Madani

Tentang Kami

POLICY BRIEF: MEMPERKUAT INPRES MORATORIUM HUTAN UNTUK MENDUKUNG INDONESIA FOLU NET SINK 2030

POLICY BRIEF: MEMPERKUAT INPRES MORATORIUM HUTAN UNTUK MENDUKUNG INDONESIA FOLU NET SINK 2030

Sejak penerbitan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 5 Tahun 2019 tentang Penghentian Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam dan Lahan Gambut (Inpres Moratorium hutan), kami melihat sebuah sinyal positif dari pemerintah dalam upaya menahan laju perusakan ekosistem hutan. Demikian juga dengan upaya pembenahan dan evaluasi perizinan melalui SK.01/MenLHK/Setjen/Kum.1/1/2022 tentang Pencabutan Izin Konsesi Kawasan Hutan yang diterbitkan pada 5 Januari 2022. Berbagai upaya ini merupakan tulang punggung dalam pencapaian komitmen iklim Indonesia untuk menurunkan emisi 29% dengan upaya sendiri hingga 41% dengan bantuan internasional serta mencapai target net sink FOLU pada 2030.

Untuk mencapai target iklim tersebut, Pemerintah Indonesia telah menjalankan banyak langkah korektif, salah satunya melalui Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2019 tentang Penghentian Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut atau yang dikenal dengan INPRES Moratorium Hutan. Kebijakan ini bertujuan tidak hanya untuk memberi jeda waktu terhadap pemberian izin-izin baru yang ekstraktif, namun juga untuk menata kembali pengelolaan hutan dan lahan di Indonesia untuk mewujudkan pembangunan nasional yang adil dan berkelanjutan. Sejalan dengan tujuan tersebut, juga sebagai upaya mengurangi emisi dari hutan alam primer dan lahan gambut untuk pencapaian Persetujuan Paris. 

Dari berbagai upaya dan kebijakan yang telah dilakukan, analisis Yayasan Madani Berkelanjutan masih menunjukkan beberapa celah terhadap upaya perlindungan ekosistem hutan dan lahan. (1) Terdapat indikasi seluas 1,39 juta ha hutan alam primer yang belum terlindungi oleh Peta Indikatif Penghentian Pemberian Izin Baru (PIPPIB). Hutan alam primer yang belum terlindungi tersebut berpotensi untuk terdeforestasi sehingga mengancam komitmen iklim Indonesia. (2) Rendahnya peluang partisipasi publik untuk mendukung pemerintah dalam upaya pengawasan terhadap perlindungan hutan alam primer dengan memberikan kemudahan akses data dan informasi PIPPIB. (3) Implementasi Proyek Strategis Nasional (PSN) dikhawatirkan dapat mengancam komitmen Indonesia dalam pengurangan emisi di sektor hutan dan lahan.

Atas dasar beberapa catatan tersebut, kami memberikan rekomendasi perbaikan kebijakan Inpres Moratorium Hutan untuk Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia yaitu (i) memverifkasi indikasi dari analisis Madani atas hutan alam primer seluas 1,39 juta ha yang belum tercakup dan terlindungi ke dalam PIPPIB Tahun 2022 Periode I; (ii) menjadikan PIPPIB sebagai informasi yang terbuka dan tersedia setiap waktu sesuai amanat Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik; dan (iii) melakukan proses due diligence dalam setiap Proyek Strategis Nasional, terutama bagi proyek yang bersinggungan dengan ekosistem hutan alam dan gambut.

Baca kajian kami selengkapnya dengan klim tombol di bawah.

Related Article

MENJAGA YANG TERSISA: ULASAN PENURUNAN LUAS TUTUPAN HUTAN ALAM 2020-2021

MENJAGA YANG TERSISA: ULASAN PENURUNAN LUAS TUTUPAN HUTAN ALAM 2020-2021

Pada tahun 2022, Pemerintah Indonesia telah memperbarui komitmen iklim melalui dokumen Enhanced Nationally Determined Contribution (ENDC). Dalam dokumen tersebut, komitmen penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dengan upaya sendiri meningkat dari 29% menjadi 31,89%. Komitmen penurunan emisi dengan dukungan internasional pun meningkat dari 41% menjadi 43,2%. Meski kontribusi beberapa sektor lain meningkat, sektor hutan dan lahan masih menjadi tulang punggung pencapaian komitmen iklim Indonesia. Dalam ENDC skenario dengan upaya sendiri, sektor hutan dan lahan menanggung 55% dari beban penurunan emisi.

Indonesia juga memiliki target untuk menjadikan sektor hutan dan lahan sebagai penyerap karbon bersih atau net sink pada 2030. Target ini dikenal sebagai Indonesia FOLU Net Sink 2030, yang rencana aksinya dijabarkan dalam SK Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 168/2022. Untuk mencapai berbagai target di atas, mengurangi laju hilangnya hutan alam menjadi suatu keharusan. Dalam 10 tahun terakhir, Indonesia telah kehilangan hutan alam seluas 4,7 juta ha  Sementara itu, sisa hutan alam Indonesia yang tersisa tercatat 89,7 juta ha. 

Tulisan ini mengulas penurunan luas hutan alam Indonesia pada kurun 2020-2021 dengan menekankan pentingnya perlindungan hutan alam yang tersisa. Hutan alam berperan dalam mengatasi krisis iklim, mencegah bencana, dan menjadi sumber kehidupan masyarakat adat dan lokal. Oleh karena itu, kebutuhan lahan untuk program pembangunan harus diarahkan pada lahan-lahan yang sudah tidak ditutupi hutan alam dan bebas dari potensi konflik dan lahan.

Related Article

id_IDID