Madani

Tentang Kami

MADANI INSIGHT VOL.5

MADANI INSIGHT VOL.5

“Gambaran Industri Sawit Indonesia, Menjawab Asumsi Dengan Fakta dan Angka”

Madani Berkelanjutan merilis beberapa temuan menarik terkait dengan industri sawit di Indonesia. Temuan tersebut disajikan dalam Info Brief Madani Insight yang disusun ke dalam beberapa volume.

BACA JUGA : Madani Insight Vol.3

Ada beberapa poin penting yang ditemukan Madani Berkelanjutan dalam Info Brief volume kelima ini :

1. Perusahaan Sawit dan Kemandirian Desa di Kalbar (Antara Data & Fakta)

Beragamnya pandangan mengenai kontribusi perkebunan sawit terhadap pembangunan pedesaan menunjukkan bahwa berbagai aktor yang ada tidak berangkat dari data yang sama, dan menghasilkan sebuah pengetahuan yang juga berbeda. Hal ini dapat menghambat pengambilan keputusan untuk mendapatkan sebuah solusi bagi semua pihak.

2. Kontribusi Perusahaan Sawit Pada Pembangunan Desa di Kalbar

Banyaknya jumlah desa di suatu wilayah yang bersinggungan dengan lokasi pemegang izin perusahaan perkebunan sawit tidak dapat menjamin pembangunan desa tersebut berjalan dengan baik. Pada studi kasus lima kabupaten di Kalbar, tiga kabupaten di antaranya yakni Ketapang, Landak, dan Sekadau memiliki Indeks Desa Membangun (IDM) yang cukup besar yang didominasi oleh jumlah desa yang belum mendapatkan manfaat atas pemegang izin usaha perkebunan secara optimal. Sedangkan Sintang dan Sanggau, berdasarkan IDM menunjukkan bahwa terdapat potensi besar pengembangan wilayah pedesaan.

3. Penyebab Rendahnya Nilai Indeks Desa Membangunan yang Bersinggungan dengan Lokasi Izin Perkebunan Sawit

Kondisi Desa yang beum mendapatkan manfaat atas keberadaan izin perkebunan sawit secara optimal dikontribusi oleh rendahnya nilai indeks komposit ekonomi dan lingkungan. Diperlukan kolaborasi multipihak baik pemerintah dan swasta melalui public private partnership dengan memaksimalkan tanggung jawab sosial dan lingkungan (TJSL) perusahaan yang terarah untuk mengurai permasalahan ini.

Untuk Info Brief Madani Insight Volume 5 ini, selengkapnya dapat diunduh di tautan yang tersedia di bawah ini. 

Semoga Bermanfaat.

Silahkan download file yang berkaitan dibawah ini:

Related Article

SUMATERA DAN KALIMANTAN DOMINASI AREA SAWIT TERLUAS DI INDONESIA

SUMATERA DAN KALIMANTAN DOMINASI AREA SAWIT TERLUAS DI INDONESIA

                                            Luas Area Sawit 2011-2020

Secara rata-rata nasional, luas perkebunan kelapa sawit Indonesia tumbuh 53,09% dalam kurun waktu 2011-2020. Luas lahan tertinggi dicapai pada tahun 2020, yakni sebesar 14.586.599 Juta ha

Berdasarkan data area sawit (2011-2020) yang diolah Yayasan Madani Berkelanjutan, dapat dikatakan bahwa pulau Sumatera dan Kalimantan menjadi sentra sawit terbesar di Indonesia. Sumatera tercatat sebagai pulau dengan area sawit tertanam terluas dengan 7.907.812 ha. Kemudian, disusul Kalimantan yang memiliki area sawit tertanam seluas 5.990.789 ha.

Walaupun Sumatera memiliki area sawit lebih luas dibandingkan Kalimantan, kenaikan luasan area sawit di Sumatera tidak seluas Kalimantan. Pada 2011, Sumatera tercatat memiliki luas sawit 5.736.729 ha. Artinya hanya mengalami kenaikan area sawit seluas 2.171.083 ha hingga 2020.

Sementara itu, Kalimantan memiliki tren kenaikan yang positif tiap tahunnya. Pada 2011, Kalimantan tercatat memiliki area sawit seluas 2.782.929 ha yang artinya mengalami kenaikan area sawit seluas 3.207.860 ha.

Meskipun angkanya masih kecil, luas area sawit di pulau lainnya seperti Sulawesi, Maluku, dan Papua juga meningkat. Di Sulawesi, sejak 2011 hingga 2020 terjadi penambahan luas area sawit seluas 158.670 ha dari 257.955 ha pada 2011 menjadi 416.625 ha pada 2020. Pada 2017, terjadi peningkatan pesat luas area sawit menjadi 530.087 ha.

Kenaikan luas area sawit juga terjadi di Maluku dan Papua seluas 179.314 ha. Kenaikan lebih dari dua kali lipat ini berawal dari area sawit seluas 59.077 ha di 2011 menjadi 238.391 ha di 2020.

Related Article

POLICY BRIEF: MEMPERKUAT INPRES MORATORIUM HUTAN UNTUK MENDUKUNG INDONESIA FOLU NET SINK 2030

POLICY BRIEF: MEMPERKUAT INPRES MORATORIUM HUTAN UNTUK MENDUKUNG INDONESIA FOLU NET SINK 2030

Sejak penerbitan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 5 Tahun 2019 tentang Penghentian Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam dan Lahan Gambut (Inpres Moratorium hutan), kami melihat sebuah sinyal positif dari pemerintah dalam upaya menahan laju perusakan ekosistem hutan. Demikian juga dengan upaya pembenahan dan evaluasi perizinan melalui SK.01/MenLHK/Setjen/Kum.1/1/2022 tentang Pencabutan Izin Konsesi Kawasan Hutan yang diterbitkan pada 5 Januari 2022. Berbagai upaya ini merupakan tulang punggung dalam pencapaian komitmen iklim Indonesia untuk menurunkan emisi 29% dengan upaya sendiri hingga 41% dengan bantuan internasional serta mencapai target net sink FOLU pada 2030.

Untuk mencapai target iklim tersebut, Pemerintah Indonesia telah menjalankan banyak langkah korektif, salah satunya melalui Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2019 tentang Penghentian Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut atau yang dikenal dengan INPRES Moratorium Hutan. Kebijakan ini bertujuan tidak hanya untuk memberi jeda waktu terhadap pemberian izin-izin baru yang ekstraktif, namun juga untuk menata kembali pengelolaan hutan dan lahan di Indonesia untuk mewujudkan pembangunan nasional yang adil dan berkelanjutan. Sejalan dengan tujuan tersebut, juga sebagai upaya mengurangi emisi dari hutan alam primer dan lahan gambut untuk pencapaian Persetujuan Paris. 

Dari berbagai upaya dan kebijakan yang telah dilakukan, analisis Yayasan Madani Berkelanjutan masih menunjukkan beberapa celah terhadap upaya perlindungan ekosistem hutan dan lahan. (1) Terdapat indikasi seluas 1,39 juta ha hutan alam primer yang belum terlindungi oleh Peta Indikatif Penghentian Pemberian Izin Baru (PIPPIB). Hutan alam primer yang belum terlindungi tersebut berpotensi untuk terdeforestasi sehingga mengancam komitmen iklim Indonesia. (2) Rendahnya peluang partisipasi publik untuk mendukung pemerintah dalam upaya pengawasan terhadap perlindungan hutan alam primer dengan memberikan kemudahan akses data dan informasi PIPPIB. (3) Implementasi Proyek Strategis Nasional (PSN) dikhawatirkan dapat mengancam komitmen Indonesia dalam pengurangan emisi di sektor hutan dan lahan.

Atas dasar beberapa catatan tersebut, kami memberikan rekomendasi perbaikan kebijakan Inpres Moratorium Hutan untuk Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia yaitu (i) memverifkasi indikasi dari analisis Madani atas hutan alam primer seluas 1,39 juta ha yang belum tercakup dan terlindungi ke dalam PIPPIB Tahun 2022 Periode I; (ii) menjadikan PIPPIB sebagai informasi yang terbuka dan tersedia setiap waktu sesuai amanat Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik; dan (iii) melakukan proses due diligence dalam setiap Proyek Strategis Nasional, terutama bagi proyek yang bersinggungan dengan ekosistem hutan alam dan gambut.

Baca kajian kami selengkapnya dengan klim tombol di bawah.

Related Article

10 Hari Lagi, Ayo Submit Tulisanmu di Lomba Karya Tulis Mahasiswa Masa Depan Sawit Indonesia di Penghujung Moratorium

10 Hari Lagi, Ayo Submit Tulisanmu di Lomba Karya Tulis Mahasiswa Masa Depan Sawit Indonesia di Penghujung Moratorium

Sobat Madani, Yayasan Madani Berkelanjutan bersama Tempo Media Group menantang mahasiswa di seluruh Indonesia untuk menyampaikan ide dan gagasannya melalui “Lomba Karya Tulis Mahasiswa: Masa Depan Sawit Indonesia di Penghujung Moratorium”.

Masih ada 10 hari lagi untuk submit tulisan kamu. Buruan, jangan sampai ketinggalan. Berikut informasi lengkap lomba karya tulis, ya!

TUJUAN 

  1. Memberi ruang dan wadah ekspresi mahasiswa dalam menuangkan gagasan dan pengetahuan tentang isu sawit melalui karya tulis.

  2. Memberi apresiasi kepada para mahasiswa yang peduli terhadap lingkungan khususnya sawit, agar industri ini dapat lebih baik dan berkelanjutan.

  3. Memberi edukasi dan informasi kepada mahasiswa tentang isu sawit di Indonesia melalui kompetisi.

  4. Memberi referensi kepada pemerintah dan pemangku kepentingan untuk pengambilan kebijakan dengan gagasan yang dikemukakan oleh mahasiswa sebagai generasi pemikir dan penerus bangsa 

Persyaratan: 

  1. Follow IG @madaniberkelanjutan dan @majalah.tempo , dan tag 3 temen untuk join lomba ini. 

  2. Karya tulis merupakan hasil Original dan Belum Pernah dipublikasikan dengan cara menandatangani surat pernyataan pada form yang telah disediakan (bit.ly/PernyataanKeaslianKaryaTulis).

  3. Kirim Hasil Karya Tulis dalam bentuk PDF.

  4. Deadline Kompetisi 10 Juni 2021.

  5. Pengumuman Pemenang Tahap 1 Menuju 10 besar Akan Diumumkan Melalui Email, Telepon dan Social Media Tempo, pada 14 Juni 2021. 

  6. Peserta yang terpilih masuk di tahap 10 besar, akan melaksanakan presentasi dan penjurian langsung (virtual) dengan Juri Utama pada tanggal 21 Juni.

  7. Registrasi di link pendaftaran Bit.ly/CCKaryaTulisTempo.

  8. Summary tulisan di capture dan di posting di IG Story, tag dan mention ke IG @madaniberkelanjutan dan @majalah.tempo dengan hastag #masadepansawitindonesia #indonesiatangguh.

  9. Referensi artikel harus mengutip salah satu hasil publikasi Madani (dapat diakses di www.madaniberkelanjutan.id).

  10. Menuliskan nama lengkap, asal kampus di awal karya tulis.

  11. Keputusan panitia bersifat mutlak dan tidak dapat diganggu gugat

 

Tema Karya Tulis: Masa Depan Sawit Indonesia di Penghujung Moratorium Sub Tema : 

  1. Moratorium Sawit: Langkah Memperbaiki Tata Kelola Sawit di Indonesia. Pada subtema ini, peserta dapat membahas peluang dan tantangan kebijakan moratorium sawit yang akan habis pada bulan September 2021 mendatang.

  2. Bagaimana Membangun Sawit Berkelanjutan di Indonesia. Pada subtema ini, peserta dapat membahas urgensi adanya produk- produk sawit yang  ramah lingkungan bagi generasi mendatang.

  1. Bagaimana Upaya Meningkatkan Kesejahteraan Petani Sawit. Pada subtema ini, peserta dapat membahas langkah-langkah konkret yang dapat dilakukan  para pihak untuk berkolaborasi dalam meningkatkan kesejahteraan petani sawit.

  1. Bagaimana Mengatasi Bencana Alam akibat Pembukaan Sawit. Pada subtema ini, peserta dapat membahas permasalahan bencana yang salah satunya  diakibatkan oleh pembukaan lahan untuk sawit baru. Serta kondisi aktual pembangunan  desa yang dikelilingi sawit serta solusi inovatif untuk mengurai permasalahan tersebut.

  1. Membangun Perekonomian Masyarakat Berbasis Komunitas. Pada subtema ini, peserta dapat membahas dan merekomendasikan langkah konkrit agar daerah (provinsi/kabupaten/kota) tidak hanya menggantungkan pembangunan dari  salah satu sektor tertentu (sawit) semata.

 

Ketentuan Karya Tulis : 

  1. Maksimal karakter untuk karya tulis yaitu 3400 karakter dengan spasi.

  2. Karya tulis harus menggunakan Bahasa Indonesia yang baku dan benar. 

  3. Artikel karya tulis harus memuat satu foto atau gambar yang sesuai dengan  bahasan.

  4. Di dalam artikel harus terdapat judul, serta caption foto yang jelas 

 

Syarat Pendaftaran :

Mengisi seluruh data-data dengan lengkap di form bit.ly/CCKaryaTulisTempo

 

Juri:

  1. Anton Septian, Redaktur Eksekutif Majalah Tempo.

  2. Teguh Surya, Direktur Eksekutif Yayasan Madani Berkelanjutan 

 

Timeline Kegiatan: 

  1. 6 Mei : Kick Off dan Pembukaan Lomba 

  2. 6 Mei – 10 Juni : Pendaftaran, submit karya dan penjaringan peserta 10 Juni : Batas akhir pemasukan karya tulis 

  3. 10 Juni – 14 Juni : Seleksi berkas administrasi dan karya tulis tahap 1 14 Juni : Pengumuman 10 besar 

  4. 21 Juni : Presentasi dan penjurian 10 besar 

  5. 23 Juni : Pengumuman Pemenang 

Teknis Acara: 

Program ini akan dimulai dengan konten kick off di IG Feed Tempo dan  Madani pada tanggal 6 Mei, dalam sesi kick off ini akan diumumkan juga seluruh syarat  dan ketentuan lomba, serta hadiah yang akan didapat oleh para pemenang, tanggal 6  Mei juga akan dijalankan promo program di social media tempo (twitter, FB, dan IG Story),  di tanggal 6 Mei ini juga sudah mulai dilakukan penjaringan dan para peserta sudah  dapat untuk submit karyanya di link yang akan disediakan Tempo, proses penjaringan  dan submit karya akan berlangsung sampai 10 Juni, pada tanggal 10 Juni adalah sesi  closing program, sesi ini akan diumumkan di IG Tempo dan Madani, kemudian pada  tanggal 10 Juni – 14 Juni akan dilakukan seleksi berkas dan penjurian terhadap seluruh  karya yang masuk, kemudian tanggal 14 Juni akan diumumkan 10 besar yang lolos ke  tahap selanjutnya, 21 Juni para 10 besar akan presentasi dan dilakukan penjurian  langsung, kemudian tanggal 23 Juni akan diumumkan seluruh pemenang dari program  ini. 

 

Hadiah:  

  • Juara 1 (Uang tunai sebesar 3jt Rupiah, plakat, sertifikat dan karyanya dipublikasikan di  Majalah Tempo, Kelas Khusus Pelatihan Menulis Menembus dari Tempo, Free  Langganan 3 Bulan Tempo Digital, Merchandise Spesial dari Madani) 

  • Juara 2-10 (Plakat, sertifikat, Kelas Khusus Pelatihan Menulis dari Tempo, Free  Langganan 3 Bulan Tempo Digital, Merchandise Special dari Madani) 

  • Juara 11 – 30 (E-certificate, Free Langganan 3 Bulan Tempo Digital, Merchandise  Special dari Madani)

 

Target Peserta:

Mahasiswa Diploma dan Strata 1 Perguruan Tinggi Negeri atau Swasta di Indonesia

 

Kriteria penilaian lomba karya tulis:

Penilaian terdiri dari 2 aspek (naskah karya tulis dan presentasi karya tulis).

  1. Penilaian ini dilaksanakan oleh juri yang telah ditentukan oleh panitia.

  2. Seleksi pada tahap awal (penyisihan ) dilakukan oleh panitia dan seleksi akhir (finalis) dilakukan oleh dewan juri.

  3. Tim juri akan menetapkan juara 1 s.d 30. Keputusan juri bersifat mutlak dan tidak dapat diganggu gugat.

Related Article

Lomba Karya Tulis Mahasiswa Bertemakan Masa Depan Sawit Indonesia di Penghujung Moratorium, Saatnya Mahasiswa Menulis!

Lomba Karya Tulis Mahasiswa Bertemakan Masa Depan Sawit Indonesia di Penghujung Moratorium, Saatnya Mahasiswa Menulis!

Sebagai agen perubahan (Agent of change), mahasiswa memiliki peranan penting dalam sebagai katalis, pemicu terjadinya sebuah perubahan dalam masyarakat dan tentunya mahasiswa adalah orang-orang yang selalu berpikir visioner. 

Dalam upaya mewujudkan perubahan, mahasiswa harus aktif berpartisipasi dan berkontribusi dalam memecahkan persoalan sosial yang ada di tengah masyarakat. Oleh karena itu, membangun gerakan literasi dari kampus adalah salah satu langkah terbaik yang dapat dilakukan mahasiswa untuk berkontribusi. Gerakan literasi mahasiswa itu diwujudkan dengan dimulai dari rajin membaca, aktif berdiskusi, dan berani menyampaikan pendapat melalui tulisan. 

Yayasan Madani Berkelanjutan bersama Tempo Media Group menantang mahasiswa di seluruh Indonesia untuk menyampaikan ide dan gagasannya melalui “Lomba Karya Tulis Mahasiswa: Masa Depan Sawit Indonesia di Penghujung Moratorium”.

TUJUAN 

  1. Memberi ruang dan wadah ekspresi mahasiswa dalam menuangkan gagasan dan pengetahuan tentang isu sawit melalui karya tulis.

  2. Memberi apresiasi kepada para mahasiswa yang peduli terhadap lingkungan khususnya sawit, agar industri ini dapat lebih baik dan berkelanjutan.

  3. Memberi edukasi dan informasi kepada mahasiswa tentang isu sawit di Indonesia melalui kompetisi.

  4. Memberi referensi kepada pemerintah dan pemangku kepentingan untuk pengambilan kebijakan dengan gagasan yang dikemukakan oleh mahasiswa sebagai generasi pemikir dan penerus bangsa 

Persyaratan: 

  1. Follow IG @madaniberkelanjutan dan @majalah.tempo , dan tag 3 temen untuk join lomba ini. 

  2. Karya tulis merupakan hasil Original dan Belum Pernah dipublikasikan dengan cara menandatangani surat pernyataan pada form yang telah disediakan (bit.ly/PernyataanKeaslianKaryaTulis).

  3. Kirim Hasil Karya Tulis dalam bentuk PDF.

  4. Deadline Kompetisi 10 Juni 2021.

  5. Pengumuman Pemenang Tahap 1 Menuju 10 besar Akan Diumumkan Melalui Email, Telepon dan Social Media Tempo, pada 14 Juni 2021. 

  6. Peserta yang terpilih masuk di tahap 10 besar, akan melaksanakan presentasi dan penjurian langsung (virtual) dengan Juri Utama pada tanggal 21 Juni.

  7. Registrasi di link pendaftaran Bit.ly/CCKaryaTulisTempo.

  8. Summary tulisan di capture dan di posting di IG Story, tag dan mention ke IG @madaniberkelanjutan dan @majalah.tempo dengan hastag #masadepansawitindonesia #indonesiatangguh.

  9. Referensi artikel harus mengutip salah satu hasil publikasi Madani (dapat diakses di www.madaniberkelanjutan.id).

  10. Menuliskan nama lengkap, asal kampus di awal karya tulis.

  11. Keputusan panitia bersifat mutlak dan tidak dapat diganggu gugat

 

Tema Karya Tulis: Masa Depan Sawit Indonesia di Penghujung Moratorium Sub Tema : 

  1. Moratorium Sawit: Langkah Memperbaiki Tata Kelola Sawit di Indonesia. Pada subtema ini, peserta dapat membahas peluang dan tantangan kebijakan moratorium sawit yang akan habis pada bulan September 2021 mendatang.

  2. Bagaimana Membangun Sawit Berkelanjutan di Indonesia. Pada subtema ini, peserta dapat membahas urgensi adanya produk- produk sawit yang  ramah lingkungan bagi generasi mendatang.

  1. Bagaimana Upaya Meningkatkan Kesejahteraan Petani Sawit. Pada subtema ini, peserta dapat membahas langkah-langkah konkret yang dapat dilakukan  para pihak untuk berkolaborasi dalam meningkatkan kesejahteraan petani sawit.

  1. Bagaimana Mengatasi Bencana Alam akibat Pembukaan Sawit. Pada subtema ini, peserta dapat membahas permasalahan bencana yang salah satunya  diakibatkan oleh pembukaan lahan untuk sawit baru. Serta kondisi aktual pembangunan  desa yang dikelilingi sawit serta solusi inovatif untuk mengurai permasalahan tersebut.

  1. Membangun Perekonomian Masyarakat Berbasis Komunitas. Pada subtema ini, peserta dapat membahas dan merekomendasikan langkah konkrit agar daerah (provinsi/kabupaten/kota) tidak hanya menggantungkan pembangunan dari  salah satu sektor tertentu (sawit) semata.

 

Ketentuan Karya Tulis : 

  1. Maksimal karakter untuk karya tulis yaitu 3400 karakter dengan spasi.

  2. Karya tulis harus menggunakan Bahasa Indonesia yang baku dan benar. 

  3. Artikel karya tulis harus memuat satu foto atau gambar yang sesuai dengan  bahasan.

  4. Di dalam artikel harus terdapat judul, serta caption foto yang jelas 

 

Syarat Pendaftaran :

Mengisi seluruh data-data dengan lengkap di form bit.ly/CCKaryaTulisTempo

 

Juri:

  1. Anton Septian, Redaktur Eksekutif Majalah Tempo.

  2. Teguh Surya, Direktur Eksekutif Yayasan Madani Berkelanjutan 

 

Timeline Kegiatan: 

  1. 6 Mei : Kick Off dan Pembukaan Lomba 

  2. 6 Mei – 10 Juni : Pendaftaran, submit karya dan penjaringan peserta 10 Juni : Batas akhir pemasukan karya tulis 

  3. 10 Juni – 14 Juni : Seleksi berkas administrasi dan karya tulis tahap 1 14 Juni : Pengumuman 10 besar 

  4. 21 Juni : Presentasi dan penjurian 10 besar 

  5. 23 Juni : Pengumuman Pemenang 

Teknis Acara: 

Program ini akan dimulai dengan konten kick off di IG Feed Tempo dan  Madani pada tanggal 6 Mei, dalam sesi kick off ini akan diumumkan juga seluruh syarat  dan ketentuan lomba, serta hadiah yang akan didapat oleh para pemenang, tanggal 6  Mei juga akan dijalankan promo program di social media tempo (twitter, FB, dan IG Story),  di tanggal 6 Mei ini juga sudah mulai dilakukan penjaringan dan para peserta sudah  dapat untuk submit karyanya di link yang akan disediakan Tempo, proses penjaringan  dan submit karya akan berlangsung sampai 10 Juni, pada tanggal 10 Juni adalah sesi  closing program, sesi ini akan diumumkan di IG Tempo dan Madani, kemudian pada  tanggal 10 Juni – 14 Juni akan dilakukan seleksi berkas dan penjurian terhadap seluruh  karya yang masuk, kemudian tanggal 14 Juni akan diumumkan 10 besar yang lolos ke  tahap selanjutnya, 21 Juni para 10 besar akan presentasi dan dilakukan penjurian  langsung, kemudian tanggal 23 Juni akan diumumkan seluruh pemenang dari program  ini. 

 

Hadiah:  

  • Juara 1 (Uang tunai sebesar 3jt Rupiah, plakat, sertifikat dan karyanya dipublikasikan di  Majalah Tempo, Kelas Khusus Pelatihan Menulis Menembus dari Tempo, Free  Langganan 3 Bulan Tempo Digital, Merchandise Spesial dari Madani) 

  • Juara 2-10 (Plakat, sertifikat, Kelas Khusus Pelatihan Menulis dari Tempo, Free  Langganan 3 Bulan Tempo Digital, Merchandise Special dari Madani) 

  • Juara 11 – 30 (E-certificate, Free Langganan 3 Bulan Tempo Digital, Merchandise  Special dari Madani)

 

Target Peserta:

Mahasiswa Diploma dan Strata 1 Perguruan Tinggi Negeri atau Swasta di Indonesia

 

Kriteria penilaian lomba karya tulis:

Penilaian terdiri dari 2 aspek (naskah karya tulis dan presentasi karya tulis).

  1. Penilaian ini dilaksanakan oleh juri yang telah ditentukan oleh panitia.

  2. Seleksi pada tahap awal (penyisihan ) dilakukan oleh panitia dan seleksi akhir (finalis) dilakukan oleh dewan juri.

  3. Tim juri akan menetapkan juara 1 s.d 30. Keputusan juri bersifat mutlak dan tidak dapat diganggu gugat.

Related Article

Dua Tahun Inpres Moratorium Sawit : Pemerintah Perlu ‘Tancap Gas’ Perbaiki Tata Kelola Sawit

Dua Tahun Inpres Moratorium Sawit : Pemerintah Perlu ‘Tancap Gas’ Perbaiki Tata Kelola Sawit

[Jakarta, 20 September 2020] September 2020, Kebijakan Instruksi Presiden No. 8 tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit serta Peningkatan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit, atau yang dikenal dengan inpres moratorium sawit telah memasuki usia dua tahun pasca diterbitkan. Di tengah pandemi Covid-19, pemerintah perlu ‘tancap gas’ untuk menyelesaikan berbagai mandat Inpres moratorium sawit dalam memperbaiki tata kelola sawit Indonesia agar dapat menyelesaikan 1053 konflik di perkebunan sawit    serta berkontribusi optimal untuk pemulihan ekonomi nasional.

Dalam konteks terkini, pandemi Covid-19 yang sedang kita hadapi bersama sedikit banyak menjadi faktor eksternal yang berpengaruh terhadap proses pengimplementasian kebijakan. Dengan fokusnya pemerintah pusat dan daerah dalam hal menangani pandemi, maka proses pengimplementasian kebijakan ini agak sedikit tertunda. Harapannya pemerintah dapat menemukan mekanisme kerja implementasi yang lebih adaptif terhadap kondisi pandemi sehingga situasi ini tidak menjadi penghambat yang berarti.

Selama kurun waktu dua tahun, dinamika perkembangan dan capaian yang dilakukan dari Kementerian dan atau Lembaga di pemerintah pusat sampai pemerintah daerah belum memuaskan karena tiadanya capaian-capaian yang signifikan. Di tingkat nasional, pemerintah pusat yang digawangi oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian telah membentuk tim kerja moratorium sawit yang beranggotakan perwakilan antar-kementerian. Tim ini diketahui telah menyelesaikan tutupan luasan sawit di Indonesia yang tertuang dalam Kepmentan No. 833/KPTS/SR.020/M/12/2019 yakni luas tutupan perkebunan sawit adalah 16,38 juta hektar. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional telah melakukan validasi data Hak Guna Usaha (HGU) di Kaltim, Kalteng, Sulbar, Papua dan Riau. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah melakukan penundaan penerbitan izin baru pelepasan kawasan/tukar menukar kawasan hutan, telah menetapkan kebun-kebun sawit illegal dalam kawasan hutan serta menyusun rancangan perpres berkenaan dengan tipologi penyelesaian sawit di dalam kawasan hutan.

Sementara di tingkat Provinsi dan Kabupaten, beberapa pemerintah daerah seperti Provinsi Aceh, Kabupaten Buol, Kabupaten Sanggau, Kabupaten Gorontalo dan Aceh Utara telah merespon kebijakan ini dengan menurunkannya ke dalam aturan di tingkat lokal dalam bentuk Surat Edaran (SE) maupun Peraturan Bupati (Perbup). Sementara daerah yang memiliki komitmen positif terhadap inpres ini terdapat lima Provinsi (Kaltim, Kalbar, Riau, Papua Barat dan Kepulauan Riau) dan enam Kota/Kabupaten (Sintang, Kayong Utara, Barito Timur, Lingga, Banyuasin dan Musi Banyuasin). 

Sejumlah capaian baik ini tidak terlepas dari hambatan dan tantangan pengimplementasian yang perlu diperbaiki ke depan. Koalisi Masyarakat Sipil mencatat beberapa hal diantaranya, Pertama, minimnya sosialisasi kebijakan. Beberapa kepala daerah di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota masih belum mengetahui terkait kebijakan ini. Hal ini menunjukkan proses sosialisasi yang kurang baik. Kedua, pola kerja pemerintah pusat dan daerah yang tidak tersinkronisasi. Pola kerja dalam inpres ini adalah dari daerah ke nasional artinya hasil temuan pemerintah daerah yang nantinya akan dibahas di tim kerja nasional untuk tindaklanjuti. Hal ini yang tidak terjadi. Pemerintah pusat hanya berfokus melakukan penyusunan tutupan luasan sawit. Bahkan strategi implementasi inpres tim kerja nasional dengan menetapkan tujuh provinsi prioritas (Provinsi Jambi, Riau, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Timur) tidak sejalan dengan inpres, karena didalam inpres tidak mengamanatkan hal demikian. 

Ketiga, belum adanya peta jalan pengimplementasian inpres moratorium sawit. Beberapa daerah yang semangat menjalankan inpres terkendala soal tidak adanya dokumen rujukan yang dapat menjadi acuan pengimplementasian inpres ini. Sehingga diperlukan hal semacam peta jalan, petunjuk pelaksana (juklak) dan petunjuk teknis (juknis), termasuk alokasi anggaran yang tidak disebutkan dalam inpres ini.

Keempat, tidak mengedepankan prinsip keterbukaan data. Laporan perkembangan enam bulanan yang disusun oleh tim kerja nasional untuk dilaporkan ke Presiden sangat sulit untuk diakses kelompok masyarakat sipil. Walau tidak ada kewajiban untuk membuka dokumen ini ke publik tapi akan sangat baik jika hal tersebut dilakukan, agar kita dapat melihat proses secara utuh dan memberikan masukan-masukan yang sesuai. Selain itu, tidak adanya update yang diterima masyarakat sipil terkait perpindahan Deputi di Kemenko Perekonomian yang menangani Inpres ini juga sangat disayangkan. Padahal proses transparansi adalah faktor yang penting untuk mengetahui lubang yang selama ini ada dan bersama-sama menambalnya.

Hal lainnya, terkait tutupan luasan perkebunan sawit di Indonesia yang telah dirilis juga tidak menyampaikan detail terkait berapa dan dimana lokasi sawit yang berada di dalam kawasan hutan. Padahal jika hal ini tertuang dalam tutupan tersebut maka akan sangat memudahkan bagi tim kerja melakukan evaluasi. Sehingga wajar saja, hingga saat ini belum ada kasus sawit di kawasan hutan yang dapat diselesaikan melalui inpres ini. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah menyatakan bahwa terdapat 3,4 juta ha perkebunan sawit didalam kawasan hutan, namun faktanya hingga saat ini tidak ada kejelasan terkait penyataan tersebut perihal dimana lokasinya, dimiliki oleh siapa apa dan bagaimana proses tindaklanjutnya.

Kelima, pemerintah belum memiliki arah yang jelas soal peningkatan produktivitas sawit. Artinya pemerintah belum memiliki berapa target atau standar produktivitas sawit yang akan dituju serta bagaimana langkah-langkah yang harus ditempuh untuk mencapai target tersebut. Dalam kacamata pemerintah peningkatan produktivitas hanya terbatas pada Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) semata dengan memanfaatkan dana BPDP-KS. Yang mana realisasinya program ini masih minim, pada 2020 hanya seluas 20.469 ha atau 11,37% dari target yang telah ditetapkan.

Selain itu di sisi ekonomi, kontribusi sawit terhadap daerah masih dirasa kurang berdampak. Hal ini dikarenakan belum adanya skema bagi hasil yang berimbang antara daerah penghasil sawit dengan pemerintah pusat. Sistem pembagian hasil seperti ini tidak setara dengan dampak dari pengelolaan perkebunan sawit seperti kerusakan infrastruktur akibat pengangkutan CPO hingga kerusakan lingkungan yang berdampak pada pencemaran air, tanah, dan udara, serta Karhutla.

Sejumlah catatan kritis di atas diharapkan dapat menjadi perhatian para penerima mandat dalam inpres ini.  Kami dari koalisi masyarakat sipil merekomendasikan beberapa hal diantaranya :

  1. Respon positif pemerintah daerah baik di tingkat provinsi/kabupaten/kota perlu disambut baik oleh pemerintah pusat dengan mensinergikan kerja-kerja serta memfasilitasi dengan menyiapkan aturan teknis implementasi inpres (juklak atau juknis)termasuk alokasi anggaran.
  2. Adanya target dan program peningkatan produktivitas oleh pemerintah yang lebih jelas dan terukur serta memiliki waktu dan lokasi (kabupaten/kota) pencapaian target tersebut.
  3. Meningkatkan transparansi dan akses publik mengenai laporan enam bulanan perkembangan inpres moratorium serta data penggunaan lahan dan izin perusahaan perkebunan sawit.
  4. Melibatkan lintas stakeholder untuk pelaksanaan dan pengawasan moratorium sawit, seperti organisasi masyarakat sipil dan organisasi lintas keagamaan.
  5. Adanya skema dana bagi hasil yang berkeadilan antara daerah penghasil sawit dengan pemerintah pusat agar daerah memiliki dorongan untuk mengawasi dan membangun perkebunan sawit yang berkelanjutan.
  6. Membuat peta jalan (road map) satu pintu pelaksanaan moratorium sawit. Hal ini diperlukan untuk mengefektikan proses moratorium sawit sehingga tidak terjadi tumpang tindih aturan birokrasi dan anggaran.
  7. Pembahasan RUU Cipta Kerja semestinya tidak menjadi alasan bagi Pemerintah untuk menunda pelaksanaan Inpres Moratorium Sawit. Penyelesaian moratorium dengan fokus terhadap konsolidasi data dan review perizinan harus menjadi langkah awal untuk menuntaskan permasalahan tata kelola perkebunan.
  8. Tidak memprioritaskan wilayah tertentu dalam pengimplementasian kebijakan inpres moratorium sawit, melainkan seluruh wilayah di Indonesia yang memiliki sawit.

Jika pemerintah masih menggunakan pendekatan dan strategi yang sama dalam menjalankan tugas dan amanah didalam inpres ini, maka perbaikan tata kelola sawit yang di impikan selama ini akan sangat sulit tercapai di waktu yang sempit ini. Koalisi Masyarakat Sipil melihat perpanjangan inpres moratorium sawit untuk perbaikan tata kelola perkebunan sawit Indonesia adalah sesuatu hal relevan dapat dilakukan Pemerintah Indonesia dengan catatan harus memiliki capaian-capaian yang terukur dalam segala aspek serta turut mensinkronisasikan dan mengkonsolidasikan kepada pihak-pihak yang memiliki tujuan yang sama dalam mewujudkan perbaikan tata kelola sawit, seperti misalnya dengan Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam (GN PSDA) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam hal review perizinan serta bersama dengan ISPO dan RSPO dalam hal peningkatan produktivitas dan standar perkebunan sawit berkelanjutan melalui mekanisme sertifikasi.

###

Atas Nama Koalisi Masyarakat Sipil :

Sawit Watch, Kaoem Telapak, Madani Berkelanjutan,

Forest Watch Indonesia dan Indonesian Center for Environmental Law (ICEL)

 

Narahubung :

Abu Meridian_Direktur Eksekutif Kaoem Telapak (082311600535 / abu.meridian@kaoemtelapak.org

Adrianus Eryan_Indonesian Center For Environmental Law (081386299786 / adrianuseryan@gmail.com)

Agung Ady Setiyawan_Perkampanye Forest Watch Indonesia (085783517913 / agung_ady@fwi.or.id )

Inda Fatinaware_Direktur Eksekutif Sawit Watch (0811448677 / inda@sawitwatch.or.id)

Teguh Surya_Direktur Eksekutif Madani Berkelanjutan (081294801453 / teguh@madaniberkelanjuan.id)

Related Article

Shadow Report: Kemana Arah Implementasi Inpres No. 8 Tahun 2018 (Moratorium Sawit) Berjalan?

Shadow Report: Kemana Arah Implementasi Inpres No. 8 Tahun 2018 (Moratorium Sawit) Berjalan?

Luas perkebunan sawit di Indonesia saat ini sudah mencapai 22,2 juta hektare (Sawit Watch, 2018) dengan 30% diantaranya dimiliki oleh petani. Industri perkebunan sawit saat ini memiliki kontribusi yang besar terhadap perekonomian nasional, dengan ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil (CPO)) mencapai 12% dari ekspor nasional dengan total produksi pada 2016 mencapai 31 juta ton. Kontribusi ekspor tersebut mencapai US$ 17, 8 Miliar atau senilai dengan Rp231,4 Triliun. Di dalam negeri, penggunaan bahan bakar biosolar yang bersumber dari minyak sawit semakin gencar digalakkan oleh Pemerintah Indonesia. Pemerintah sendiri menargetkan produksi CPO sampai 40 juta ton/ tahun pada tahun 2020.


Namun demikian, perkebunan sawit di Indonesia mempunyai beragam masalah mulai dari kerusakan lingkungan, konflik agraria, kondisi buruh yang terabaikan, ancaman terhadap ketersediaan pangan dan lain-lainnya. Sawit Watch (2016) mencatat terdapat 782 komunitas berkonflik dengan perkebunan besar sawit.


Presiden Joko Widodo pada 14 April 2016 menyatakan akan menghentikan sementara (moratorium) perizinan kelapa sawit dan batubara. Komitmen ini akhirnya terealisasi dalam sebuah kebijakan berupa Instruksi Presiden (Inpres) No. 8 tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit serta Peningkatan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit.


Lewat kebijakan ini, pemerintah mencoba untuk melakukan peningkatan tata kelola perkebunan sawit yang berkelanjutan, memberikan kepastian hukum, menjaga dan melindungi kelestarian lingkungan termasuk penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK), serta untuk peningkatan pembinaan petani sawit dan peningkatan produktivitas perkebunan sawit.

Related Article

Perlindungan Permanen Hutan Alam dan Gambut Tersisa, Kunci Keberhasilan Komitmen Iklim Indonesia

Perlindungan Permanen Hutan Alam dan Gambut Tersisa, Kunci Keberhasilan Komitmen Iklim Indonesia

Jakarta, 19 Mei 2019. Yayasan Madani Berkelanjutan mendukung rencana pemerintah untuk mempermanenkan perlindungan hutan alam dan gambut tersisa, pasca berakhirnya masa berlaku INPRES tentang Penundaan dan Penyempurnaan Tata Kelola Pemberian Izin Baru Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut (Moratoroium Hutan) pada 17 Juli 2019.

“Diperpanjangnya kebijakan perlidungan hutan alam dan lahan gambut secara permanen memperbesar peluang pencapaian komitmen iklim Indonesia,” ujar Muhammad Teguh Surya, Direktur Eksekutif Madani. “Namun, perpanjangan saja belum cukup. Jika ingin mencapai target iklim, pemerintah harus memperkuat komitmen perlindungan hutan alam dan gamnbut dengan turut melindungi jutaan hektar hutan sekunder yang saat ini terancam dibabat.”

Riset World Resources Institute pada 2017 menunjukkan bahwa moratorium hutan adalah kebijakan mitigasi kehutanan dengan potensi penurunan emisi paling tinggi. Memperkuat kebijakan ini dengan melindungi hutan sekunder dapat mengurangi emisi sebesar 437 MtCO 2 pada 2030 sehingga target iklim Indonesia bisa tercapai.

Data Pemerintah Indonesia dalam Status Hutan dan Kehutanan Indonesia 2018 menunjukkan bahwa sebanyak 43,3 juta hektare atau 48,4 persen hutan alam Indonesia dikategorikan sebagai hutan sekunder yang terlepas dari perlindungan moratorium. Lebih dari setengahnya atau 24,8 juta hektare diperuntukkan untuk eksploitasi dengan status hutan produksi. “Yang paling mendesak adalah melindungi hutan alam yang masih bagus dan paling terancam,” ujar Anggalia Putri, Manajer Pengelolaan Pengetahuan Madani. “Ada 3,8 juta hektare hutan sekunder berstatus Hutan Produksi untuk Konversi (HPK), yang dapat dilepas dan ditebang untuk izin-izin non-kehutanan seperti perkebunan dan lain-lain. Pasca berakhirnya masa berlaku Moratorium, perlindungan secara permanen hutan alam dan gambut seharusnya melindungi wilayah tersebut.”

“Kami berharap Pemerintah Indonesia periode ini benar-benar dapat mempermanenkan perlindungan hutan dengan cara mengakomodasinya dengan landasan aturan perundang-undangan yang lebih kuat dan menuangkannya dalam rencana tata ruang nasional,” ujar Teguh. “Dengan demikian, ada garansi hukum dan politik lebih besar untuk mencapai komitmen iklim dan juga dapat meminimalkan konflik di masyarakat.”

Selama delapan tahun, status perlidungan hutan alam dan gambut masih bersifat sementara (moratorium). Madani juga mengkhawatirkan berbagai aturan pengecualian yang ada seperti permohonan izin yang telah mendapat persetujuan prinsip sebelum Mei 2011, panas bumi, migas, dan ketenagalistrikan, ditambah produksi padi, tebu, jagung, sagu dan kedelai untuk kedaulatan pangan nasional. “Ada 31,2 juta hektare lahan tidak berhutan dalam kawasan hutan. Selayaknya pemerintah dapat memaksimalkan penggunaan lahan tidak berhutan atau memanfaatkan lahan-lahan ex- perusahaan untuk mengamankan kedaulatan pangan, dengan demikian meminimalkan kerusakan hutan,” ujar Anggalia.

Di samping emisi dari sektor hutan dan lahan, pemerintah juga harus mewaspadai emisi dari sektor energi karena berpotensi jadi kuda hitam yang dapat menggagalkan pencapaian komitmen iklim Indonesia. “Jika konsisten dengan inisiatif baik di dua sektor ini, Indonesia dapat membusungkan dada di perundingan iklim COP-25 yang akan dilaksanakan di Chili bulan Desember ini,” tutup Teguh.

Narahubung:
Muhammad Teguh Surya, Direktur Eksekutif Yayasan Madani Berkelanjutan
0819-1519-1979
teguh@madaniberkelanjutan.id

Anggalia Putri, Manajer Pengelolaan Pengetahuan Yayasan Madani Berkelanjutan
0856-211-8997
anggi@madaniberkelanjutan.id

Luluk Uliyah, Senior Strategic Communication Officer Yayasan Madani Berkelanjutan
0815-1986-8887
luluk@madaniberkelanjutan.id

Related Article

Analisis Substansi Inpres Moratorium Sawit 2018

Analisis Substansi Inpres Moratorium Sawit 2018

Instruksi Presiden No. 8 Tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit serta Peningkatan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit (Inpres Moratorium Sawit) adalah langkah awal yang strategis untuk menyelesaikan silang-sengkarut perizinan perkebunan sawit, termasuk tumpang tindih dengan kawasan hutan dan penyelamatan hutan alam yang tersisa di kawasan hutan, apabila para pejabat penerima Instruksi konsisten menjalankan Instruksi tersebut dan ada kepemimpinan politik yang kuat dari Presiden. Dukungan dan pengawalan para pihak sangat dibutuhkan mengingat seluruh proses evaluasi perizinan dan berbagai tugas lain yang dimandatkan Presiden harus selesai dalam waktu tiga tahun.

Sebagai sambutan baik atas inisiatif ini, Madani menyoroti sejumlah hal terkait Inpres Moratorium Sawit, khususnya hak petani sawit, keberlanjutan, alur pelaksanaan, pengecualian penundaan izin, koordinasi, pemantauan, dan peran masyarakat sipil. Baca Instruksi Presiden No. 8 Tahun 2018 tentang Moratorium Sawit selengkapnya:

Related Article

id_IDID