Madani

Tentang Kami

Setelah Joe Biden Summit, 4 Hal Ini Patut Menjadi Prioritas Pemerintah Untuk Tangani Krisis Iklim Dunia

Setelah Joe Biden Summit, 4 Hal Ini Patut Menjadi Prioritas Pemerintah Untuk Tangani Krisis Iklim Dunia

[MadaniNews, Jakarta, 23/04/2021] Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Perubahan Iklim atau Leaders Summit on Climate yang diselenggarakan secara virtual pada Kamis, 22 April 2021, menunjukkan bahwa kesadaran global akan mitigasi krisis iklim semakin kuat. Konferensi yang diikuti oleh 41 kepala negara, kepala pemerintahan, dan ketua organisasi internasional ini juga menandai kembalinya Amerika Serikat (AS) pada komitmen Iklim dunia, Paris Agreement (Persetujuan Paris).

Kembalinya Negeri Paman Sam pada barisan perlawanan terhadap krisis iklim dunia ini patut menjadi stimulus dan dorongan bagi banyak negara untuk semakin optimis melawan krisis iklim.  Konferensi yang diinisiasi oleh Presiden Amerika Serikat Joseph Robinette Biden Jr atau Joe Biden juga dapat diartikan sebagai momentum untuk semakin memperkuat komitmen iklim banyak negara, salah satunya Indonesia. 

Terkait dengan komitmen Iklim atau Nationally Determined Contribution (NDC), Indonesia menetapkan target pengurangan emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia, yakni sebesar 29% tanpa syarat (dengan usaha sendiri) dan 41% bersyarat (dengan dukungan internasional yang memadai) pada tahun 2030.

Dalam Leaders Summit on Climate, Presiden RI Joko Widodo atau Jokowi menyampaikan tiga pemikiran terkait dengan isu perubahan iklim. Pertama, menegaskan bahwa Indonesia sangat serius dalam pengendalian perubahan iklim dan mengajak dunia melakukan aksi-aksi nyata. Kedua, Jokowi mengajak para pemimpin dunia memajukan pembangunan hijau untuk dunia yang lebih baik. Menurutnya, Indonesia telah memutakhirkan kontribusi yang ditentukan secara nasional (NDC) untuk meningkatkan kapasitas adaptasi dan ketahanan iklim – meski tidak meningkatkan ambisi mitigasi. Ketiga, untuk mencapai target Persetujuan Paris dan agenda bersama berikutnya, Presiden Jokowi memandang kemitraan global harus diperkuat. 

Sejalan dengan pemikiran Presiden Jokowi, Yayasan Madani Berkelanjutan mengungkap empat hal yang patut menjadi prioritas pemerintah untuk menangani persoalan krisis iklim;

  1. Transformasi besar di sektor kehutanan. Direktur Program Yayasan Madani Berkelanjutan, Nadia Hadad menyebut bahwa untuk mampu mencapai target komitmen iklim Indonesia (NDC) dan net zero emission Indonesia, maka transformasi kebijakan penguatan perlindungan hutan dan lahan serta keseriusan dalam perluasan implementasi program rehabilitasi wilayah terdegradasi merupakan keniscayaan. Perlu ada komitmen Indonesia untuk mencegah kebakaran hutan dan lahan gambut serta mengakui masyarakat adat dan lokal yang mengelola sumber daya alam sebagai pemangku kepentingan kunci dalam pencapaian komitmen iklim Indonesia.

  1. Mewujudkan Nol Deforestasi. Indonesia berpeluang untuk mencapai Visi Jangka Panjang yang selaras dengan Persetujuan Paris. Hal ini dapat dilakukan dengan menurunkan kuota deforestasi Indonesia dalam Updated NDC pada periode 2020-2030 serta memperkuat kebijakan moratorium hutan dengan memasukkan 9,4 juta hektare hutan alam atau setara 16 kali Pulau Bali yang belum terlindungi dan rentan terdeforestasi ke dalam Peta Indikatif Penghentian Pemberian Izin Baru (PIPPIB). 

  1. Optimis mewujudkan Netral Karbon di 2050. Dengan mengimplementasikan kuota penurunan dokumen Updated NDC maka seharusnya target net zero emission pada 2050 sangatlah memungkinkan dibanding rencana penggunaan skenario net zero emission pada 2070 . Lemahnya ambisi Indonesia untuk mencapai netral karbon (net zero emission) pada tahun 2050 tercermin dalam dokumen Strategi Jangka Panjang Penurunan Emisi Karbon dan Ketahanan Iklim 2050 (Long-Term Strategy on Low Carbon and Climate Resilience 2050, LTS-LCCR 2050) yang disusun oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Dokumen LTS-LCCR 2050 menyebutkan bahwa untuk menjaga agar suhu bumi tidak naik melebihi 1,5℃, pemerintah menargetkan netral karbon di tahun 2070. Hal ini berarti Indonesia terlambat 20 tahun dari target yang ditentukan dalam Persetujuan Paris.

  1. Mendorong Pembangunan Ekonomi Tanpa Merusak Lingkungan.  Yayasan Madani Berkelanjutan menyambut baik upaya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dalam menurunkan deforestasi hingga 75% di periode 2019-2020, sebagaimana yang disampaikan dalam siaran pers pada 3 Maret 2021. Menurut Madani, penurunan deforestasi ini adalah titik awal yang baik bagi Indonesia untuk membangun ekonomi Indonesia tanpa merusak hutan dan lingkungan. Ini membuktikan bahwa langkah nyata yang positif dapat dilakukan dan harapannya hal ini dapat dipertahankan ke depannya.

Related Article

Komitmen Indonesia untuk Mengurangi Emisi Gas Rumah Kaca Melalui Penerapan Energi Bersih

Komitmen Indonesia untuk Mengurangi Emisi Gas Rumah Kaca Melalui Penerapan Energi Bersih

Dalam Dialog Iklim Tingkat Tinggi Tri Hita Karana yang bertajuk Transisi Energi Bersih Indonesia dan Ambisi Iklim untuk Emisi Nol Bersih, yang digelar secara virtual pada 15 April 2021, Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) melalui penerapan energi bersih.

Indonesia telah berkomitmen untuk mengurangi emisi GRK sebesar 29 persen dengan menggunakan sumber daya dalam negeri dan hingga 41 persen dengan bantuan internasional, termasuk keuangan, transfer teknologi, dan peningkatan kapasitas dengan skenario bisnis seperti biasa pada tahun 2030. Luhut menyampaikan bahwa pemerintah berencana mengurangi 198,27 juta ton pada tahun 2025 dan hingga 314 juta ton pada tahun 2030. Hingga saat ini gugus tugas lintas Kemenko Marves sedang menyiapkan peta jalan Nationally Determined Contributions (NDC) atau kontribusi yang ditentukan secara nasional.

Sektor energi tercatat menyumbang 11 dari 29 persen dalam NDC tersebut. Sektor energi berkomitmen untuk mengurangi emisi GRK sekitar 314 juta ton CO2 hingga 398 juta ton CO2 atau sekitar 38 persen pada tahun 2030 melalui energi terbarukan pengembangan, efisiensi energi, dan konservasi energi. Saat ini, pemerintah tengah merancang bauran energi nasional untuk mencapai 23 persen dari Energi Baru dan Terbarukan (EBT) pada 2025 dan 31 persen pada 2050.

Strategi energi terbarukan meliputi panas bumi, tenaga air, solar PV, bioenergi, dan angin. Dan berkomitmen untuk mempercepat pengembangan proyek energi terbarukan di Indonesia dan membuka calon investor untuk berpartisipasi dalam proyek energi terbarukan di masa depan. Pemerintah akan melakukan segala upaya untuk mempercepat kemajuan, termasuk menjajaki kemungkinan mencapai Emisi Nol Bersih lebih awal dari yang direncanakan. Kawasan Bali, Danau Toba, dan kawasan ekonomi khusus, dapat menjadi percontohan upaya percepatan tersebut.

Dapatkan Pemberitaan Media edisi 12-18 April 2021 dengan mengunduh bahan yang tersedia di bawah ini.

Related Article

id_IDID