Madani

Tentang Kami

Debat Mini MADANI “Alam, Manusia, dan Iklim dalam Visi Misi Kandidat Presiden”

Debat Mini MADANI “Alam, Manusia, dan Iklim dalam Visi Misi Kandidat Presiden”

[Event] Minggu lalu di debat Cawapres ke-4 banyak dibahas tentang deforestasi, lahan, transisi energi, masyarakat adat, reforma agraria dan pembangunan berkelanjutan.
Namun masih banyak persoalan substantif dan mendasar yang belum diulas.

MADANI Berkelanjutan mengadakan Debat Mini dengan tema “Alam, Manusia, dan Iklim dalam Visi Misi Kandidat Presiden” bersama Timses masing-masing capres yang dilaksanakan pada:

📅 Hari/Tanggal: Kamis, 25 Januari 2024
⏰ Waktu: 14.00 – 16.00 WIB
📍Tempat: Kantor MADANI Berkelanjutan, Jl. Mesjid Al Hidayah No.14A, Pejaten Barat, Jakarta Selatan
Online: bit.ly/DebatMiniMadani

Narasumber:
1. Irvan Pulungan, Timnas AMIN 01
2. Mulya Amri, Tim Kampanye Nasional (TKN) 02
3. Dini Ramadhani, Tim Pemenangan Nasional (TPN) 03

Moderator:
Intan Lestari dan Salma Zakiyah (Madani Berkelanjutan)

Yuk hadir ya, baik langsung ke tempat kegiatan ataupun online🔥✨

 

Related Article

Seruan Organisasi Masyarakat Sipil Indonesia untuk COP 28

Seruan Organisasi Masyarakat Sipil Indonesia untuk COP 28

Seruan Organisasi Masyarakat Sipil Indonesia untuk COP 28

Perubahan iklim sudah menjadi krisis global. Sekjen PBB menyebut dunia telah memasuki
era pendidihan global.

Dampak krisis iklim sudah sangat nyata dirasakan masyarakat
Indonesia, seperti meningkatnya frekuensi dan intensitas bencana banjir, topan, badai,
gelombang tinggi, kekeringan, dan cuaca ekstrim lainnya, termasuk memburuknya karhutla
yang telah melalap 1 juta ha lahan di 2023, gagal panen, menyebarnya penyakit dan
pandemi baru, kerusakan terumbu karang dan ekosistem laut, hingga hilangnya pulau-pulau
dan daerah di Indonesia.

Dalam momen COP28 pada 30 November hingga 12 Desember ini,
masyarakat sipil Indonesia menyerukan kepada pemerintah Indonesia dan dunia untuk
mengeluarkan komitmen politik dan mandat yang tegas untuk meningkatkan aksi iklim
secara berkeadilan. Politik dan mandat yang tegas untuk meningkatkan aksi iklim secara berkeadilan.

Related Article

Menyambut Perubahan dari Pertalite ke Pertamax Green 92: Antara Harapan Lingkungan dan Tantangan Berkelanjutan

Menyambut Perubahan dari Pertalite ke Pertamax Green 92: Antara Harapan Lingkungan dan Tantangan Berkelanjutan

Pemerintah Indonesia melalui PT Pertamina (Persero) mengumumkan sebuah kebijakan yang bertujuan untuk menggantikan Pertalite, salah satu jenis bahan bakar yang umum digunakan, dengan Pertamax Green 92. Langkah ini telah menarik perhatian masyarakat dan memunculkan berbagai pertimbangan yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaannya.

Tindakan berani yang diambil oleh pemerintah Indonesia patut diapresiasi. Kebijakan ini muncul setelah adanya kajian yang dikenal sebagai Program Langit Biru Tahap 2, yang bertujuan untuk menggalakkan penggunaan Pertamax Green sebagai pengganti Pertalite, dengan tujuan utama mengurangi dampak lingkungan dari sektor energi. Namun, ketika kita memeriksa lebih rinci, ada sejumlah aspek penting yang perlu diperhatikan lebih mendalam.

Kesenjangan antara Konsep “Green” dan Penurunan Tingkat Polusi

Konsep “green” merujuk pada pendekatan yang berfokus pada perlindungan lingkungan dan keberlanjutan. Ini mencakup praktik, produk, teknologi, dan kebijakan-kebijakan yang dirancang untuk mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan dan memberikan manfaat jangka panjang bagi ekosistem dan masyarakat. Di sisi lain, penurunan tingkat polusi berkaitan dengan upaya mengurangi jumlah polutan yang dibuang ke lingkungan, baik melalui udara, air, atau tanah. Perlu diketahui bahwa kandungan emisi gas buang Pertalite berada lebih rendah dari Premium dan lebih tinggi dari Pertamax yaitu pada putaran mesin 3000 rpm dengan kandungan emisi gas buang CO2 5.5% dan pada putaran mesin 5000 rpm dengan kandungan emisi gas buang CO2 4.5%.

Meski Pertamax Green mengklaim dirinya sebagai solusi yang lebih ramah lingkungan, pertanyaannya adalah sejauh mana “green” dalam produk ini sebanding dengan dampak nyata penurunan polusi? Apakah Pertamax Green hanyalah hasil dari strategi pemasaran yang cerdik, dengan bahan aditif yang ditambahkan sebagai upaya kosmetik tanpa adanya perubahan fundamental dalam komposisi bahan bakar atau teknologi pembakaran? Jika demikian, maka dampaknya terhadap pengurangan emisi polusi akan diragukan. Untuk mencapai penurunan tingkat polusi, diperlukan langkah-langkah yang lebih dalam seperti pengembangan bahan bakar yang lebih bersih atau pengadopsian teknologi pembakaran canggih.

Oleh karena itu, tanggung jawab juga ada pada pemerintah untuk memverifikasi bahwa produk seperti Pertamax Green tidak hanya menggembirakan dari perspektif promosi lingkungan, tetapi juga memiliki dampak nyata dalam mengurangi jejak karbon dan mengendalikan polusi udara. Dengan memastikan adanya solusi yang lebih substantif, pemerintah bisa memastikan bahwa janji-janji lingkungan tidak hanya sekadar retorika, tetapi juga mendorong perubahan yang positif dalam perjuangan global melawan polusi dan perubahan iklim.

Tata Niaga Biofuel (Ethanol) Harus Dibarengi dengan Perhitungan Matang dari Sisi Feedstock

Pengembangan dan penerapan Biofuel (etanol) untuk Pertamax Green memerlukan pendekatan yang cermat, terutama dalam hal mengelola stok bahan baku yang diperlukan. Peningkatan produksi biofuel yang tidak terencana dapat memiliki konsekuensi yang merugikan, terutama dalam hal persediaan pangan yang dapat berdampak langsung pada keberlanjutan ketahanan pangan suatu negara.

Ketika mempertimbangkan implementasi massal Biofuel (etanol), pemerintah dan pemangku kepentingan harus menjalankan analisis mendalam tentang ketersediaan bahan baku yang digunakan untuk produksi biofuel tersebut. Melalui penghitungan matang stok bahan baku, implementasi biofuel (etanol) dalam Pertamax Green dapat diarahkan menuju solusi yang berkelanjutan dan efektif. Dengan perencanaan yang cermat dan kolaborasi yang baik, dampak negatif terhadap ketahanan pangan dan lingkungan dapat diminimalkan, sementara manfaat biofuel sebagai sumber energi terbarukan tetap dapat direalisasikan.

Mendesak agar Indonesia Memiliki Dedicated Area untuk Feedstock BBN

Dalam konteks perkembangan Pertamax Green, meningkatnya kebutuhan untuk feedstock Biofuel menjadi semakin penting. Pemerintah perlu mengambil kebijakan yang tepat terhadap penggunaan lahan serta memastikan bahwa perluasan feedstock biofuel tidak mengabaikan sektor lain yang memiliki tingkat kepentingan yang setara. Pendirian dedicated area yang khusus untuk produksi feedstock BBN mungkin dapat menjadi alternatif solusi, namun langkah ini juga harus didukung oleh pertimbangan yang cermat mengenai dampaknya terhadap keselarasan penggunaan lahan dan keberlanjutan lingkungan.

Keberhasilan penerapan dedicated area untuk feedstock BBN akan tergantung pada kualitas perencanaan dan pelaksanaannya. Selain itu, pendekatan ini juga harus mencerminkan aspek budaya, sosial, dan ekonomi masyarakat setempat. Dalam menghadapi tantangan ini, pemerintah perlu berkolaborasi dengan berbagai pihak termasuk ilmuwan, kelompok petani, organisasi lingkungan, dan sektor swasta. Dengan pendekatan yang matang dan terpadu, Indonesia dapat memastikan bahwa pengembangan feedstock BBN tidak hanya berkontribusi pada tujuan energi terbarukan, tetapi juga terjaga keseimbangan ekosistem dan kesejahteraan masyarakat secara lebih luas.

Keputusan pemerintah untuk mengganti Pertalite dengan Pertamax Green 92 adalah langkah yang signifikan dalam upaya menuju bahan bakar yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan. Pengembangan Pertamax Green menjadi angin segar dalam menghadapi tantangan lingkungan dan ketergantungan pada bahan bakar fosil. Namun, untuk mencapai perubahan yang nyata dan bermakna, kebijakan ini harus lebih dari sekadar slogan “Green” dan memperhatikan implikasi praktisnya terhadap lingkungan, ekonomi, dan masyarakat secara menyeluruh.

kebijakan ini juga perlu dievaluasi dengan cermat, dan implementasinya harus disertai dengan perencanaan yang matang untuk mengatasi tantangan seperti penurunan polusi yang efektif, pengelolaan stok bahan baku biofuel, dan pengalokasian lahan yang bijak untuk feedstock BBN. Kesadaran dan partisipasi publik juga akan memainkan peran penting dalam membentuk arah kebijakan ini agar dapat memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat dan lingkungan.

Related Article

Perdagangan Karbon Harus Dijalankan Secara Berkeadilan

Perdagangan Karbon Harus Dijalankan Secara Berkeadilan

Perdagangan karbon harus diletakkan dalam upaya mencapai NZE (Net Zero Emission) Indonesia karena pada dasarnya perdagangan karbon hanya satu dari banyak instrumen untuk membantu penurunan emisi. Hal ini disampaikan oleh Knowledge Management Manager MADANI Berkelanjutan, Anggalia Putri, saat Serial TalkShop Menjaga yang Tersisa: “Menakar Kebijakan Perdagangan Karbon di Indonesia dari Kacamata Keadilan Iklim” pada 1 Agustus 2023 di Jakarta.

Menjelang Bursa Karbon diluncurkan Pemerintah Indonesia pada September 2023, semarak perdagangan karbon tanah air makin meriah. Banyak pihak mulai melihat peluang ganda dari proses ini karena tidak hanya dinilai dapat membantu mengatasi krisis iklim, tetapi juga membantu meraih pendapatan dari pemanfaatan potensi hutan yang ada.

Kendati demikian, publik tidak boleh kehilangan arah karena esensi perdagangan karbon bukan semata-mata mencari keuntungan, tetapi penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK).

Anggalia Putri, biasa dipanggil Anggi, menambahkan bahwa keadilan iklim juga harus menjadi napas perdagangan karbon karena dampak perubahan iklim dirasakan lebih dan semakin berat oleh kelompok-kelompok rentan.

“Sebenarnya, tidak hanya perdagangan karbon, tetapi seluruh aksi penanggulangan perubahan iklim harus adil terutama untuk kelompok masyarakat yang paling rentan”, tegas Anggi.

TalkShop yang kali ini berformat chatham house dihadiri oleh berbagai penanggap yang mewakili pemerintah, akademisi, praktisi, dan pelaku bisnis perdagangan karbon.

Beberapa ahli berpandangan bahwa perdagangan karbon di Indonesia akan berfokus pada pembiayaan untuk menurunkan emisi. Pembiayaan untuk mencapai target NDC hanya bisa ditanggung APBN kurang dari 30%, sehingga perdagangan karbon dibutuhkan untuk menambah pendanaan ini. Dengan kata lain, partisipasi masyarakat dari kelompok pelaku usaha bisa menutup kekurangan dana tersebut.

Salah satu peserta diskusi mengatakan bahwa pasar karbon sendiri diciptakan untuk membuat penurunan emisi menjadi lebih murah, bukan untuk menurunkan emisi secara langsung, sehingga perlu ada kebijakan khusus untuk mendorong penurunan emisi.

Sementara itu, peserta yang lain juga menjelaskan bahwa keadilan dalam proses perdagangan karbon juga patut menjadi perhatian pemerintah. “Ada ketidakadilan berupa perdagangan karbon yang merusak di lokasi yang berbeda dengan lokasi ‘offset’, seharusnya di lokasi yang ada industri ekstraktif juga ada aksi [‘offset’], bukan hanya di luar areanya. Pelaku [emisi] itu harus menanggung beban paling banyak sementara yang paling rentan itu harus dapat manfaat yang paling besar,” jelas salah satu peserta.

Perdagangan karbon memang seharusnya dijalankan secara berkeadilan agar tidak sekadar membantu pengurangan emisi dalam rangka menanggulangi krisis iklim, tetapi juga memberikan rasa adil bagi pihak-pihak yang dirugikan oleh para pengemisi.

Dapatkan materi kegiatan ini lewat tautan di bawah.

Related Article

PANGGILAN ALAM – JELAJAHI UJUNG KULON BERSAMA MADANI BERKELANJUTAN

PANGGILAN ALAM – JELAJAHI UJUNG KULON BERSAMA MADANI BERKELANJUTAN

Mau Ikut Jelajah Alam bersama Madani Berkelanjutan di Ujung Kulon? Gratis, Lho!

Madani Berkelanjutan mengajak orang-orang muda yang peduli terhadap lingkungan untuk ikut kegiatan jelajah alam bernama “Panggilan Alam 2023: Jelajah Alam, Apresiasi Hubungan Alam dengan Manusia” ke Taman Nasional Ujung Kulon pada 16-23 Juli 2023.

Selain gratis, para peserta juga tentunya bisa memperkaya pengetahuan tentang perubahan iklim, krisis iklim, dan hubungannya dengan masyarakat lokal LANGSUNG dari masyarakat Ujung Kulon. 

Peserta juga akan diajak berpetualang ke berbagai lokasi indah dan must-visit di Taman Nasional Ujung Kulon, termasuk pantai & hutan 😍 

Kegiatan ini bisa menjadi wadah untuk mengembangkan diri, memperluas relasi, dan membangun jiwa kepemimpinan. Tentunya, kalian juga akan menjadi bagian dari #SobatMadani yang dekat dengan kami! 

Yuk, daftarkan dirimu segera untuk ikut dalam “Panggilan Alam 2023: Jelajah Alam, Apresiasi Hubungan Alam dengan Manusia” dan mari jelajahi Ujung Kulon! Daftarkan dirimu sebelum 3 Juli 2023, ya!

Isi survey ini terlebih dahulu lalu daftarkan dirimu sekarang juga melalui https://forms.gle/sYSnoDx4oJpzXJEN7

“Saat ini, Indonesia akan menghadapi momentum politik menjelang 2024. Hal ini menjadi peluang untuk menentukan dan memilih pemimpin yang dapat merealisasikan agenda perlindungan lingkungan hidup, hutan dan lahan serta pengendalian krisis iklim.” Demikian pembukaan yang disampaikan Nadia Hadad, Direktur Eksekutif Yayasan Madani Berkelanjutan dalam TalkShop “Menjaga Hutan Tersisa” Nasib Hutan di Momen Politik 2024 yang diselenggarakan pada 15 Juni 2023.

“Saat ini, terdapat sekitar 9,7 juta hektare hutan alam Indonesia yang mendesak untuk segera dilindungi agar Indonesia dapat mencapai komitmen iklimnya,” terang Salma Zakiyah, Program Assistant Hutan dan Iklim Yayasan Madani Berkelanjutan, saat memantik diskusi. “Hutan alam ini berada di luar izin/konsesi dan belum masuk ke area perlindungan dari izin baru atau moratorium hutan permanen,” kata Salma.

“Hutan alam di dalam izin dan konsesi eksisting pun perlu menjadi perhatian khusus karena rentan mengalami deforestasi dan degradasi hutan,” tambahnya. Berdasarkan analisis Madani Berkelanjutan, Salma memaparkan bahwa, saat ini terdapat 16,6 juta ha hutan alam berada di area izin PBPH-HA (Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan pada Hutan Alam), 3,5 juta ha berada di area konsesi minerba, 3,1 juta ha berada di area izin perkebunan sawit, dan 3 juta ha berada di area PBPH-HT (Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan pada Hutan Tanaman). Apabila hutan alam yang berada di dalam izin-izin tersebut tidak diselamatkan, Indonesia akan sulit untuk mencapai target iklim di sektor kehutanan dan lahan serta target FOLU Net Sink 2030.

Mufti Barri, Direktur Eksekutif Forest Watch Indonesia, menambahkan kekhawatirannya tentang tren pembukaan hutan saat kontestasi politik. “Beberapa Pemilu sebelumnya terjadi pelepasan hutan dalam jumlah besar. Ini terjadi pada zaman Soeharto dan SBY. Di akhir era orde baru dan pemerintahan SBY terjadi pelepasan hutan sekitar 275 ribu ha (Orde Baru) dan sekitar 291 ribu ha (SBY) sesaat sebelum pergantian presiden,” tutur Mufti Barri. “Untuk itu, jangan lagi hutan dikorbankan untuk pundi-pundi politik, kita perlu memantau 2-3 bulan sebelum dan setelah pemilihan umum.”

“Kami juga berharap Menteri LHK yang sekarang tidak melakukan kesalahan yang sama seperti yang dilakukan oleh menteri-menteri sebelumnya yang melakukan pelepasan kawasan hutan di detik-detik terakhir sebelum rezimnya berakhir,” tambah Mufti Bahri.

Regina Bay, Perwakilan Masyarakat Adat Namblong di Lembah Grime, Jayapura, bercerita tentang tanah adatnya seluas 32 ribu hektare yang digusur sebuah perusahaan. “Prosesnya dilakukan secara sepihak oleh Kepala Suku yang dibujuk, padahal masyarakat tidak menerima pemberitahuan apapun. Dan akan ada ancaman tenggelamnya wilayah Masyarakat Adat Namblong di Lembah Grime jika hutan di lembah tersebut habis. Dan kami lebih khawatir lagi jika pemimpin yang terpilih nanti lebih pro pada pengusaha,” jelas Regina Bay.

Yuyun Indradi, Direktur Eksekutif Trend Asia, mempertanyakan political will pemerintah dalam melindungi lingkungan dan manusia, selain dari pertumbuhan ekonomi. Ia menekankan, “Penegakkan hukum menjadi kunci untuk dapat mengimplementasikan safeguard meskipun standar safeguard yang ada di Indonesia saat ini masih sangat lemah. Ekonomi dan kepentingan investasi masih menjadi panglima dan belum memperhitungkan aspek sosial dan lingkungan. Dan sejarah seperti berulang, harapan Presiden yang pro-hutan atau lingkungan masih tipis. Untuk itu perlu suara kencang dari pemilih pemula untuk melawan perusakan hutan,” kata Yuyun Indradi.

Ferdian Yazid, Program Manager Natural Resource and Economic Governance Transparency International Indonesia, menyampaikan bahwa politik di Indonesia masih berbentuk kartel politik sehingga penting adanya transparansi pendanaan yang dilakukan oleh kandidat calon presiden dan juga calon anggota legislatif. “Kandidat calon Presiden dan calon anggota legislatif harus transparan dalam pendanaan, terutama dalam pembiayaan kampanyenya. Jangan sampai visi misinya sangat peduli dengan lingkungan, namun di balik sumber pendanaannya berasal dari korporasi yang mengeksploitasi sumber daya alam.” Selain itu, Ferdian Yazid mengingatkan bahwa para pemilih jangan mau terfragmentasi pada saat pemilu. “Perjuangan melawan perusakan hutan harus berlanjut hingga pasca pemilu,” tutupnya.

Related Article

FESTIVAL MALUKU ARIKA KALESANG BUMI: YAYASAN MADANI BERKELANJUTAN DAN GREEN MOLUCCAS AJAK SEMUA PIHAK MENJAGA DAN MELESTARIKAN BUMI

FESTIVAL MALUKU ARIKA KALESANG BUMI: YAYASAN MADANI BERKELANJUTAN DAN GREEN MOLUCCAS AJAK SEMUA PIHAK MENJAGA DAN MELESTARIKAN BUMI

Yayasan Madani Berkelanjutan bersama Green Moluccas menyelenggarakan Festival Maluku dengan tema “Arika Kalesang Bumi” atau “Mari Menjaga Bumi” pada Senin, 20 Februari 2023, di Ambon, Maluku. Festival Maluku ini merupakan ajakan untuk semua pihak dalam menjaga dan melestarikan bumi. Serta sebagai bentuk penghargaan terhadap bumi dan apresiasi untuk mendukung komitmen Indonesia dalam mitigasi dan adaptasi perubahan iklim dengan pelibatan dari berbagai pemangku kepentingan terkait.

“Pentingnya kontribusi dari berbagai elemen masyarakat dalam menjaga lingkungan adalah kunci untuk mengatasi krisis iklim dunia yang semakin mengkhawatirkan. Oleh karena itu, Festival Maluku ini menjadi momentum untuk membangun kolaborasi multi pihak dalam mengatasi krisis iklim demi masa depan yang lebih baik. Dan sekarang sudah saatnya kita bahu membahu dalam menjaga dan melestarikan lingkungan dari ancaman krisis iklim yang makin nyata,” kata Nadia Hadad, Direktur Eksekutif Yayasan Madani Berkelanjutan dalam sambutannya di Festival Maluku “Arika Kalesang Bumi”. 

“Melalui Festival Maluku ini kita ingin menunjukkan bahwa semua pihak bisa bersama-sama, bahu membahu untuk mengatasi krisis iklim. Hal ini tentu sangat penting terlebih lagi Maluku sendiri merupakan wilayah kepulauan yang mayoritas masyarakatnya tinggal di wilayah  pesisir yang sangat rentan terhadap dampak dari krisis iklim”, tambah Nadia Hadad. 

Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Maluku, Roy Siauta yang menyampaikan Kata Sambutan Gubernur Maluku, Murad Ismail pada acara Festival Maluku menyebut jika Festival Maluku yang diselenggarakan oleh Yayasan Madani Berkelanjutan dan Green Moluccas ini juga merupakan bagian dari misi Provinsi Maluku yakni mewujudkan Maluku yang terkelola secara jujur, bersih, dan melayani serta terjamin dalam kesejahteraan dan berdaulat atas gugusan kepulauan.  

“Pemerintah Provinsi Maluku sangat mengapresiasi kegiatan Festival Maluku ini karena dengan ini diharapkan mampu meningkatkan kesadaran masyarakat akan kelestarian lingkungan. Selain itu, kesuksesan pengelolaan lingkungan tidak hanya ditentukan oleh dukungan pemerintah daerah tapi juga dipengaruhi oleh peran masyarakat seperti masyarakat sipil layaknya apa yang diinisiasi Yayasan Madani Berkelanjutan”, pungkas Roy Siauta. 

Imanuel Tomasila, Kepala Divisi Kampanye dan Advokasi Green Moluccas, menyampaikan, “Kolaborasi baik ini juga menjadi momen Hari Peduli Sampah Nasional yang diperingati pada tanggal 21 Februari, serta menjadi penanda kepedulian yang sama dari barat dan timur Indonesia untuk menjaga bumi dan habitatnya demi keberlangsungan generasi masa depan anak cucu kita”.

Festival Maluku “Arika Kalesang Bumi” ini memiliki beberapa rangkaian acara yang  diawali dengan penanaman mangrove di Negeri Lama Lorong Nanlohy, Ambon yang dilakukan oleh Yayasan Madani Berkelanjutan, Green Moluccas dan perwakilan dari Pemerintah Negeri Lama, Babinkamtibmas Negeri Lama dan Volunteer Green Moluccas.

Kemudian sesi berbagi yang dipandu oleh Stella Matitaputty, bersama narasumber R. Moh. Ismail (Kementerian Kelautan dan Perikanan), Novita Gaspersz (Dinas Lingkungan Hidup dan Persampahan Provinsi Maluku), Prof. Agus Kastanja (Akademisi Universitas Pattimura), Mika Ganobal (#SaveAru), Nicho Tulalessy (Musisi Ukulele), Vonny Khouw/ Litamahuputty (Wartawan Senior Pemred arikamedia.co), Olyv Jasso (Komunitas The Mulung), dan Resni Soviyana (Yayasan Madani Berkelanjutan).

Selain itu, acara ini dimeriahkan dengan berbagai pertunjukan seni yang ditampilkan oleh para seniman lokal Maluku seperti pertunjukan kesenian tradisional yang ditampilkan oleh para penari dari Sanggar Boiratan, pertunjukan seni puisi lingkungan oleh Rudy Fofit dan Rio Efruan, pertunjukan musik dari Ukulele Kids dan musisi lokal Ambon lainnya. Tarian yang dibawakan oleh Sanggar Boiratan bernama “Arika”. Sementara Ukulele Kids asuhan Nicho Tulalessy juga membawakan lagu yang berjudul “Arika Kalesang Bumi” gubahan Nicho Tulalessy yang khusus diciptakan untuk Festival Maluku ini. 

Related Article

BIMBINGAN TEKNIS AKSARA: KOLABORASI STAKEHOLDER KUNCI SUKSES CAPAI TARGET PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAN BERKETAHANAN IKLIM

BIMBINGAN TEKNIS AKSARA: KOLABORASI STAKEHOLDER KUNCI SUKSES CAPAI TARGET PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAN BERKETAHANAN IKLIM

Kunci kesuksesan implementasi pembangunan rendah karbon dan berketahanan iklim (PRKBI) adalah kolaborasi antar-stakeholder. Seperti yang dilakukan saat ini, menyatukan Pemerintah Daerah Provinsi Maluku, pemerintah pusat yang diwakili Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia atau Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas), dan kelompok masyarakat sipil, yang dalam hal ini dilakukan oleh Yayasan Madani Berkelanjutan. 

Hal tersebut disampaikan Novia Mustikasari, selaku Regional Liaison Officer, Low Carbon Development Indonesia (LCDI) Bappenas RI pada acara bimbingan teknis AKSARA (Aplikasi Perencanaan dan Pemantauan Rencana Aksi Nasional Rendah Karbon) di Penguatan Program Hijau dalam Implementasi Komitmen Iklim Indonesia di Provinsi Maluku yang dilaksanakan pada 15-17 Februari 2023 di Ambon, Maluku. 

Novia juga menyampaikan jika implementasi aksi kegiatan penurunan gas rumah kaca yang dilakukan saat ini akan sejalan dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) maupun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). 

“Untuk menjamin lancarnya implementasi penggunaan AKSARA, sekretariat LCDI Bappenas sangat terbuka untuk berdiskusi maupun berkonsultasi bersama dengan daerah sehingga terbangun kolaborasi yang harmonis dalam mencapai target Pembangunan Rendah Karbon dan Berketahanan Iklim”, ujar Novia.

Program Officer Pembangunan Hijau Yayasan Madani Berkelanjutan, Resni Soviyana menuturkan jika Yayasan Madani Berkelanjutan sangat berkomitmen untuk mendukung pemerintah pusat maupun daerah untuk membangun sinergi dalam mencapai target komitmen iklim nasional. 

“Melalui kegiatan Penguatan Program Hijau dalam Implementasi Komitmen Iklim Indonesia serta bimbingan teknis AKSARA, Yayasan Madani Berkelanjutan ingin membuktikan jika kolaborasi yang harmonis antar stakeholder benar-benar dapat menjadi kunci dalam mencapai target Indonesia dalam mengatasi krisis iklim.” tegas Resni.

Resni juga menyampaikan bahwa kolaborasi ini diharapkan dapat memberi inspirasi bagi stakeholder di daerah lainnya sehingga pencapaian komitmen iklim Indonesia akan terasa lebih ringan karena dikerjakan dengan semangat gotong royong antara pemerintah pusat dengan non parties stakeholder seperti Pemerintah Daerah dan organisasi masyarakat sipil.  [ ]

Related Article

BIMBINGAN TEKNIS AKSARA: AKSELERASI IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN RENDAH KARBON MELALUI AKSARA PENTING UNTUK CAPAI KOMITMEN IKLIM

BIMBINGAN TEKNIS AKSARA: AKSELERASI IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN RENDAH KARBON MELALUI AKSARA PENTING UNTUK CAPAI KOMITMEN IKLIM

Aplikasi Perencanaan dan Pemantauan Rencana Aksi Nasional Rendah Karbon atau AKSARA, menjadi kunci pemerintah dalam mengakselerasi implementasi program Pembangunan Rendah Karbon dan Berketahanan Iklim (PRKBI) di daerah salah satunya di Provinsi Maluku. Hal tersebut disampaikan Irfan Darliazi Yananto, S.E., MERE, dari Direktorat Lingkungan Hidup, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional atau Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), selaku narasumber acara Bimbingan Teknis AKSARA dalam rangkaian acara Penguatan Program Hijau dalam Implementasi Komitmen Iklim Indonesia di Provinsi Maluku yang dilaksanakan pada 15-17 Februari 2023 di Ambon, Maluku. 

Irfan Darliazi Yananto juga mengatakan bahwa sebagai wilayah penyerap emisi, Provinsi Maluku menjadi salah satu provinsi yang sangat tepat dijadikan sebagai daerah pilot project untuk kerjasama implementasi AKSARA dalam mendukung program PRKBI. Apalagi, Maluku sendiri memiliki berbagai tantangan yang erat kaitannya dengan potensi dampak perubahan iklim seperti ancaman kenaikan permukaan air laut di beberapa bagian wilayah Maluku. 

Ifran juga menyampaikan bahwa harapannya dengan AKSARA, daerah memiliki data informasi teknis, dokumen, sehingga siapapun yang mengerjakan, dapat mengakses data dan dapat mengikuti perkembangan dan meng-update data-data secara mudah serta berkelanjutan. Kemudian, data dan informasi di lapangan yang ada di AKSARA dapat memvalidasi serta bersinergi dalam dokumen perencanaan antara pemerintah pusat dan daerah. 

Narasumber lain dari acara bimbingan teknis AKSARA ini adalah Tim Ahli Low Carbon Development Indonesia (LCDI) yakni Abdurrohman Hidayat selaku Team Leader IT dan Satu Data,  Aisyah Putri Lestari, selaku Waste Emission Analyst, Novia Mustikasari, selaku Regional Liaison Officer, dan Jeanly Syahputri, selaku Transportation Analyst. 

Keterangan: Foto Abdurrohman dalam tangkapan layar di acara Penguatan Program Hijau dalam Implementasi Komitmen Iklim Indonesia di Provinsi Maluku yang dilaksanakan pada 15-17 Februari 2023 di Ambon, Maluku.

Team Leader IT dan Satu Data, Abdurrohman Hidayat yang memberikan pengenalan serta pemaparan terkait dengan pentingnya pemanfaatan AKSARA, menyampaikan bahwa tujuan AKSARA adalah menyediakan data dan informasi terkini terkait dengan aksi implementasi pembangunan rendah karbon sesuai sektor yang sudah ditentukan di daerah, agar kredibel dan transparan. Aksi Pembangunan Rendah Karbon sendiri terbagi ke dalam 6 Sektor yakni energi, limbah, transportasi, kehutanan, pertanian, dan karbon biru atau blue carbon.

Abdurrohman berharap dengan AKSARA, implementasi pembangunan rendah karbon dapat lebih baik karena sudah terintegrasi. “Harapannya, dengan AKSARA ini dinas di tingkat kabupaten dan kota bisa berkontribusi dalam melaporkan apa yang terjadi di daerah sehingga data-data pelaporannya lebih detail hingga level kabupaten dan kota,” ujar Abdurrohman. 

Dalam kegiatan bimbingan teknis AKSARA, peserta mendapatkan materi terkait aplikasi AKSARA secara detail oleh tim LCDI dan secara langsung berlatih melakukan pengisian aksi ke dalam aplikasi AKSARA yang harapan kedepannya dapat dilaksanakan secara berkelanjutan. [ ]

Related Article

DUKUNG KOMITMEN IKLIM INDONESIA, YAYASAN MADANI BERKELANJUTAN GELAR PENGUATAN PROGRAM HIJAU DAN BIMBINGAN TEKNIS AKSARA DI PROVINSI MALUKU

DUKUNG KOMITMEN IKLIM INDONESIA, YAYASAN MADANI BERKELANJUTAN GELAR PENGUATAN PROGRAM HIJAU DAN BIMBINGAN TEKNIS AKSARA DI PROVINSI MALUKU

Dalam mendukung upaya pemerintah mencapai komitmen iklim Indonesia atau dikenal dengan Nationally Determined Contribution (NDC) yang telah ditingkatkan (enhanced) yakni sebesar 31,89% dari sebelumnya 29% tanpa syarat (dengan kemampuan sendiri), dan 43,20% dari 41% dengan dukungan internasional, Yayasan Madani Berkelanjutan ikut berkontribusi dalam penguatan program hijau yang salah satunya diimplementasikan di Provinsi Maluku.

Yayasan Madani Berkelanjutan sebagai masyarakat sipil berkomitmen mendukung berbagai upaya pemerintah dalam implementasi program komitmen iklim dalam mencapai target NDC yang makin serius”, ujar Giorgio Budi Indrarto, Deputi Direktur Yayasan Madani Berkelanjutan dalam acara Penguatan Program Hijau dalam Implementasi Komitmen Iklim Indonesia di Provinsi Maluku yang dilaksanakan pada 15-17 Februari 2023 di Ambon, Maluku.

Wakil Direktur Eksekutif Yayasan Madani Berkelanjutan, Giorgio Budi Indrarto, menjelaskan tentang
keikutsertaan Yayasan Madani Berkelanjutan sebagai bagian masayrakat sipil dalam mendukung 
pemerintah daerah mewujudkan Pembangunan Rendah Karbon

Giorgio atau yang akrab dipanggil “Jojo” juga menyampaikan bahwa selama ini Yayasan Madani Berkelanjutan percaya bahwa berbagai komitmen yang telah ditetapkan tidak bisa hanya dibebankan kepada pemerintah, tetapi juga harus dikolaborasikan dengan berbagai pihak, salah satunya tentu bersama masyarakat sipil.

BACA JUGA: Sumatera dan Kalimantan Dominasi Area Sawit Terluas

Oleh karena itu, Jojo menekankan bahwa Yayasan Madani Berkelanjutan sangat berkomitmen untuk mendukung pemerintah dalam implementasi program demi pencapaian komitmen Indonesia. 

Penguatan Program Hijau dan Bimbingan Teknis AKSARA

Dalam rangkaian acara Penguatan Program Hijau dalam Implementasi Komitmen Iklim Indonesia di Provinsi Maluku yang dilaksanakan dalam 3 hari secara hybrid (online dan offline), Yayasan Madani Berkelanjutan menghadirkan narasumber dari Direktorat Lingkungan Hidup, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas). Kemudian narasumber dari Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH), Kementerian Keuangan RI, Direktorat Sinkronisasi Urusan Pemerintah Daerah I, Ditjen Pembangunan Daerah, Kementerian Dalam Negeri RI, dan Tim Ahli Low Carbon Development Indonesia (LCDI), dari Bappenas RI.

Di hari pertama dan sesi pertama, peserta mendapatkan materi mengenai Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dalam mendukung pembangunan rendah karbon untuk mencapai komitmen iklim yang disampaikan oleh Dyah Sih Irawati S.Si.,MA, selaku Kepala Sub Direktorat Kehutanan, Direktorat Sinkronisasi Urusan Pemerintah Daerah I, Ditjen Pembangunan Daerah, Kementerian Dalam Negeri RI.

Dyah Sih Irawati menyebut bahwa perlu adanya koordinasi yang baik antara pemerintah pusat dan daerah untuk mencapai target komitmen iklim. “Untuk mencapai komitmen iklim, maka perlu adanya koordinasi antara Pusat dan Daerah. Hal itu karena masing-masing instansi memiliki instrumen yang berbeda-beda sehingga diperlukan adanya sinkronisasi antar sektor juga”, ujar Dyah Sih Irawati.

BACA JUGA: Lembar Fakta FOLU Net Sink 2030

Kemudian di sesi kedua, peserta mendapatkan materi mengenai Peluang Alternatif Pendanaan Iklim di Daerah untuk Pelestarian Lingkungan Hidup yang disampaikan oleh Lia Kartikasari selaku Kepala Divisi Penghimpunan dan Pengembangan Layanan, Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH), Kementerian Keuangan RI.

Lia Kartikasari mengatakan ada banyak peluang pendanaan untuk pelestarian lingkungan yang dapat dikelola oleh pemerintah daerah. “Untuk mendapatkan pendanaan, provinsi harus sudah memiliki rencana aksi, kebutuhannya berapa, dan apa yang akan dicapai”, pungkas Lia Kartikasari.

Peserta kegiatan Penguatan Program Hijau dalam Implementasi Komitmen Iklim Indonesia di Provinsi Maluku yang dilaksanakan pada 15-17 Februari 2023 di Ambon, Maluku.

Untuk kegiatan di hari kedua dan ketiga, peserta akan mendapatkan bimbingan teknis penggunaan Aplikasi Perencanaan dan Pemantauan Rencana Aksi Nasional Rendah Karbon atau AKSARA. Aplikasi ini adalah aplikasi atau tools yang membantu melakukan monitoringevaluation, and reporting (MER) dalam menyukseskan kerangka Pembangunan Rendah Karbon.

Dalam mekanisme pelaporan AKSARA, perlu adanya pembinaan serta koordinasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah selaku pemantau dan pelapor kegiatan Pembangunan Rendah Karbon (PRK) dan berketahanan iklim. Hal ini tentu terkait dengan transparansi dan akuntabilitas dari AKSARA itu sendiri.

Related Article

PENTINGNYA INTEGRASI KONSEP PEMBANGUNAN HIJAU UNTUK KOMITMEN IKLIM KE DALAM DOKUMEN PERENCANAAN DAERAH PROVINSI MALUKU

PENTINGNYA INTEGRASI KONSEP PEMBANGUNAN HIJAU UNTUK KOMITMEN IKLIM KE DALAM DOKUMEN PERENCANAAN DAERAH PROVINSI MALUKU

Komitmen Indonesia untuk mencapai pembangunan berkelanjutan, terutama dalam kaitannya dengan perubahan iklim tergambar jelas dengan diratifikasinya Perjanjian Paris pada tahun 2016 melalui UU Nomor 16 Tahun 2016. Tak hanya itu, Indonesia juga mengembangkan konsep Pembangunan Rendah Karbon Berketahanan Iklim (PRKBI), yang menjadi rujukan rencana kerja pemerintah dan menjadi masukan dalam evaluasi pelaksanaan Rencana Jangka Panjang Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, serta memperkuat strategi peningkatan pembangunan yang berkelanjutan pada penyusunan RPJMN dan RPJPN periode berikutnya. Untuk itu, menjadi penting agar konsep dan isu pembangunan nasional terkait perubahan iklim diinternalisasi ke dalam dokumen   perencanaan daerah seperti Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) hingga ke dokumen turunannya.

Provinsi Maluku telah memiliki RPJPD periode 2005 – 2025 sesuai dengan Peraturan Daerah Provinsi Maluku Nomor 2 Tahun 2009. Arahan-arahan terkait pembangunan berkelanjutan yang inklusif dengan menginternalisasi nilai-nilai budaya lokal telah ada dalam RPJPD periode 2005 – 2025. Salah satunya mendorong perekonomian daerah yang mengedepankan komoditas unggulan kepulauan dengan memperhatikan aspek keberlanjutan. RPJMD Provinsi Maluku saat ini telah dilakukan perubahan dan disahkan dalam Peraturan Daerah Provinsi Maluku Nomor 12 Tahun 2022 tentang RPJMD Perubahan Tahun 2019-2024. Dalam salah satu visi RPJMD Maluku saat ini mengangkat  “Maluku yang berdaulat atas gugusan kepulauan” yang menunjukkan komitmen Provinsi Maluku terhadap keberlanjutan dari lingkungan serta sumber dayanya untuk kesejahteraan masyarakat. 

“Ini momentum yang tepat bahwa kita untuk mengevaluasi kembali pembangunan jangka panjang kita maupun pembangunan jangka lima tahun, dan kita merancang ke depan lagi tentang pembangunan kita lima tahun ke depan dan dua puluh tahun ke depan,” kata Dr. Anton A. Lailossa, ST, M.Si., Kepala Bappeda Provinsi Maluku pada saat membuka kegiatan Bimbingan Teknis “Integrasi Konsep Pembangunan Hijau untuk Komitmen Iklim ke dalam Dokumen Perencanaan Daerah Provinsi Maluku” di kota Ambon, pada 24 – 26 Januari 2023. Kegiatan ini diselenggarakan oleh Yayasan Madani Berkelanjutan bersama Bappeda Provinsi Maluku. Bimbingan Teknis ini menghadirkan Erik Armundito, S.T., M.T., Phd, Perencana Ahli Madya, Direktorat Lingkungan Hidup, Kedeputian Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam, Bappenas sebagai narasumber. Serta Tim Ahli Bimbingan Teknis, yaitu Joko Tri Haryanto, Peneliti Senior, Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Rico Arya Radestya dan Doddy Afianto, Tenaga Ahli Perencanaan Pembangunan Daerah, Direktorat Jenderal Bina Bangda, Kementerian Dalam Negeri.

“Bappenas telah menjadikan Pembangunan Rendah Karbon dan Berketahanan Iklim sebagai Prioritas dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2023. Tema RKP 2023 adalah Peningkatan Produktivitas untuk Transformasi Ekonomi yang Inklusif dan Berkelanjutan, dengan Fokus Pembangunan Rendah Karbon dan Berketahanan Iklim yaitu Ekonomi Rendah Karbon dan Transisi Energi. Sementara itu, ada delapan Arah Kebijakan dimana salah satunya adalah Pembangunan Rendah Karbon, Transisi Energi dan Respon terhadap Perubahan Iklim,” jelas Erik Armundito, S.T., M.T., Phd, Perencana Ahli Madya, Direktorat Lingkungan Hidup, Kedeputian Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam, Bappenas yang menjadi narasumber  dalam Bimbingan Teknis ini.

Bimbingan Teknis ini diikuti oleh OPD-OPD terkait di Provinsi Maluku, seperti Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Maluku, Dinas Kehutanan Provinsi Maluku, Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, Badan Penanggulangan Bencana Daerah, Dinas Pertanian, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman, Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Dinas Perhubungan dan Dinas Ketahanan Pangan. 

Kondisi lingkungan Provinsi Maluku masih cukup terjaga, ini dibuktikan dengan Maluku yang masih menjadi daerah dengan tingkat serapan emisi lebih besar daripada emisi yang dikeluarkan. Dengan adanya perkembangan konsep pembangunan di Indonesia, harapannya Provinsi Maluku dapat menyelaraskan konsep hijau berkelanjutan dan berketahanan iklim ke dalam dokumen perencanaan daerahnya, utamanya dengan mempertimbangkan momentum menuju berakhirnya RPJPD yang akan berakhir pada 2025. 

“Arah pembangunan Provinsi Maluku ke depan perlu penyelarasan dengan perkembangan konsep pembangunan lingkungan yang bertujuan untuk mencapai target penurunan emisi, mengurangi dampak kerugian akibat perubahan iklim, termasuk beradaptasi dengan adanya pengaruh perubahan kondisi lingkungan. Hal ini mendukung arah pembangunan Indonesia yang ditujukan menjadi Negara dan bangsa yang berkomitmen iklim dan mencapai pembangunan hijau yang berkelanjutan,” pungkas Resni Soviyana, Project Officer Program Green Development Yayasan Madani Berkelanjutan. [ ] 

Referensi: https://madaniberkelanjutan.id/2021/07/31/mendorong-penerapan-green-budget-tagging-dan-scoring-system-di-provinsi-maluku

Related Article

id_IDID