Madani

Tentang Kami

Update Ekonomi Politik, dari Hambatan Komitmen G20 Hingga Temuan Ombusman dari TWK KPK

Update Ekonomi Politik, dari Hambatan Komitmen G20 Hingga Temuan Ombusman dari TWK KPK

Yayasan Madani Berkelanjutan merangkum beberapa peristiwa penting terkait dengan kondisi ekonomi-politik yang terjadi dalam sepekan terakhir (20 Juli 2021 – 26 Juli 2021), berikut cuplikannya:

1. Poin yang Menghambat G20 Membuat Komitmen untuk Atasi Perubahan Iklim

Konferensi tingkat menteri G20 gagal menyepakati kata-kata komitmen utama dalam mengatasi perubahan iklim. Menteri Transisi Ekologi Italia, Roberto Cingolani, Jumat (23/7), menyatakan, poin yang belum disepakati itu akan diteruskan untuk dibahas di pertemuan puncak G20 di Roma, pada Oktober mendatang.

Cingolani mengatakan negosiasi G20 dengan China, Rusia dan India terbukti sangat sulit. Menurut Cingolani, pada akhirnya China dan India menolak untuk menandatangani poin yang dipermasalahkan. Salah satu poin itu adalah menghapus secara bertahap pembangkit listrik tenaga batu bara. Sebagian besar negara anggota G20 ingin tujuan itu tercapai pada tahun 2025. Namun beberapa negara lainnya menyatakan, target itu mustahil mereka penuhi.

Poin lain yang diperdebatkan seputar batas kenaikan suhu global, yang menurut Perjanjian Paris 2015 berkisar 1,5 derajat Celcius hingga 2 derajat Celcius. Beberapa negara ingin lebih cepat dari apa yang disepakati di Paris dan bertujuan untuk membatasi suhu pada 1,5 derajat dalam satu dekade. Tetapi yang lain, dengan lebih banyak ekonomi berbasis karbon, mengatakan mari kita tetap berpegang pada apa yang disepakati di Paris.

Kegagalan G20 untuk menyepakati bahasa yang sama menjelang pertemuan itu kemungkinan akan dilihat sebagai kemunduran bagi harapan dunia untuk mengamankan kesepakatan yang berarti di COP 26.

2. ADB Siapkan US$80 Miliar untuk Pendanaan Program Perubahan Iklim

Asian Development Bank (ADB) menyampaikan komitmen untuk terus membantu usaha negara-negara berkembang dalam melakukan transisi ke ekonomi hijau, secara adil dan terjangkau. Presiden ADB Masatugu Asakawa mengatakan akan menyediakan US$80 miliar secara kumulatif dari 2019 hingga 2030, untuk pembiayaan program perubahan iklim.

Tidak hanya itu, Asakawa menyebut ADB mendorong program sponsor dari sektor swasta untuk mengambangkan Energy Transition Mechanism (ETM) di Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Asakawa lalu menyebut ETM sebagai metode yang berbasis pasar dan adil untuk mempercepat transisi dari pembangkit tenaga batu bara, serta memulai pertumbuhan penggunaan energi terbarukan.

3. Persiapan Indonesia Hadapi Konferensi Dunia Tentang Perubahan Iklim

Menjelang perundingan COP UNFCCC ke 26 yang akan diselenggarakan di Glasgow, Britania Raya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya secara virtual pada awal pekan ini memberikan arahan kepada para calon Delegasi Republik Indonesia (DELRI) yang akan menjadi negosiator dalam berbagai persidangan COP-26 UNFCCC.

Dalam keterangan tertulis yang diterima pada Rabu (21/07/2021), Menteri Siti menyampaikan beberapa hal yang dapat menjadi wawasan bagi para calon Delri. Pertama, adalah terkait pembaruan Nationally Determined Contributions (Updated NDC) Indonesia.

Pada updated NDC yang telah disusun, Indonesia berkomitmen menaikkan ambisi adaptasi perubahan iklim, dengan memasukkan aksi-aksi yang lebih nyata, adaptasi di sektor kelautan, serta lebih terintegrasi dengan isu-isu penting lainnya, seperti keanekaragaman hayati dan desertifikasi.

Menteri Siti menyampaikan lebih lanjut, Updated NDC secara implisit menunjukkan ambisi 41% target yang akan dicapai, dengan memperkuat langkah-langkah implementasi kerjasama teknis luar negeri dalam hal teknologi dan pengembangan sektor swasta. Misalnya, dalam kegiatan electric-mobility yang telah dirintis dan dimulai seperti pengembangan listrik solar panel.

Kemudian juga mempertegas peran teknologi dan kerja sama internasional swasta dan dukungan internasional seperti dalam hal proyeksi rehabilitasi mangrove hingga 600.000 Ha sampai dengan akhir 2024, peningkatan peran rehabilitasi lahan oleh swasta hingga hingga lebih dari 200.000 hektar, hingga pengembangan kompleks green industry supported by green energy di Kalimantan Utara seluas 12.000 Ha.

Kedua, Pemerintah Indonesia telah menyusun strategi jangka panjang yang akan menjadi pedoman dalam implementasi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim serta komitmen NDC lima-tahunan selanjutnya. Sejak tahun 2020, Indonesia telah berproses untuk menyusun dokumen Long-term Strategy on Low Carbon and Climate Resilience 2050 (LTS-LCCR 2050), menuju net-zero emissions dengan tetap mempertimbangkan kondisi ekonomi yang bertumbuh, berketahanan iklim dan berkeadilan. Sektor Agriculture, Forestry dan Land Use (AFOLU) dan sektor energi akan sangat menentukan pathways yang akan dituju pada tahun 2050. Dengan skenario paling ambisius yaitu Low Carbon Compatible with Paris Agreement (LCCP), secara nasional Indonesia akan mencapai peaking pada tahun 2030 dengan sektor FOLU sudah mendekati net sink.

Ketiga, Menteri Siti kemudian menyakinkan kepada calon delegasi, bahwa Indonesia cukup baik dalam upaya pengendalian perubahan iklim. Pada forum multilateral, Indonesia seringkali menjadi sorotan atas capaian, prestasi, dan kebijakan yang menawarkan solusi. Sedangkan secara bilateral, Indonesia di berbagai kesempatan didekati oleh negara yang dengan maksud untuk menjadi mitra dalam menangani perubahan iklim.

4. Bappenas: Potensi Kerugian Ekonomi Akibat Perubahan Iklim Rp 115 T

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) atau Bappenas memperkirakan kerugian ekonomi akibat dampak perubahan iklim bisa mencapai Rp 115 triliun pada 2024. Oleh sebab itu, pemerintah terus mendorong adanya pembangunan berkelanjutan yang ramah lingkungan. Staf Ahli Bidang Sinergi Ekonomi dan Pembiayaan Bappenas, Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan kerugian itu berasal dari empat sektor yakni air, kesehatan, laut pesisir, dan pertanian.

Untuk itu, sangat penting bagi Indonesia mengadopsi langkah-langkah guna menuju pembangunan rendah karbon dan mengimplementasikan konsep ekonomi sirkular. Pasalnya, ekonomi sirkular menawarkan potensi yang cukup besar untuk Indonesia.

Indonesia sendiri telah berkomitmen untuk mengadopsi konsep ekonomi sirkular ke dalam visi Indonesia 2045, dan telah diprioritaskan ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Ekonomi sirkular menurut dia dapat meningkatkan ketahanan dan manfaat ekonomi jangka panjang. Penerapan ekonomi sirkular di lima sektor prioritas mampu menambah Produk Domestik Bruto (PDB) hingga mencapai Rp 642 triliun.

Di samping itu ekonomi sirkular juga membantu Indonesia dalam mencapai penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 126 juta ton CO2 pada tahun 2030. Selain itu, pihaknya juga mengestimasikan bahwa limbah makanan (food loss dan food waste) periode 2000-2019 menghasilkan kerugian ekonomi hingga Rp 551 triliun.

5. Ombudsman: 75 Pegawai KPK Harus Dilantik Jadi ASN Sebelum 30 Oktober

Ombudsman RI mengungkap temuan maladministrasi dalam proses tes wawasan kebangsaan (TWK) untuk alih status pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi aparatur sipil negara (ASN).  Ketua Ombudsman Mokhammad Najih mengatakan pihaknya memfokuskan pemeriksaan pada tiga isu, yakni rangkaian proses pembentukan kebijakan pengalihan pegawai KPK menjadi ASN, proses pelaksanaan dari peralihan pegawai KPK menjadi ASN, dan pada tahap penetapan hasil asesmen tes wawancara kebangsaan (TWK).Tiga hal ini yang oleh Ombudsman RI ditemukan potensi maladminstasi.

Terkait temuan itu, Ombudsman memberikan catatan perbaikan untuk KPK. Salah satunya adalah pelaksanaan alih status harus mengacu pada Undang-Undang Nomor 19 tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi dan Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 2020 tentang Pengalihan Pegawai KPK. Selain itu, alih status juga harus berdasarkan pertimbangan Mahkamah Konstitusi (MK) dan pernyataan presiden Joko Widodo serta temuan Ombudsman terkait maladministrasi.

Berdasarkan hal tersebut, Ombudsman menilai 75 pegawai KPK yang dinyatakan tak lolos TWK berhak menjadi ASN. Maladministrasi itu ditemukan Ombudsman RI setelah menyelesaikan serangkaian proses pemeriksaan atas pengaduan perwakilan 75 pegawai KPK yang dinonaktifkan akibat adanya kebijakan tersebut. Catatan lainnya adalah KPK harus memberikan penjelasan kepada pegawai perihal konsekuensi pelaksanaan TWK dan hasilnya dalam bentuk informasi atau dokumen sah.

Lalu, Ombudsman menilai hasil TWK hendaknya menjadi bahan masukan untuk langkah-langkah perbaikan dan tidak serta merta dijadikan dasar untuk memberhentikan 75 pegawai KPK yang tidak memenuhi syarat. Catatan lainnya, terhadap pegawai KPK yang dinyatakan tidak memenuhi syarat diberikan kesempatan untuk memperbaiki melalui pendidikan kedinasan tentang wawasan kebangsaan.

Related Article

Update Ekonomi Politik, dari Indonesia Turun Kelas Hingga Pencegahan Korupsi Oleh KPK Belum Efektif

Update Ekonomi Politik, dari Indonesia Turun Kelas Hingga Pencegahan Korupsi Oleh KPK Belum Efektif

Yayasan Madani Berkelanjutan merangkum beberapa peristiwa penting terkait dengan kondisi ekonomi-politik yang terjadi dalam sepekan terakhir (6 Juli 2021 – 12 Juli 2021), berikut cuplikannya:

1. Indonesia turun kelas jadi negara lower-middle income

Bank Dunia (World Bank) memasukkan Indonesia ke negara penghasilan menengah ke bawah, alias lower middle income country. Padahal, pada 1 Juli 2020, Bank Dunia sudah menaikkan status Indonesia menjadi upper middle income country. Penurunan kelas ini disebabkan Gross National Income (GNI) per kapita Indonesia tahun 2020 turun menjadi US$ 3.870, dari GNI per kapita pada tahun 2019 yang sebesar US$ 4.050. Selain Indonesia, ada tiga negara yang memiliki kasus serupa, seperti Mauritius, Romania, serta Samoa.

Bank Dunia setiap tahun memang mengubah klasifikasi GNI per kapita untuk menentukan peringkat tiap negara. Di tahun 2019, klasifikasi GNI per kapita terdiri dalam 4 kategori, yaitu low income dengan GNI per kapita US$ 1.035, lower-middle income country US$ 1.036 – US$ 4.045. Lalu, upper-middle income country dengan GNI per kapita US$ 4.046 – US$ 12.535, serta high income country dengan GNI per kapita di atas US$ 12.535.

Sementara di tahun 2020, klasifikasi berubah. Yakni, low Income country dengan GNI per kapita US$ 1.045, kemudian lower-middle income country US$ 1.046 – US$ 4.095, upper-middle income country dengan GNI per kapita US$ 4.096 – US$ 12.695, serta high income country dengan GNI per kapita di atas US$ 12.695.

2. KLHK Batalkan 2 Proyek Karbon Milik LSM Internasional

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) membatalkan dua proyek karbon milik lembaga swadaya masyarakat (LSM) internasional. Dua proyek tersebut rencananya akan dilakukan di Taman Nasional Sebangau, Kalimantan Tengah; dan Taman Nasional Batang Gadis, Sumatera Utara. Menteri LHK Siti Nurbaya menegaskan deklarasi proyek-proyek karbon di Indonesia yang melibatkan kawasan hutan negara, tidak boleh dibiarkan berlangsung secara ilegal.

Sebagai tindak lanjut atas arahan menteri tersebut, Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) KLHK Wiratno telah memerintahkan Kepala UPT Balai Konservasi Sumber Daya Alam dan Taman Nasional di seluruh Indonesia untuk melakukan inventarisasi dan investigasi. Jika terbukti melanggar aturan, dia meminta kegiatan-kegiatan yang terkait deklarasi proyek karbon yang melibatkan kawasan konservasi dan hutan lindung, dihentikan.

3. Presiden Jokowi Didorong Perpanjang Inpres Moratorium Sawit

Moratorium izin perkebunan sawit yang ditetapkan pemerintah pada 2018 akan berakhir 19 September 2021. Sejumlah pihak meminta kebijakan ini diperpanjang, mengingat perbaikan tata kelola sawit masih belum tercapai.

Permasalahan itu mulai dari kebun di kawasan hutan hingga rendahnya produktivitas. Apabila hal-hal ini bisa diselesaikan, dampak positif yang didapatkan di antaranya dukungan pasar global, peningkatan produktivitas, ataupun pencapaian komitmen iklim.

Untuk mendorong hal-hal ini tercapai, Koalisi Moratorium Sawit meminta presiden untuk memperpanjang kembali kebijakan penghentian sementara izin kelapa sawit. Dasar hukum moratorium pun perlu diperkuat dan diiringi dengan target yang lebih spesifik.

Selama 2,5 tahun kebijakan berjalan, implementasi moratorium sawit masih jauh dari target. Contohnya seperti sinergisitas data konsesi sawit antarsesama lembaga atas kementerian yang hingga kini tak berjalan optimal.

Berdasarkan kertas kebijakan yang disusun koalisi, faktor penghambat implementasi moratorium sawit lainnya, yakni tidak tersedianya alokasi anggaran dan sumber daya manusia khusus di tingkat daerah. Di sisi lain, sosialisasi kebijakan kepada pemerintah daerah masih minim. Ada pula temuan ego sektoral antar-kementerian dan pergantian jabatan di tengah implementasi kebijakan. Pada aspek sosial dan politik, penerbitan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dianggap turut melemahkan semangat perbaikan tata kelola sawit.

Kebijakan moratorium sawit sendiri dapat menjadi jalan bagi tuntutan pasar internasional dalam memenuhi produk sawit yang berkelanjutan. Melalui implementasi kebijakan ini, pemerintah dapat melakukan perbaikan tata kelola untuk menghasilkan produk sawit yang dapat diterima pasar global.

Desakan untuk melanjutkan moratorium sawit sebelumnya juga disampaikan asosiasi petani sawit yang tergabung dalam Perkumpulan Forum Kelapa Sawit Jaya Indonesia (Popsi). Melalui siaran pers, Ketua Umum Popsi Pahala Sibuea meminta pemerintah untuk fokus meningkatkan produktivitas petani sawit melalui program peremajaan sawit rakyat, menangani harga jual rendah, membantu pemetaan, dan menyelesaikan tumpang tindih lahan.

4. Harga Batu Bara Bangkit, Produsen Ajukan Kenaikan Produksi

Terus menanjaknya harga batu bara dimanfaatkan oleh produsen komoditas berjuluk emas hitam itu untuk meningkatkan produksinya. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sendiri menetapkan harga batubara acuan (HBA) Indonesia pada Juli 2021 sebesar US$ 115,35 per ton. Angka ini naik US$ 15,02 per ton dibandingkan Mei yang sebesar US$ 100,33 per ton.

Kementerian ESDM mencatat kurang lebih ada 100 perusahaan tambang batu bara yang mengajukan kenaikan target produksi. Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Batubara Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM Sujatmiko mengatakan beberapa perusahaan telah mengajukan perubahan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) tahun 2021.

Kenaikan target produksi ini juga seiring dengan penambahan kuota produksi di tahun ini. Pemerintah menambah kuota target produksi batubara nasional tahun ini sebesar 75 juta ton menjadi 625 juta ton. Kuota produksi batu bara tahun ini awalnya ditetapkan sebesar 550 juta ton.

5. BPK: Pencegahan Korupsi oleh KPK Era Firli Bahuri Belum Efektif

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menyatakan pelaksanaan pencegahan korupsi dan pengelolaan atas benda sitaan dan barang rampasan oleh Firli Bahuri Cs belum efektif. Hal itu termuat dalam laporan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2020 BPK yang dikutip dari situs resmi BPK pada Minggu (11/7). BPK telah menyelesaikan pemeriksaan kinerja atas efektivitas fungsi pencegahan dan pengelolaan benda sitaan dan barang rampasan tindak pidana korupsi (Tipikor) tahun 2015-semester I tahun 2020 pada Komisi Pemberantasan Korupsi RI (KPK) dan instansi terkait lainnya.

BPK menemukan 10 permasalahan yang dirumuskan menjadi tiga permasalahan utama. Pertama, perubahan peraturan KPK belum sepenuhnya mendukung tugas dan fungsi koordinasi bidang pencegahan dan pengelolaan atas benda sitaan dan barang rampasan. Di antaranya, tutur BPK, penyusunan Peraturan KPK (Perkom) Nomor 7 Tahun 2020 tentang Organisasi dan Tata Kerja (Ortaka) BPK belum didukung kajian, analisis, dan penyelarasan yang memadai. Berikutnya, terdapat tugas dan fungsi yang tidak lagi diatur dalam Perkom 7 Tahun 2020. Antara lain yaitu kewenangan dan unit kerja pelaksana tugas koordinasi pencegahan KPK, tugas dan fungsi Direktorat Pelacakan Aset Pengelolaan Barang Bukti dan Eksekusi (Labuksi), pelaksana fungsi pengembangan aplikasi sistem informasi dan data Direktorat Labuksi, serta uraian pekerjaan/job description terkait pengelolaan titipan uang sitaan dan uang gratifikasi.

Kedua, upaya pencegahan korupsi melalui fungsi koordinasi dan monitoring pada kegiatan Monitoring Center for Prevention (MCP) belum dilaksanakan secara memadai. Di antaranya mencakup tiga bagian. Ketiga, pelaksanaan fungsi penindakan dan eksekusi belum mendukung pengelolaan benda titipan/sitaan, barang rampasan dan benda sita eksekusi secara memadai. Di antaranya, tutur BPK, pada Direktorat Penyelidikan yang belum optimal dalam melakukan pengendalian dan pengawasan terhadap pengelolaan benda/barang titipan yang masih dikuasai oleh penyelidikan/satgas penyelidikan.

Related Article

Update Ekonomi Politik, dari Permen Kominfo Hingga Peretasan Aktivis Anti Korupsi

Update Ekonomi Politik, dari Permen Kominfo Hingga Peretasan Aktivis Anti Korupsi

Yayasan Madani Berkelanjutan merangkum beberapa peristiwa penting terkait dengan kondisi ekonomi-politik yang terjadi dalam sepekan terakhir (18 Mei-24 Mei 2021), berikut cuplikannya:

1. Peraturan Menteri Kominfo Nomor 5 Tahun 2020 tentang tentang Penyelenggaraan Sistem Elektronik Lingkup Privat

Peraturan Menteri Kominfo Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) Lingkup Privat mewajibkan setiap PSE untuk mendaftarkan diri ke Kominfo untuk memperoleh sertifikat. Platform elektronik diminta untuk mendaftar dalam kurun waktu enam bulan setelah aturan tersebut diundangkan pada 24 November 2020. Aturan itu menyebut beberapa pihak yang wajib terdaftar ke Kominfo yakni PSE yang beroperasi di Indonesia, memberikan layanan atau dipergunakan di Indonesia. Ini tak terkecuali mereka yang didirikan di negara lain atau berdomisili tetap di negara lain seperti Facebook, TikTok, hingga Clubhouse.

Mereka harus melaporkan mulai dari model bisnis hingga data pribadi yang diproses. Platform juga diminta untuk memberikan akses sistem elektronik jika diminta kementerian/lembaga dan harus diberikan selama memenuhi syarat. PSE privat juga dituntut untuk membantu penegak hukum untuk penanganan perkara dan data yang diminta wajib diberikan paling lambat 5 hari waktu kalender sejak permintaan diajukan.

Peraturan ini menuai kritikan dari beberapa pihak. SAFEnet mengatakan peraturan ini berpotensi menjadi “pelanggaran hak-hak dasar atau hak-hak asasi manusia yang dilegalkan.” Peraturan ini berpotensi bertentangan dengan Pasal 12 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dan Pasal 17 Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik karena membuat data pribadi begitu mudah diakses oleh otoritas, padahal selama ini saja tak ada pengawasan yang independen dalam memperoleh akses serta data tersebut kerap disalahgunakan. Peraturan ini juga memungkinkan dilakukannya pemutusan akses yang itu bermakna berpotensi terjadinya pembatasan hak pengguna. Terdapat 65 kata ‘pemutusan akses’ dalam peraturan itu. Standar pembatasannya pun dianggap karet.

Kemudian, substansi peraturan ini juga dianggap “melampaui batasan yang diberikan dalam UU 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.” Secara legal, “materi muatan Permenkominfo semestinya sebatas dalam rangka ‘penyelenggaraan urusan tertentu dalam pemerintahan’,” sementara “substansi Permenkominfo 5/2020 mengandung materi muatan yang mencakup pengaturan hak-hak digital, termasuk pembatasannya.”

Peneliti dari Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Wahyudi Djafar menjelaskan bahwa peraturan ini tidak jelas mekanisme hingga pengawasannya. Wahyudi mengatakan bahwa data pribadi dan pembatasan hak seperti takedown hanya bisa dilakukan lewat dua cara, yakni lewat regulasi setingkat undang-undang atau putusan pengadilan dan Permenkominfo jelas menabrak itu. Ia juga khawatir pihak yang mendapatkan akses seperti pemerintah, lembaga, maupun penegak hukum melakukan abuse of power dengan mengambil materi yang tidak sesuai dengan surat permohonan kepada platform. Selain itu, Permenkominfo 5/2020 juga menimbulkan situasi state-centered karena membuat pemerintah menjadi regulator, pengawas, sekaligus pemberi sanksi. Hal ini menurutnya jauh dari nilai demokrasi.

2. Kelompok G7 Sepakat Hentikan Pendanaan Batu Bara untuk Atasi Perubahan Iklim

Tujuh negara maju yang tergabung dalam kelompok G7 sepakat untuk menghentikan pendanaan internasional proyek batu bara yang mengeluarkan emisi karbon pada akhir tahun ini, termasuk penghentian dukungan untuk semua bahan bakar fosil, untuk memenuhi target perubahan iklim yang telah disepakati secara global. Negara-negara G7 juga setuju untuk bekerja dengan mitra global lainnya untuk mempercepat penyebaran kendaraan tanpa emisi, melakukan dekarbonisasi sektor tenaga listrik pada tahun 2030-an, dan menghindari pembiayaan bahan bakar fosil internasional, meskipun tidak ada tanggal spesifik yang diberikan untuk targetnya. Meskipun demikian, hal yang perlu menjadi catatan adalah negara-negara G7 perlu menetapkan jadwal yang lebih ketat dalam implementasi kesepakatan ini.


3. Uni Eropa Dinilai Tidak Konsisten Soal Kelapa Sawit Indonesia

Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga menilai sikap Uni Eropa mengenai sawit Indonesia tidak konsisten dengan prinsip dasar fair and free trade. Menurutnya, Uni Eropa terkesan terus mencari-cari alasan untuk menghambat masuknya produk sawit ke kawasan itu.
Dimana, alasan yang dipakai dinilai tidak cukup kuat secara ilmiah, sehingga disinyalir hanya merupakan upaya untuk menghindar dari persaingan pasar yang adil.

Menurut Jerry dasar berpikir Uni Eropa telah salah khususnya dalam implementasi parameter-parameter mengenai lingkungan. Selain itu, Uni Eropa cenderung melihat secara parsial dan tidak melihat proses sejarah dengan baik dalam penggunaan lahan.
Jerry menegaskan bahwa Indonesia berhak untuk mengalokasikan sumber-sumber daya sesuai dengan kerangka kebijakan yang dipunyai Indonesia sendiri. Itu merupakan bentuk kedaulatan ekonomi Indonesia. Apalagi dalam menyusun kebijakan ekonomi dan pembangunan, Indonesia sudah mempunyai berbagai pertimbangan multi sektor termasuk dalam isu lingkungan, sosiologis dan kesehatan.

Sebagai informasi, Uni Eropa mempermasalahkan produk kelapa sawit Indonesia, khususnya biodiesel karena melanggar ILUC dan REDD+. Indonesia menggugat hambatan perdagangan itu di WTO. Jerry beberapa kali memimpin delegasi Indonesia di Jenewa melawan argumen Uni Eropa. Jerry optimistis Indonesia akan memenangkan gugatan dan kelapa sawit Indonesia akan bisa memperkuat peran di pasar Internasional.

4. Peretasan Aktivis Anti Korupsi

Sejumlah aktivis antikorupsi mengalami upaya peretasan saat melaksanakan diskusi daring bersama delapan mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Senin (17/5) kemarin yang bertajuk “Menelisik Pelemahan KPK Melalui Pemberhentian 75 Pegawai”. Upaya peretasan dialami oleh anggota Indonesia Corruption Watch (ICW) hingga para mantan pimpinan KPK yang jadi pembicara dalam konferensi pers yang menyikapi upaya pemberhentian 75 pegawai KPK yang tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK).

Busyro Muqoddas mengatakan upaya peretasan sudah terjadi sebelum ia mengisi diskusi. Ia menerima panggilan telepon bertubi-tubi dari nomor tidak dikenal atau robocall. Menurutnya nomor yang mengganggunya memiliki kemiripan: angka di awal sama, yakni 0821, namun di belakang berbeda-beda secara berurutan. Begitu juga dengan Bambang Widjojanto. Ia sampai terlambat menghadiri diskusi ICW lantaran ada pihak tak bertanggung jawab mengambil alih telepon genggamnya. Seperti Busyro, Bambang juga diberondong panggilan telepon.

Peneliti ICW Wana Alamsyah mengatakan terdapat sembilan pola peretasan selama diskusi berjalan: dari mulai akun tak dikenal masuk dengan menggandakan nama pembicara dan dengan nama staf ICW, mendadak muncul foto dan video porno, dan mikrofon mendadak bisu dan video tetiba mati. Semestinya dalam diskusi tersebut turut hadir mantan Komisioner KPK lain, Abraham Samad. Namun Samad gagal mengakses tautan yang diberikan panitia, diduga masih berkenaan dengan upaya peretasan. Kemudian peretas berusaha memecah konsentrasi moderator bernama Nina dengan cara membajak akun ojek daringnya. Lalu delapan orang staf ICW mengalami pengambilan paksa akun WhatsApp; beberapa orang yang diretas diberondong panggilan telepon dari nomor Amerika Serikat dan nomor Telkomsel; akun surat elektronik dan Telegram milik para staf ICW juga coba diambil alih namun gagal.

Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Firman Noor, menilai dugaan peretasan yang dilakukan pada konferensi pers daring Indonesia Corruption Watch (ICW) pada 17 Mei 2021 merupakan kemunduran dalam kebebasan berpendapat. Di negara demokrasi, semua warga bebas menyampaikan kritik. Ketidaksetujuan pada kritik harus disampaikan secara argumentatif. Dugaan adanya peretasan dalam forum publik yang diselenggarakan secara daring dapat berdampak buruk. Semangat warga untuk berbicara secara bebas bisa menurun.

Related Article

KPK dan Hutan Kita

KPK dan Hutan Kita

Presiden dan Wakil Presiden Terpilih Joko Widodo (Jokowi) dan Ma’ruf Amin telah dilantik. Untuk Presiden Jokowi, ini adalah hari bersejarah dalam hidupnya karena pelantikan merupakan momentum untuk tancap gas di masa pemerintahannya kali kedua. Rakyat tentu sudah tidak sabar menanti realisasi janji-janji Jokowi pada saat kampanye.

Sedangkan bagi Ma’ruf Amin, pelantikan juga merupakan hari bersejarah, karena langkahnya dari seorang ulama lalu menjadi politisi, harus segera bertransformasi menjadi seorang negarawan. Dalam konteks pemerintahan, Ma’ruf Amin juga harus berani unjuk gigi dalam menyelesaikan permasalahan bangsa, karena latarbelakangnya yang seorang ulama, diyakini memiliki kemampuan untuk menyejukkan. Oleh karena itu, Ma’ruf Amin juga harus berperan dalam penyelesaian isu-isu strategis, karena sejatinya seorang Wakil Presiden.

Setelah dilantik, rakyat pun menunggu satu hal yang hampir klimaks namun, sampai detik ini masih terombang-ambing dalam ketidakpastian. Anti-klimaks tersebut yakni nasib Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menanti peraturan pengganti undang-undang (Perppu) KPK untuk segera diterbitkan.

Perppu KPK yang seolah mau tidak mau, bahkan malu-malu kucing untuk diterbitkan ini, nyatanya terhambat di banyak sisi sehingga membuat Presiden Jokowi pusing tujuh keliling memikirkannya. Salah satu hambatan yang paling kuat terhadap Perppu KPK datang dari partai pendukungnya sendiri, yakni PDI Perjuangan. Dalam sebuah kesempatan, Politisi PDI Perjuangan, Bambang Wuryanto mengatakan bahwa jika Presiden Jokowi mengeluarkan Perppu KPK, maka sama artinya Jokowi tidak menghargai proses politik yang telah dilakukan di DPR.

Teranyar, kita menyaksikan perdebatan sengit Politisi PDI Perjuangan, Arteria Dahlan dengan Ekonom Senior, Emil Salim terkait dengan Perppu KPK ini. Keras kepala PDI Perjuangan untuk menolak Perppu KPK, tercermin dari sikap Arteria Dahlan yang dianggap publik kurang etis dengan menunjuk dan menyerang personal ketika berdebat dengan sesepuh sekelas Emil Salim pada saat diskusi di acara Mata Najwa beberapa hari yang lalu. Oleh karena itu, banyak yang beranggapan bahwa hanya doalah yang saat ini bisa mendorong Perppu KPK untuk diterbitkan.

Sikap pesimistis tersebut tentu cukup berdasar, sebab, mayoritas anggota dewan di DPR menyetujui revisi UU KPK. Sehingga hampir mustahil bagi masyarakat mengharapkan kekuatan parlemen untuk menyelamatkan KPK. Dengan Ketidakpastian nasib KPK saat ini, membuat nasib lingkungan dan alam khususnya nasib hutan kita, ikut gelap gulita. Sederhananya, ketika KPK tidak punya taring untuk menggembosi oknum-oknum yang merusak hutan, maka harapan agar hutan lebih lestari di Tanah Air semakin utopis. Sudah menjadi rahasia umum bahwa KPK adalah garda terdepan penyelamatan lingkungan, hutan, dan alam Indonesia dari oknum-oknum yang haus akan pundi-pundi rupiah tanpa memikirkan keberlanjutan lingkungan, hutan, dan alam tersebut.

Tak dapat dimungkiri bahwa KPK memiliki peran penting untuk mencapai visi Indonesia yang bebas dari korupsi. Faktanya, selama ini berbagai sektor termasuk lingkungan yang berbau korupsi, berhasil diendus KPK. Menjadi wajar jika banyak oknum-oknum tak bertanggungjawab kebakaran jenggot karena lihainya KPK. Alhasil KPK pun dikebiri.

Jika kita amati, peran KPK dalam penyelamatan sumber daya alam sangat besar. Mulai dari kerugian negara dalam hal penerimaan pajak, kepatuhan para investor dan penggelut usaha konsesi lahan, pelanggaran perizinan, serta kerusakan lingkungan, tidak luput dari sorot tajam KPK. Dalam isu lingkungan serta penyelamatannya, KPK benar-benar hadir sebagai patriot.

Sangat kita ketahui bahwa dampak korupsi terhadap lingkungan membuat kualitas lingkungan itu sendiri menurun drastis. Perusakan alam yang kian masif, memberikan kerugian yang cukup besar terhadap lingkungan maupun terhadap pendapatan negara dari sisi sumber daya alam. Ketergantungan Indonesia yang besar terhadap pendapatan negara dari sisi biofuel, menjadi sektor yang cukup seksi untuk digeluti orang-orang yang tak bertanggungjawab. Dari kasus ilegal loging saja disinyalir kerugian negara mencapai 30-42 triliun rupiah per tahun.

Berdasarkan temuan KPK dalam Nota Sintesis Evaluasi Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam, kasus suap menyuap di sektor kehutanan mencapai Rp 688 juta- Rp 22 miliar per tahun. Pada 1998-2013, Perhutani diperkirakan kehilangan asset tegakkan hutannya Rp998 miliar per tahun. Di sektor perkebunan (sawit), tingkat kepatuhan wajib pajak (WP) Orang Pribadi hanya 6,3 persen dan WP Badan sebesar 46,3 persen.

Bukan hanya terkait kerugian secara materil, penyelewengan yang dilakukan oknum yang menggeluti sektor sawit juga begitu masif, padahal Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 2018 Tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit Serta Peningkatan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit (Inpres Moratorium Sawit) telah diterbitkan. Namun, masih saja ada oknum-oknum yang tidak mematuhi Inpres tersebut. Dari pantauan citra satelit NASA, Madani Berkelanjutan menemukan ada sebanyak 1.001.474,07 ha perkebunan sawit milik 724 perusahaan berada di dalam hutan primer dan lahan prioritas restorasi gambut yang tersebar di 24 provinsi di Tanah Air. Lebih rincinya, terdapat 384 perusahaan yang memiliki 540.822 ha perkebunan sawit yang berada di lahan gambut, kemudian 102 perusahaan dengan total kepemilikan sebanyak 237.928 ha perkebunan sawit di hutan primer, dan ada 238 perusahaan dengan total luasan perkebunan sawit sebanyak 222.723 hektare yang berada di kawasan hutan.

Dari jumlah itu, 333 perusahaan memiliki perkebunan sawit dengan total 506.333 ha yang berada di tujuh provinsi prioritas restorasi gambut. Bukan hanya itu, Madani Berkelanjutan juga menemukan lima perusahaan yang memiliki kebun sawit di daerah prioritas restorasi gambut yang masih tetap beroperasi sampai saat ini walaupun perusahaan tersebut sempat terjerat kasus pembakaran hutan tahun 2016, tahun 2017, dan tahun 2019. Hal ini membuktikan bahwa dengan adanya KPK tanpa revisi UU KPK, penyelewengan di sektor sumber daya alam masih sangat besar. Apalagi jika KPK sampai tak punya taring nantinya. Bisa-bisa KPK jadi “macan ompong” yang hanya bisa mengaum tanpa bisa menggigit.

Penulis : Delly Ferdian
Peneliti di Madani Berkelanjutan

Artikel ini sudah dimuat pada Harian Padang Ekspres edisi 21 Oktober 2019

Related Article

id_IDID