurun ditambah dengan perkembangan berbagai macam virus mematikan lainnya di kemudian hari, dan akhirnya ekonomi terpukul lesu. Benar-benar, omnibus law ini seperti bom waktu yang siap meledak kapan saja.

Oleh : Delly Ferdian

Pemerhati Ekonomi Lingkungan Madani Berkelanjutan

Artikel ini sudah dimuat Harian Kontan edisi 11 Maret 2020

Related Article

Kebijakan Yayasan Madani Berkelanjutan terkait Pencegahan Penyebaran COVID-19

Kebijakan Yayasan Madani Berkelanjutan terkait Pencegahan Penyebaran COVID-19

Sehubungan dengan adanya Surat Edaran pemerintah tentang penyebaran COVID-19 dan imbauan pemerintah untuk bekerja dari rumah pada tanggal 15 Maret – 27 Maret 2020, berikut beberapa ketentuan yang telah diputuskan oleh Yayasan Madani Berkelanjutan:

1.  Seluruh karyawan diharuskan bekerja dari rumah (bukan mengalihkan ke lokasi kerja ke coworking space atau café) terhitung sejak 16 Maret 2020 hingga 27 Maret 2020, atau sampai adanya pengumuman lebih lanjut.

2.  Mengatur kegiatan internal yang telah dijadwalkan untuk dilakukan secara virtual dan menyampaikan kepada jejaring mengenai kebijakan ini untuk melakukan penjadwalan ulang kegiatan.

3.Tetap mengaktifkan perangkat komunikasi  baik berupa whatsapp, telegram, skype maupun email dan berkoordiansi secara virtual

4.  Menunda menghadiri atau menyelenggarakan kegiatan dengan peserta dalam jumlah yang besar.

5.  Menunda melakukan perjalanan baik domestik maupun internasional terutama ke daerah yang terdampak.

6.  Bila ada karyawan yang  dikarenakan kebutuhan harus berada di kantor, maka disarankan menghindari menggunakan transportasi massal.

7.  Tetap menjaga imunitas tubuh dengan mengkonsumsi protein lebih banyak, mengkonsumsi buah dan sayur, istirahat yang cukup, rutin berolahraga dan memastikan kebutuhan air putih tercukupi

8.  Tetap tenang, tidak panik dan tetap produktif dengan meningkatkan kewaspadaan dalam upaya pencegahan penyebaran COVID-19.

9. Senantiasa menjaga kebersihan pribadi dan kebersihan kantor, mencuci tangan secara teratur dan menghindari berjabat tangan.

Jabat erat dan salam Indonesia Tangguh

Yayasan Madani Berkelanjutan

Related Article

INGGRIS DIDESAK CEPAT UNTUK MENGURANGI EMISI KARBON

INGGRIS DIDESAK CEPAT UNTUK MENGURANGI EMISI KARBON

Pemberitaan Media edisi Minggu II Maret 2020 memuat tentang desakan kepada pemerintah Inggris untuk menggunakan kebijakan cepat mengurangi emisi karbon, sehingga Inggris dapat memimpin dengan contoh terdepan ketika menjadi tuan rumah KTT iklim di Glasgow pada November 2020.

Pemberitaan lainnya terkait kebakaran hutan dan lahan di Riau yang mulai meningkat. Dan juta terkait grand design upaya pencegahan karhutla yang belum optimal.

Pemberitaan selanjutnya adalah dua hutan adat di Kampar yang telah ditetapkan. Dan hasil penelitian Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) bahwa sedikitnya ada 308 komunitas adat di Riau. Sementara itu, empat desa di Kabupaten Nunukan telah mendapatkan SK Pengakuan Masyarakat Hukum Adat.

Untuk pemberitaan media di Minggu II Maret 2020 selengkapnya dapat diunduh di tautan berikut ini. Semoga Bermanfaat.

Related Article

Madani Monthly Political Updates Februari 2020

Madani Monthly Political Updates Februari 2020

Dinamika konstelasi politik merupakan salah satu hal yang patut ditinjau oleh para penggiat sosial lingkungan hidup mengingat politik merupakan alat konfigurasi distribusi sumber daya serta perilaku publik. Oleh karenanya, Madani secara berkala membuat update dan analisis terkait dinamika politik lingkungan dan pengelolaan sumber daya alam Indonesia yang diterbitkan setiap bulannya.

Dalam Madani Monthly Political Updates edisi Februari 2020, terdapat beberapa peristiwa politik yang patut menjadi perhatian. Peristiwa politik yang dimaksud adalah sebagai berikut: 

1. Isu Keamanan Pangan dari Sawit Indonesia. Uni Eropa dikabarkan tengah mengusulkan proposal mengenai batas maksimum kandungan sawit sebagai upaya keamanan sebesar 1,25 ppm yang akan diimplementasikan pada Januari 2021 mendatang. Kebijakan tersebut dipandang merupakan upaya diskriminasi yang dilakukan oleh Uni Eropa terhadap minyak kelapa sawit dikarenakan batas maksimum sebesar 2,5 ppm merupakan batas keamanan yang dapat diterima untuk dikonsumsi 

2. Perkembangan Omnibus Law RUU Cipta Kerja. Draf RUU Cipta Lapangan Kerja yang kini berganti nama menjadi RUU Cipta Kerja tersebut sudah diserahkan kepada DPR. Dalam drafnya yang telah dirilis di beberapa situs lembaga pemerintahan tersebut, terdapat beberapa catatan yang perlu diperhatikan mulai dari aspek ekonomi, hukum, demokrasi, hingga lingkungan hidup. 

3. Perkembangan Pembahasan Revisi UU Minerba. Proses revisi UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) telah merampungkan pembahasan Daftar Inventaris Masalah (DIM) sebanyak 938 DIM dan direncanakan dapat disahkan sebelum Agustus 2020. Revisi UU Minerba sendiri termasuk RUU carry over yang sebelumnya dibahas pada kepengurusan DPR RI periode 2014-2019. Dalam perjalanannya, proses perumusan RUU tersebut mendapatkan sorotan dari kalangan ahli pertambangan dikarenakan tidak dilibatkannya ahli pertambangan dalam pembahasan DIM.

Related Article

id_IDID