Madani

Tentang Kami

ProKlim di Areal Perhutanan Sosial Nagari Sirukam: Duet Seru untuk Mencapai Komitmen Iklim dan Penguatan Ekonomi Lokal

ProKlim di Areal Perhutanan Sosial Nagari Sirukam: Duet Seru untuk Mencapai Komitmen Iklim dan Penguatan Ekonomi Lokal

[Solok, 27 Oktober 2020] Program Kampung Iklim (ProKlim) di areal perhutanan sosial, bukan hanya didorong untuk memperkuat pencapaian target komitmen Iklim Indonesia tapi juga mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat di tingkat tapak melalui pengeloolaah hutan berkelanjutan. Hal tersebut disampaikan Direktur Eksekutif Yayasan Madani Berkelanjutan, Muhammad Teguh Surya dalam diskusi “Diseminasi Pengelolaan Sumber Daya Alam Berkelanjutan di Kabupaten Solok”.

Berdasarkan kajian Yayasan Madani Berkelanjutan yang bekerja sama dengan Yayasan Climate and Society diketahui bahwa program perhutanan sosial sebuah program prioritas nasional merupakan program yang hasilnya dapat diukur kontribusinya terhadap pencapaian komitmen Iklim Indonesia atau Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia. 

Dalam kalkulasinya, hutan yang dikelola masyarakat melalui program perhutanan sosial mampu berkontribusi sebesar 34,6% terhadap NDC Indonesia, jika ada upaya percepatan implementasi perhutanan sosial, terutama pada wilayah berisiko tinggi-sedang dan pencegahan deforestasi pada wilayah berisiko tinggi. Jika program ini kita elaborasi dengan baik salah satunya dengan mendorong Proklim, maka kontribusinya akan lebih maksimal dan manfaatnya pada perekonomian semakin dirasakan masyarakat”, Ujar Teguh Surya.

 

Muhammad Teguh Surya juga mengatakan bahwa integrasi ProKlim dan perhutanan sosial adalah peluang besar bagi masyarakat untuk meningkatkan ekonominya karena pada dasarnya program ini dapat membuka peluang pendanaan dari dalam negeri maupun Internasional yang jumlahnya cukup besar. “Belum lama ini, pihak internasional yakin Green Climate Fund (GCF) telah menunjukkan apresiasinya melalui pendanaan kepada pemerintah Indonesia, nantinya dana ini akan dikelola oleh Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) yang kemudian akan disalurkan kepada masyarakat. Melalui ProKlim di area perhutanan sosial ini, peluang masyarakat untuk mendapatkan dana tersebut sangat besar”, tambah Teguh Surya.

Pada kesempatan yang sama, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Solok, Bakhrizal Bakti mengatakan bahwa sebagai bentuk komitmen dalam mendukung perlindungan hutan, Kabupaten Solok telah memasukkan ProKlim dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Solok. “Dengan komitmen tersebut, kita berharap juga SKPD yang lain di Kabupaten Solok ikut serta berpartisipasi dalam pengembangan Kampung Iklim ini”, ujar Bakhrizal Bakti.

Banyak yang berpikir bahwa kampung iklim ini hanya seputar kegiatan mengenai hutan saja, padahal tidak. Kampung Iklim ini sendiri adalah program yang menyangkut banyak aspek salah satunya terkait dengan ekonomi masyarakat”, pungkas Bakhrizal.

Kasi Bina Komunitas Kawasan Pemukiman Direktorat Kemitraan Lingkungan Ditjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Siti Mariam mengatakan bahwa program perhutanan sosial ini adalah program pemerintah yang bertujuan untuk memberdayakan masyarakat melalui hutan yang ada di sekitarnya.

Sebelum ada program perhutanan sosial ini, banyak masyarakat yang tinggal di daerah sekitar hutan hidup dalam kemiskinan. Karena hal tersebutlah akhirnya program ini dicetuskan agar masyarakat dapat mengakses dan mengelola hutannya demi peningkatan ekonominya dan demi kita bersama yakni demi pengurangan dampak perubahan iklim” ujar Siti Mariam.

Sementara itu, Program Manager KKI Warsi, Rainal Daus menyampaikan bahwa hasil kegiatan perhutanan sosial yang telah dilaksanakan di Nagari Sirukam terbilang sangat baik. Dalam hal ini pemerintah daerah khususnya Pemerintah Kabupaten Solok berkomitmen untuk mendukung berjalannya program perhutanan sosial.

Tepat pada 10 Desember 2019, Bupati Solok menyampaikan bahwa perhutanan sosial telah memberikan dampak positif kepada masyarakat. Manfaat yang paling dirasakan adalah peningkatan perekonomian masyarakat dan kelestarian lingkungan” ujar Rainal Daus.

Terkait dengan kegiatan ProKlim di areal perhutanan sosial Nagari Sirukam, beberapa kegiatan telah dilaksanakan seperti pengembangan database Potensi Ruang Mikro (PRM), Sekolah Lapangan Perkebunan Organik yakni sekolah di lapangan atau perkebunan kopi, dan Pengelolaan Sampah Terpadu bersama Badan Usaha Milik Nagari (BUMNag), pengelolaan pohon asuh, dan pengamanan hutan berbasis teknologi yang bernama Guardian. Kegiatan tersebut tentunya dapat berjalan dengan baik atas dukungan para pihak, baik dari Pemerintah Nagari Sirukam, Lembaga Pengelola Hutan Nagari (LPHN) Sirukam, KKI Warsi, Yayasan Madani Berkelanjutan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta Pemerintah Kabupaten Solok.

Related Article

Menjaga Hutan Desa Lampo

Menjaga Hutan Desa Lampo

Desa Lampo yang jaraknya 13 kilometer dari ibu kota Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, pada 10 Juli 2020 mendadak ramai. Hari itu masyarakat Desa Lampo melakukan penanaman 20 ribu pohon di desa mereka. Beragam pohon ditanam, seperti durian, alpukat, rambutan dan lainnnya. Kasman Lassa, Bupati Donggala menjadi tamu penting yang turut serta dalam kegiatan penanaman pohon.

Kegiatan penanaman 20 ribu pohon ini juga menjadi bagian dari peringatan Hari Populasi Sedunia yang dirayakan setiap tanggal 11 Juli. Ini sekaligus mendukung Program Kampung Iklim (ProKlim) di Desa Lampo. Aksi ini diinisiasi oleh Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) Lampo yang didukung oleh Yayasan Merah Putih (YMP) Sulteng, Yayasan Madani Berkelanjutan  bersama KPH Banawa Lalundu dan BPDAS HL Palu Poso. 

(Sumber Foto : Sarifah Latowa/Times Indonesia)

Bupati Donggala antusias dan berjanji bahwa Hutan Desa Lampo akan menjadi prioritas sebagai penyangga ekosistem di Donggala termasuk persediaan air bersih, karena di kawasan lain sekarang sudah padat. Bupati Donggala juga mendukung, termasuk pemanfaatan dana desa untuk pemberdayaan pengelolaan hutan oleh masyarakat.

Desa Lampo secara administrasi berada di Kecamatan Banawa Tengah, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah. Luas wilayah Desa Lampo 852 hektare, pemekaran dari Desa Lumbu Dolo Kecamatan Banawa Tengah pada tahun 2012. Desa Lampo berbatasan dengan kawasan hutan lindung. Mayoritas penduduk Desa Lampo bekerja sebagai petani dan menanam jenis tanaman perkebunan seperti kakao, pala, kemiri, cengkeh, durian dan berbagai jenis buah lainnya.

Hutan Desa Lampo mendapatkan hak kelola hutan lewat skema Perhutanan Sosial pada tahun 2016 melalui SK Penetapan Area Kerja untuk Hutan Desa Lampo No SK.87/Menlhk/Setjen/PSKL.2/2/2016.  Luasnya 215 hektare. Dan pada 27 Maret 2017, Hutan Desa Lampo melalui SK Menteri LHK Nomor 1637 /2017 mendapatkan Pemberian Hak Pengelolaan Hutan Desa Lampo yang diserahkan langsung oleh Dirjen PSKL KLHK kepada Kepala Desa Lampo pada 29 Maret 2017 di Palu saat kegiatan Semiloka Membangun Sinergita Percepatan Perhutanan Sosial di Sulawesi Tengah.

Desa Lampo telah banyak melakukan kegiatan-kegiatan pengembangan hutan desa yang dikelola oleh LPHD Lampo. Seperti pengembangan ekowisata air terjun yang berada di hutan Desa Lampo, penanaman pohon dan pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK). Kegiatan-kegiatan ini selain melestarikan hutan juga dapat membantu peningkatan pendapatan masyarakat.

Pengelolaaan Hutan Desa Lampo yang dilakukan oleh LPHD Lampo dengan didampingi YMP dan didukung oleh Yayasan Madani Berkelanjutan beserta KLHK saat ini sedang melakukan pengembangan Program Kampung Iklim (ProKlim). Proklim adalah program nasional yang dikelola oleh KLHK dalam upaya meningkatkan partisipasi masyarakat dan pemangku kepentingan terhadap perubahan iklim dalam upaya pengurangan emisi gas rumah kaca. Ini diatur dalam Permen LHK No 84 Tahun 2016 tentang Program Kampung Iklim.

Suasana di Dusun Salubalimbi, Hutan Desa Lampo Kecamatan Banawa Tengah, Kabupaten Donggala. (Sumber Foto: Sarifah Latowa/Times Indonesia)

Desa Lampo juga akan dijadikan role model pengembangan Program Kampung Iklim untuk wilayah yang memiliki areal Perhutanan Sosial sekaligus menjadi percontohan dalam pelestarian lingkungan berbasis masyarakat khususnya di Sulteng.

Yayasan Merah Putih (YMP) Sulteng sejak awal mendampingi pengelolaan Hutan Desa Lampo. Terbukanya akses pengelolaan Hutan Desa Lampo yang saat ini sudah bisa dirasakan masyarakat Desa Lampo ini sebenarnya melalui proses yang cukup panjang dan dimulai sejak tahun 2013. Kala itu hutan masih berstatus hutan lindung yang menimbulkan ketakutan warga untuk bertani dan berkebun di kawasan tersebut meski hutan telah masuk dalam area administrasi desa. Kriminalisasi menjadi salah satu ancaman saat masuk ke dalam hutan, meski masyarakat asli di sana (Kaili Unde) telah lebih dulu hidup bersama hutan. YMP bersama masyarakat mendorong pemerintah memberi akses warga desa untuk tetap bisa berinteraksi dengan hutan dengan tetap menjaga kelestarian hutan.

Selama menunggu keputusan pemerintah, warga desa menolak pengajuan kerja sama dari beberapa perusahaan yang ingin berinvestasi dengan merambah hutan. Perusahaan sawit dan perusahaan mebel pernah datang untuk menawarkan investasi. Namun semuanya ditolak warga. Warga memikirkan potensi bencana jika ratusan hektare hutan mereka diubah menjadi kebun sawit. Maka sumber air warga yang berasal dari air terjun Pangansitoli akan hilang. Padahal sumber air ini juga menjadi salah satu sumber air bersih untuk Kabupaten Donggala.

Di tahun 2016 akhirnya masyarakat Desa Lampo mendapatkan akses kelola hutan melalui skema Perhutanan Sosial dalam bentuk Hutan Desa. Masyarakat memanfaatkannya dengan bercocok tanam dan menanam pohon-pohon produktif yang bermanfaat untuk warga, serta pengembangan jasa lingkungan seperti objek wisata dan pemanfaatan hasil hutan bukan kayu.

Pengembangan jasa lingkungan ini dilakukan karena Hutan Desa Lampo juga memiliki air terjun yang cukup indah. Air terjun Pangasintoli ini memiliki lima tingkat. Tingkat empat merupakan tingkatan yang paling tinggi yang menjulang kurang lebih 10 meter. Di sekitar air terjun dikelilingi hamparan pohon-pohon besar yang menjulang tinggi. Jaraknya kurang lebih 400 meter dari Dusun II Salubalimbi. Air terjun ini akan menjadi ekowisata berbasis alam dengan menekankan pembelajaran lingkungan. Selain air terjun, juga ada traking sungai, kemping area, kerajinan, wisata kebun buah, dan seni budaya yang menjadi daya tarik wisata warga desa di sana. Apalagi Desa Lampo terkenal sebagai desa penghasil buah-buahan, seperti durian, rambutan, dan langsat. Pada musim buah, Desa Lampo banyak dikunjungi oleh masyarakat dari berbagai wilayah.

Saat ini warga Desa Lampo telah membentuk Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) Desa Lampo, tempat warga bermufakat untuk kelestarian hutan dan kesejahteraannya. Beragam kegiatan dilakukan. Seperti pada 20 Juli 2020, LPHD Lampo membuat kegiatan pelatihan daur ulang sampah bersama masyarakat Desa Lampo, dengan mengundang Dinas Lingkungan Hidup Donggala sebagai pemateri. 

Sumber foto: Yayasan Merah Puti (YMP) Sulteng

Pelatihan ini mempraktikkan bagaimana mengolah sampah menjadi barang kreatif dan dapat digunakan kembali, serta bagaimana mengolah sampah organik menjadi pupuk kompos. Hasilnya, hiasan dari barang bekas seperti tempat pulpen dari kaleng bekas dan pot bunga dari botol plastik bekas menjadi oleh-oleh yang akan dipraktikkan di rumah. Serta mengolah sampah organik menjadi kompos yang akan menjadi pupuk di kebun warga. [ ]

Related Article

135 IZIN PERHUTANAN SOSIAL DI SUMATERA SELATAN TERBIT

135 IZIN PERHUTANAN SOSIAL DI SUMATERA SELATAN TERBIT

Pekan ini, Luluk’s Update menyampaikan pemberitaan terkait dengan perhutanan sosial. Tercatat setidaknya 135 izin perhutanan sosial telah terbit dan telah dimanfaatkan oleh 15.834 Kepala Keluarga di sekitar kawasan hutan di Sumatera Selatan. Berdasarkan data izin perhutanan sosial yang diterbitkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), luasan hutan sosial di Sumsel pun mencapai total 103.692,80 hektare.

Izin Perhutanan Sosial yang telah diterbitkan di Sumsel terdiri dari hutan desa sebanyak 23 unit dengan luas 32.961 Hektare (ha), hutan kemasyarakatan sebanyak 43 unit dengan luas 22.627,64 ha, hutan tanaman rakyat (HTR) sebanyak 61 unit dengan luas 19.451,32 ha, hutan adat (HA) 2 unit dengan luas 379,7 ha dan kemitraan kehutanan 6 unit dengan luas 28.273,14 ha.

Selain itu, juga ada pemberitaan terkait Masyarakat adat Long Isun sedang memperjuangkan kedaulatan atas hutan dan tanahnya.  Dan Propinsi Riau yang telah menetapkan status siaga darurat Kebakaran Hutan dan Lahan.

Untuk pemberitaan media di Minggu III Februari 2020 ini, silakan unduh materi yang tersedia di tautan di bahwa ini. Semoga Bermanfaat.

Related Article

Yayasan Madani Berkelanjutan, KLHK, dan YMP Sulteng Komitmen Kembangkan Role Model ProKlim Desa Lampo

Yayasan Madani Berkelanjutan, KLHK, dan YMP Sulteng Komitmen Kembangkan Role Model ProKlim Desa Lampo

Jakarta, 22/08/2019, Delly Ferdian

www.madaniberkelanjutan.id : [Jakarta,MadaniNews] Untuk mencapai target Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia melalui penguatan perhutanan sosial, Yayasan Madani Berkelanjutan bersama Direktorat Adaptasi Perubahan Iklim, Direktorat Pengendalian Perubahan Iklim dan Direktorat Kemitraan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), berkomitmen untuk mengembangkan role-model Program Kampung Iklim (ProKlim).

Strategic Development Director Madani Berkelanjutan, Nadia Hadad, menyebut bahwa role model Proklim akan dimplementasikan di dua desa di Indonesia yakni Desa Lampo yang berada di Kecamatan Banawa Tengah, Donggala, Sulawesi Tengah, dan Nagari Sirukam, Kecamatan Payung Sekaki, Kabupaten Solok, Sumatera Barat.

Program ini sejatinya adalah program yang mengawinkan antara perhutanan sosial dan perubahan iklim, sebagai salah satu bentuk kontribusi kita terhadap NDC Indonesia. Kita juga berharap, kesuksesan program ini akan dicontoh oleh banyak desa di Donggala dan juga di Indonesia“. Hal tersebut disampaikan Nadia dalam rapat kordinasi dan persiapan pemetaan kondisi awal berbasis masyarakat yang diselenggarakan oleh Yayasan Madani Berkelanjutan, KLHK, dan Yayasan Merah Putih (YMP) Sulawesi Tengah, pada 20-21 Agustus 2019.

Rapat kordinasi ini bertujuan untuk mempersiapkan penyusunan profil kerentanan, risiko, dan dampak perubahan iklim di Desa Lampo, persiapan identifikasi sumber emisi dan potensi separan karbon yang ada di lokasi, review Rencana Pengelolaan Hutan Desa (RPHD) serta mensinergikan kegiatan-kegiatan adaptasi dan perubahan iklim dengan tata kelola perhutanan di LPHD Lampo.

Program Officer Klima Madani Berkelanjutan, Yosi Amelia mengatakan bahwa program ini akan dilaksanakan secara bertahap. Dan tahun ini, Desa Lampo menjadirole-model ProKlim.

Dengan implementasi di Desa Lampo, ProKlim diharapakan mampu mendorong kesejahteraan masyarakat dengan tetap memperhatikan kepentingan lingkungan khususnya melalui pemanfaatan perhutanan sosial.

Direktur Kemitraan Lingkungan, Ditjen PSKL, KLHK, Jo Kumala Dewi optimis dengan ProKlim ini. Ia mengatakan bahwa selama ini belum ada percontohan untuk program perhutanan sosial yang terintegrasi dengan program pro iklim.

Selama ini, kita (KLHK) belum memiliki cerita terkaitprogram perhutanan sosial yang bersinergi dengan ProKlim. Saya melihat ini adalah peluang, dan Desa Lampo menjadi contoh. Dan kita perlu terobosan untuk menyukseskan program ini” ujarnya.

Sementara itu,Sir Leyf Evan Cryf, pendamping Desa Lampo di Yayasan Merah Putih (YMP) Sulawesi Tengah menjelaskan bahwa program ini sangat menarik karena sesuai dengan visi Donggala Hijau. “Program ini sangat bermanfaat bagi masyarakat, selain bisa meningkatkan ekonomi masyarakat serta peningkatan kapasitas SDM, program ini juga dapat membantu pelestarian lingkungan”, ujar Evan. [ ]

Related Article

Laporan Terkini Madani: Analisis Permentan 5/2019 tentang Tata Cara Perizinan Berusaha Sektor Pertanian

Laporan Terkini Madani: Analisis Permentan 5/2019 tentang Tata Cara Perizinan Berusaha Sektor Pertanian

Madani Berkelanjutan mengkaji implikasi potensial Peraturan Menteri Pertanian Nomor 5 Tahun 2019 tentang Tata Cara Perizinan Berusaha Sektor Pertanian yang dikeluarkan pada Januari 2019 terhadap tata kelola perizinan sawit, hutan, gambut, smallholder, hak masyarakat, dan pelaksanaan kebijakan moratorium sawit. Permentan 5/2019 mengubah tata cara perizinan sawit menjadi jauh lebih singkat dengan konsep penerbitan izin usaha di awal yang bersifat non-efektif serta menjadikan pemenuhan syarat dan izin-izin selanjutnya dalam satu bagian yakni “Pemenuhan Komitmen”. Secara umum, ada potensi implikasi positif dan negatif dari Permentan 5/2019 terhadap tata kelola perizinan sawit, hutan, gambut, smallholder, hak masyarakat, dan pelaksanaan kebijakan moratorium sawit. Tiga hal yang perlu diperhatikan adalah dengan adanya peraturan ini, perolehan izin usaha menjadi relatif singkat dan hanya memakan waktu kurang lebih 3 bulan, proses perizinan yang terintegrasi dalam lembaga OSS berpotensi meningkatkan jumlah permohonan Izin Usaha yang dimintakan, dan partisipasi masyarakat menjadi lebih terancam karena persyaratan dan komitmen seluruhnya dijalankan dalam waktu yang sangat singkat. Peraturan ini juga berpotensi berbenturan dengan banyak aturan lainnya sehingga harus dikaji lebih lanjut.

Related Article

Laporan Terkini Madani: Perkembangan NDC Indonesia di Sektor Kehutanan

Laporan Terkini Madani: Perkembangan NDC Indonesia di Sektor Kehutanan

Madani Berkelanjutan mengulas emisi GRK nasional terkini, capaian target penurunan emisi terkini, potensi peningkatan ambisi NDC, kebijakan dan langkah mitigasi yang dilakukan, dan update terkait pelaksanaan strategi implementasi NDC. Beberapa sorotan adalah capaian target NDC 2017 yang mencapai 24,5 persen dari target 29 persen (pencapaian tertinggi sejak 2020) dan pemerintah yang sedang berproses menyusun Peraturan Menteri untuk mewajibkan RIL-C (reduced impact logging carbon) kepada pemilik konsesi hutan alam dan hutan tanaman.

Baca selengkapnya dengan mengunduh di bawah ini.

Related Article

id_IDID