Madani

Tentang Kami

SUMATERA DAN KALIMANTAN DOMINASI AREA SAWIT TERLUAS DI INDONESIA

SUMATERA DAN KALIMANTAN DOMINASI AREA SAWIT TERLUAS DI INDONESIA

                                            Luas Area Sawit 2011-2020

Secara rata-rata nasional, luas perkebunan kelapa sawit Indonesia tumbuh 53,09% dalam kurun waktu 2011-2020. Luas lahan tertinggi dicapai pada tahun 2020, yakni sebesar 14.586.599 Juta ha

Berdasarkan data area sawit (2011-2020) yang diolah Yayasan Madani Berkelanjutan, dapat dikatakan bahwa pulau Sumatera dan Kalimantan menjadi sentra sawit terbesar di Indonesia. Sumatera tercatat sebagai pulau dengan area sawit tertanam terluas dengan 7.907.812 ha. Kemudian, disusul Kalimantan yang memiliki area sawit tertanam seluas 5.990.789 ha.

Walaupun Sumatera memiliki area sawit lebih luas dibandingkan Kalimantan, kenaikan luasan area sawit di Sumatera tidak seluas Kalimantan. Pada 2011, Sumatera tercatat memiliki luas sawit 5.736.729 ha. Artinya hanya mengalami kenaikan area sawit seluas 2.171.083 ha hingga 2020.

Sementara itu, Kalimantan memiliki tren kenaikan yang positif tiap tahunnya. Pada 2011, Kalimantan tercatat memiliki area sawit seluas 2.782.929 ha yang artinya mengalami kenaikan area sawit seluas 3.207.860 ha.

Meskipun angkanya masih kecil, luas area sawit di pulau lainnya seperti Sulawesi, Maluku, dan Papua juga meningkat. Di Sulawesi, sejak 2011 hingga 2020 terjadi penambahan luas area sawit seluas 158.670 ha dari 257.955 ha pada 2011 menjadi 416.625 ha pada 2020. Pada 2017, terjadi peningkatan pesat luas area sawit menjadi 530.087 ha.

Kenaikan luas area sawit juga terjadi di Maluku dan Papua seluas 179.314 ha. Kenaikan lebih dari dua kali lipat ini berawal dari area sawit seluas 59.077 ha di 2011 menjadi 238.391 ha di 2020.

Related Article

POLICY BRIEF: MEMPERKUAT INPRES MORATORIUM HUTAN UNTUK MENDUKUNG INDONESIA FOLU NET SINK 2030

POLICY BRIEF: MEMPERKUAT INPRES MORATORIUM HUTAN UNTUK MENDUKUNG INDONESIA FOLU NET SINK 2030

Sejak penerbitan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 5 Tahun 2019 tentang Penghentian Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam dan Lahan Gambut (Inpres Moratorium hutan), kami melihat sebuah sinyal positif dari pemerintah dalam upaya menahan laju perusakan ekosistem hutan. Demikian juga dengan upaya pembenahan dan evaluasi perizinan melalui SK.01/MenLHK/Setjen/Kum.1/1/2022 tentang Pencabutan Izin Konsesi Kawasan Hutan yang diterbitkan pada 5 Januari 2022. Berbagai upaya ini merupakan tulang punggung dalam pencapaian komitmen iklim Indonesia untuk menurunkan emisi 29% dengan upaya sendiri hingga 41% dengan bantuan internasional serta mencapai target net sink FOLU pada 2030.

Untuk mencapai target iklim tersebut, Pemerintah Indonesia telah menjalankan banyak langkah korektif, salah satunya melalui Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2019 tentang Penghentian Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut atau yang dikenal dengan INPRES Moratorium Hutan. Kebijakan ini bertujuan tidak hanya untuk memberi jeda waktu terhadap pemberian izin-izin baru yang ekstraktif, namun juga untuk menata kembali pengelolaan hutan dan lahan di Indonesia untuk mewujudkan pembangunan nasional yang adil dan berkelanjutan. Sejalan dengan tujuan tersebut, juga sebagai upaya mengurangi emisi dari hutan alam primer dan lahan gambut untuk pencapaian Persetujuan Paris. 

Dari berbagai upaya dan kebijakan yang telah dilakukan, analisis Yayasan Madani Berkelanjutan masih menunjukkan beberapa celah terhadap upaya perlindungan ekosistem hutan dan lahan. (1) Terdapat indikasi seluas 1,39 juta ha hutan alam primer yang belum terlindungi oleh Peta Indikatif Penghentian Pemberian Izin Baru (PIPPIB). Hutan alam primer yang belum terlindungi tersebut berpotensi untuk terdeforestasi sehingga mengancam komitmen iklim Indonesia. (2) Rendahnya peluang partisipasi publik untuk mendukung pemerintah dalam upaya pengawasan terhadap perlindungan hutan alam primer dengan memberikan kemudahan akses data dan informasi PIPPIB. (3) Implementasi Proyek Strategis Nasional (PSN) dikhawatirkan dapat mengancam komitmen Indonesia dalam pengurangan emisi di sektor hutan dan lahan.

Atas dasar beberapa catatan tersebut, kami memberikan rekomendasi perbaikan kebijakan Inpres Moratorium Hutan untuk Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia yaitu (i) memverifkasi indikasi dari analisis Madani atas hutan alam primer seluas 1,39 juta ha yang belum tercakup dan terlindungi ke dalam PIPPIB Tahun 2022 Periode I; (ii) menjadikan PIPPIB sebagai informasi yang terbuka dan tersedia setiap waktu sesuai amanat Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik; dan (iii) melakukan proses due diligence dalam setiap Proyek Strategis Nasional, terutama bagi proyek yang bersinggungan dengan ekosistem hutan alam dan gambut.

Baca kajian kami selengkapnya dengan klim tombol di bawah.

Related Article

id_IDID